Untuk Perempuan yang Beranjak Senja
Luviana – www.konde.co
“Kalau kita mencintai dan menghormati seseorang, selain tentu dengan melanjutkan cita-cita dan kerjanya, kita harus memperlakukan mereka dengan baik, selagi mereka masih hidup. Bukan hanya sedih dan menyesal ketika ia sudah meninggal."
Jakarta, Konde.co – Kalimat ini selalu terngiang di telinga Lilik. Lilik HS adalah aktivis politik dan kemanusiaan sejak jaman Orde Baru. Kata-kata ini terus diingatnya, hingga ia sering tak bisa tidur memikirkannya. Ada yang harus dilakukannya untuk para orangtua yang telah beranjak senja. Para korban 65 yang sudah mulai menua. Ia harus berbuat sesuatu.
Hampir seminggu sekali Lilik HS kemudian punya jadwal untuk mengunjungi para korban 65, mereka adalah orangtua-orangtua yang sulit hidupnya karena terkena stigmatisasi, kekerasan dan diskriminasi karena peristiwa 1965. Tak hanya berjuang sebagai korban, dalam kehidupan keseharian, mereka ternyata juga mengalami kesulitan yang luar biasa secara ekonomi.
“ Tak banyak yang tahu jika para ibu korban kemudian sakit, anaknya sakit dan butuh uang, padahal cerita seperti ini banyak kami dapatkan ketika kami melakukan kunjungan ke rumah-rumah korban,” ujar Lilik HS.
Lilik bersama Irina Dayasih, Ochi dan Rini Pratsnawati, bersama 3 sahabatnya ini mereka kemudian selalu melakukan kunjungan rutin setiap bulan. Jumlahnya semakin lama semakin bertambah. Saat ini sekitar 29 korban 65 yang mereka data. Kebanyakan adalah para perempuan, ibu-ibu yang sudah sepuh umurnya.
Lilik bercerita bahwa para korban ini sangat senang jika dikunjungi, diajak bercerita atau sekedar ditemani ketika sakit. Ia teringat ibu Sri dan banyak perempuan 65 yang sakit, beberapa sudah meninggal. Baginya, saat inilah ia harus berbuat lebih di masa-masa senja mereka.
Kamis (14/04/2016) malam kemarin bersama sejumlah lembaga: Indonesia untuk Kemanusiaan (IKA) dan Institut Ungu, Lilik mengumpulkan sejumlah seniman dan artis dan kemudian membuat acara “Musik untuk Para Penyintas”. Dalam acara ini sejumlah aktivis dan masyarakat umum, para pekerja kantoran yang menaruh simpati pada para korban kemudian membeli tiket. Uang hasil penjualan tiket ini kemudian digunakan untuk membantu kehidupan para korban 65. Untuk hidup keseharian mereka.
“Kami sangat senang, acara ini dibanjiri penonton, teman-teman yang datang banyak bersimpati dan senang bisa melakukan sesuatu.”
Artis yang tampil dalam acara ini antaralain: Kartika Jahja, Bonita dan Dialita. Kartika menyumbangkan lagunya dan kemudian ada yang melelang hingga Rp. 5 juta rupiah. Tiket yang dijual dengan harga Rp. 250 ribu per-orang juga terjual ludes. Panitya sengaja membatasi hanya menjual tiket hingga 40 lembar tiket karena mereka tidak mempunyai alternatif tempat yang lebih luas. Lalu acara ini diselenggarakan di Kantor IKA di Cikini, Jakarta Pusat yang bisa digunakan secara gratis.
Antusiasme anak muda sangat tinggi, Lilik menyatakan bahwa selama ini banyak anak-anak muda yang peduli pada korban namun rata-rata hanya mengikuti hingga proses advokasi mereka. Di acara ini mereka mencoba mengajak untuk mengetahui kehidupan para korban 65. Ternyata, antusiasme mereka tinggi, mereka datang dan kemudian ikut membeli tiket, sekaligus mendengarkan kisah keseharian para korban.
Lilik menyatakan bahwa uang yang dikumpulkan ini akan disumbangkan seluruhnya bagi para korban. Mereka juga akan menghimpun dana seperti ini secara reguler melalui pundi instan IKA. Rencananya sebulan sekali, acara-acara yang sama akan digelar. Konsepnya adalah acara seni yang kemudian mengajak para aktivis, pekerja kantoran dan anak-anak muda yang akan melakukan kunjungan rutin. Setelah itu uang yang terkumpul akan disumbangkan pada para korban. Di acara kemarin, para aktivis yang datang juga mengajak teman-teman mereka yang lain untuk ikut menyumbang. Relasi seperti ini diharapkan mengular dan berlangsung terus.
Hanya ini yang bisa kami lakukan, kata Lilik HS ketika kami hubungi.
Kalimat itu memang terus menganggunya.
Untuk ibu-ibu sepuh, perempuan dan para korban 65 yang telah beranjak senja.
(Foto 1: langitperempuan.com)
(Foto 2 dan 3: Penggalangan dana dan musik 65 di kantor Indonesia untuk Kemanusiaan, pada Kamis 14 April 2016 di Jakarta/ Anik Wusari)
“Kalau kita mencintai dan menghormati seseorang, selain tentu dengan melanjutkan cita-cita dan kerjanya, kita harus memperlakukan mereka dengan baik, selagi mereka masih hidup. Bukan hanya sedih dan menyesal ketika ia sudah meninggal."
Jakarta, Konde.co – Kalimat ini selalu terngiang di telinga Lilik. Lilik HS adalah aktivis politik dan kemanusiaan sejak jaman Orde Baru. Kata-kata ini terus diingatnya, hingga ia sering tak bisa tidur memikirkannya. Ada yang harus dilakukannya untuk para orangtua yang telah beranjak senja. Para korban 65 yang sudah mulai menua. Ia harus berbuat sesuatu.
Hampir seminggu sekali Lilik HS kemudian punya jadwal untuk mengunjungi para korban 65, mereka adalah orangtua-orangtua yang sulit hidupnya karena terkena stigmatisasi, kekerasan dan diskriminasi karena peristiwa 1965. Tak hanya berjuang sebagai korban, dalam kehidupan keseharian, mereka ternyata juga mengalami kesulitan yang luar biasa secara ekonomi.
“ Tak banyak yang tahu jika para ibu korban kemudian sakit, anaknya sakit dan butuh uang, padahal cerita seperti ini banyak kami dapatkan ketika kami melakukan kunjungan ke rumah-rumah korban,” ujar Lilik HS.
Lilik bersama Irina Dayasih, Ochi dan Rini Pratsnawati, bersama 3 sahabatnya ini mereka kemudian selalu melakukan kunjungan rutin setiap bulan. Jumlahnya semakin lama semakin bertambah. Saat ini sekitar 29 korban 65 yang mereka data. Kebanyakan adalah para perempuan, ibu-ibu yang sudah sepuh umurnya.
Lilik bercerita bahwa para korban ini sangat senang jika dikunjungi, diajak bercerita atau sekedar ditemani ketika sakit. Ia teringat ibu Sri dan banyak perempuan 65 yang sakit, beberapa sudah meninggal. Baginya, saat inilah ia harus berbuat lebih di masa-masa senja mereka.
Kamis (14/04/2016) malam kemarin bersama sejumlah lembaga: Indonesia untuk Kemanusiaan (IKA) dan Institut Ungu, Lilik mengumpulkan sejumlah seniman dan artis dan kemudian membuat acara “Musik untuk Para Penyintas”. Dalam acara ini sejumlah aktivis dan masyarakat umum, para pekerja kantoran yang menaruh simpati pada para korban kemudian membeli tiket. Uang hasil penjualan tiket ini kemudian digunakan untuk membantu kehidupan para korban 65. Untuk hidup keseharian mereka.
“Kami sangat senang, acara ini dibanjiri penonton, teman-teman yang datang banyak bersimpati dan senang bisa melakukan sesuatu.”
Artis yang tampil dalam acara ini antaralain: Kartika Jahja, Bonita dan Dialita. Kartika menyumbangkan lagunya dan kemudian ada yang melelang hingga Rp. 5 juta rupiah. Tiket yang dijual dengan harga Rp. 250 ribu per-orang juga terjual ludes. Panitya sengaja membatasi hanya menjual tiket hingga 40 lembar tiket karena mereka tidak mempunyai alternatif tempat yang lebih luas. Lalu acara ini diselenggarakan di Kantor IKA di Cikini, Jakarta Pusat yang bisa digunakan secara gratis.
Antusiasme anak muda sangat tinggi, Lilik menyatakan bahwa selama ini banyak anak-anak muda yang peduli pada korban namun rata-rata hanya mengikuti hingga proses advokasi mereka. Di acara ini mereka mencoba mengajak untuk mengetahui kehidupan para korban 65. Ternyata, antusiasme mereka tinggi, mereka datang dan kemudian ikut membeli tiket, sekaligus mendengarkan kisah keseharian para korban.
Lilik menyatakan bahwa uang yang dikumpulkan ini akan disumbangkan seluruhnya bagi para korban. Mereka juga akan menghimpun dana seperti ini secara reguler melalui pundi instan IKA. Rencananya sebulan sekali, acara-acara yang sama akan digelar. Konsepnya adalah acara seni yang kemudian mengajak para aktivis, pekerja kantoran dan anak-anak muda yang akan melakukan kunjungan rutin. Setelah itu uang yang terkumpul akan disumbangkan pada para korban. Di acara kemarin, para aktivis yang datang juga mengajak teman-teman mereka yang lain untuk ikut menyumbang. Relasi seperti ini diharapkan mengular dan berlangsung terus.
Hanya ini yang bisa kami lakukan, kata Lilik HS ketika kami hubungi.
Kalimat itu memang terus menganggunya.
Untuk ibu-ibu sepuh, perempuan dan para korban 65 yang telah beranjak senja.
(Foto 1: langitperempuan.com)
(Foto 2 dan 3: Penggalangan dana dan musik 65 di kantor Indonesia untuk Kemanusiaan, pada Kamis 14 April 2016 di Jakarta/ Anik Wusari)
Post a Comment