AJI Jakarta: Kesehatan Reproduksi dan PHK Jurnalis Perempuan
Luviana – www.konde.co
Jakarta, konde.co- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menemukan dan mengadvokasi sejumlah kasus yang menimpa buruh perempuan. Selain soal maternitas atau kebutuhan hak reproduksi perempuan jurnalis yang belum dipenuhi perusahaan, AJI Jakarta juga menemukan adanya pemecatan pada jurnalis perempuan yang sedang hamil.
“Diluar upah layak yang diperjuangkan untuk buruh perempuan dan buruh secara umumnya, perusahaan media juga wajib memberikan jaminan keselamatan kerja, jaminan kesehatan dan jaminan sosial kepada setiap jurnalis dan keluarganya. Ini termasuk hak-hak jurnalis perempuan seperti ruang laktasi, cuti haid, dan cuti melahirkan. Pasalnya, AJI Jakarta masih menemukan pemecatan atau penghentian kontrak pada jurnalis karena hamil,” kata Ketua AJI Jakarta, Ahmad Nurhasim.
Dalam May Day atau hari buruh internasional 1 Mei 2016 hari ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menetapkan besaran upah layak jurnalis di tahun 2016 sebesar Rp7.540.000. AJI Jakarta menilai upah layak tersebut akan meningkatkan mutu jurnalisme dan memberikan informasi yang lebih bermutu pada masyarakat.
Angka tersebut muncul setelah AJI Jakarta melakukan survei terhadap harga kebutuhan-kebutuhan jurnalis di Jakarta. Ini ditambah dengan kebutuhan-kebutuhan yang harus dimiliki jurnalis agar mampu bekerja dengan profesional. Survey ini juga mencakup pada kebutuhan perempuan jurnalis seperti pembalut, susu serta kebutuhan gizi dan vitamin bagi perempuan jurnalis yang sedang hamil dan menyusui.
“Selain mencakup kebutuhan perempuan, kebutuhan khas lain di jurnalis seperti langganan koran, modem, dan menyicil komputer yang harus dipenuhi, membuat upah layak jumlahnya jauh di atas UMP,” kata, Ahmad Nurhasim.
Kesejahteraan Jurnalis
AJI berharap besaran ini berlaku bagi reporter karyawan tetap tahun pertama. AJI Jakarta menekankan pentingnya kesejahteraan jurnalis. Ketika kehidupan jurnalis sejahtera, maka akan tercipta produk jurnalistik bermutu yang mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upah layak dan kesejahteraan juga dapat membentengi jurnalis dari godaan suap. Sehingga independensi produk jurnalistik yang dihasilkan tetap terjaga dan bermanfaat bagi publik.
Saat ini, upah yang jurnalis terima umumnya berkisar Rp3-4juta per bulan. Angka ini tak berubah sejak beberapa tahun belakangan. Upah ini juga hanya sedikit di atas UMP Jakarta sebesar Rp 3,1 juta. Padahal, jurnalis sering harus bekerja lebih 8 jam tanpa mendapat upah lembur. AJI Jakarta bahkan menemukan ada media yang masih memberi upah jurnalis di bawah UMP.
Bersatu dan Berserikat
AJI Jakarta juga menekankan pentingnya berserikat untuk memperjuangkan upah layak tersebut. Berserikat adalah hak asasi manusia dan dilindungi oleh Undang-undang Dasar dan diatur dalam UU Serikat Pekerja 21/2000.
Jurnalis adalah pekerjaan yang memiliki resiko tinggi dan rentan terkena tindakan kriminal. Dengan berserikat dan berorganisasi, jurnalis memiliki benteng yang melindungi, memperkuat daya tawar, sekaligus dapat memperjuangkan kepentingannya.
“Upah layak bisa diperjuangkan salah satunya dengan berserikat,” kata Muhammad Irham, Sekretaris AJI Jakarta
Jumlah pekerja yang berserikat hingga kini masih sangat minim. Data Dewan Pers 2014 menunjukan terdapat 2.338 perusahaan media. Dari jumlah itu, hanya 24 media yang memiliki serikat pekerja aktif.
“Jumlah ini hanya 1 persen dari total perusahaan media yang ada. Tentu jauh dari ideal,” kata Muhammad Irham.
Ke depan, AJI Jakarta akan terus melakukan pelatihan pembentukan serikat dan kunjungan ke sejumlah media untuk mengkampanyekan upah layak dan pentingnya berserikat dan memberikan perspektif perempuan pada serikat pekerja agar punya keberpihakan pada jurnalis dan pekerja media perempuan. AJI Jakarta juga akan meminta Dewan Pers merubah Standar Perusahaan Pers agar mendekati upah minimum.
“Kita akan minta Dewan Pers merubah besaran upah menjadi setidaknya 2 kali upah minimum,” kata Guruh Dwi Riyanto, koordinator Divisi Serikat Pekerja AJI Jakarta.
Saat ini, pasal 8 peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers hanya mewajibkan perusahaan pers membayar upah sebesar Upah Minimu Provinsi (UMP) sebanyak 13 kali dalam setahun.
Post a Comment