Pekerja Rumahan, Pembuat Baju yang Diupah Murah
Luviana – www.konde.co
Jakarta, konde.co – Apakah arti atau definisi pekerja rumahan? Siapa saja mereka, dan mengapa banyak perempuan yang bekerja sebagai pekerja rumahan?.
Pekerja rumahan adalah orang-orang yang bekerja di dalam rumah dan memperoleh upah. Beberapa pekerjaan yang mereka lakukan misalnya: mereka menjadi pekerja pembuat sandal, pembuat baju, pembuat sepatu tapi dilakukan di rumah-rumah. Biasanya mereka digaji secara harian oleh pengusaha atau majikan.
Lembaga buruh Trade Union Right Center (TURC) melakukan penelitian terhadap sejumlah perempuan pekerja rumahan di beberapa daerah di Indonesia. Hasilnya: penelitian menunjukkan bahwa para pekerja rumahan masih digaji sangat rendah, jauh dari upah layak.
Penelitian TURC ini dilakukan di Jakarta dan Cirebon pada bulan Juni 2015- Januari 2016 lalu. Peneliti TURC, Pandu Wirawan dalam konferensi pers soal pekerja rumahan di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Jakarta pada Kamis (14/04/2016) hari ini, menyatakan bahwa penelitian ini mereka lakukan di 3 tempat. Di Kapuk Muara Jakarta misalnya, sejumlah perempuan bekerja sebagai pembuat sandal dengan jam kerja 8-10 jam perharinya. Mereka hanya digaji Rp. 12.500 perhari. Jadi dalam waktu sebulan rata-rata mereka hanya mendapatkan upah Rp. 375 ribu.
Sedangkan di Penjaringan, Jakarta Utara para perempuan pekerja rumahan membuat kaos dan sepatu merk-merk internasional, namun mereka hanya mendapat upah Rp. 15 ribu – Rp. 37.500 perharinya. Peneliti TURC Pandu Wirawan menyatakan bahwa upah ini tak sebanding dengan harga sepatu merk internasional yang seharga Rp. 400 ribu.
Sedangkan di desa Karangsari, Cirebon para perempuan pekerja rumahan bekerja untuk membuat kursi rotan ukuran kecil dan besar. Untuk ukuran kecil mereka dibayar Rp. 20 ribu per-satu kursi kecil dan untuk ukuran besar mereka diupah Rp. 70 ribu per-satu kursi rotan besar.
Pandu Wirawan menyatakan bahwa upah tenaga kerja para perempuan pekerja rumahan ini sangat tak sebanding dengan jerih payah mereka .
“Ini merupakan bentuk eksploitasi yang terjadi pada pekerja rumahan, selain digaji rendah dengan jam kerja yang tinggi, mereka juga tidak ada perlindungan dan jaminan sosial.”
Maka yang harus dilakukan adalah meminta para majikan atau pemberi kerja agar terbuka, melakukan transparansi, memberikan upah yang layak dan jaminan sosial. Sedangkan pemerintah harus memberikan regulasi terhadap para pekerja rumahan ini. Dalam UU 13/2003 misalnya tidak disebutkan klausul tentang pekerja rumahan sehingga tidak ada perlindungan untuk mereka.
Maka dalam waktu dekat yaitu tanggal 19-20 April 2016, TURC akan mengadakan Konsolidasi pekerja rumahan dimana pemerintah akan diundang untuk hadir membahas peraturan atau regulasi terkait pekerja rumahan.
Di Indonesia, munculnya pekerja rumahan dilatarbelakangi oleh meningkatnya arus globalisasi dan meningkatnya permintaan konsumen dari negara-negara maju. Pandu Wirawan menyebutkan bahwa hal inilah yang menyebabkan banyak investor asing mendirikan pabrik di Indonesia. Untuk menekan biaya pembayaran buruh-buruhnya, maka mereka kemudian memberikan modal untuk mendirikan usaha-usaha rumahan. Hal ini mereka lakukan agar bisa menekan biaya dibandingkan jika mereka harus menggaji para buruh yang kerja di pabrik mereka.
“Maka kemudian mereka mempekerjakan para pekerja rumahan yang diberi upah rendah dan tanpa jaminan sosial. Pemerintah harus turun tangan melihat persoalan ini.”
(foto: mampu.or.id)
Jakarta, konde.co – Apakah arti atau definisi pekerja rumahan? Siapa saja mereka, dan mengapa banyak perempuan yang bekerja sebagai pekerja rumahan?.
Pekerja rumahan adalah orang-orang yang bekerja di dalam rumah dan memperoleh upah. Beberapa pekerjaan yang mereka lakukan misalnya: mereka menjadi pekerja pembuat sandal, pembuat baju, pembuat sepatu tapi dilakukan di rumah-rumah. Biasanya mereka digaji secara harian oleh pengusaha atau majikan.
Lembaga buruh Trade Union Right Center (TURC) melakukan penelitian terhadap sejumlah perempuan pekerja rumahan di beberapa daerah di Indonesia. Hasilnya: penelitian menunjukkan bahwa para pekerja rumahan masih digaji sangat rendah, jauh dari upah layak.
Penelitian TURC ini dilakukan di Jakarta dan Cirebon pada bulan Juni 2015- Januari 2016 lalu. Peneliti TURC, Pandu Wirawan dalam konferensi pers soal pekerja rumahan di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Jakarta pada Kamis (14/04/2016) hari ini, menyatakan bahwa penelitian ini mereka lakukan di 3 tempat. Di Kapuk Muara Jakarta misalnya, sejumlah perempuan bekerja sebagai pembuat sandal dengan jam kerja 8-10 jam perharinya. Mereka hanya digaji Rp. 12.500 perhari. Jadi dalam waktu sebulan rata-rata mereka hanya mendapatkan upah Rp. 375 ribu.
Sedangkan di Penjaringan, Jakarta Utara para perempuan pekerja rumahan membuat kaos dan sepatu merk-merk internasional, namun mereka hanya mendapat upah Rp. 15 ribu – Rp. 37.500 perharinya. Peneliti TURC Pandu Wirawan menyatakan bahwa upah ini tak sebanding dengan harga sepatu merk internasional yang seharga Rp. 400 ribu.
Sedangkan di desa Karangsari, Cirebon para perempuan pekerja rumahan bekerja untuk membuat kursi rotan ukuran kecil dan besar. Untuk ukuran kecil mereka dibayar Rp. 20 ribu per-satu kursi kecil dan untuk ukuran besar mereka diupah Rp. 70 ribu per-satu kursi rotan besar.
Pandu Wirawan menyatakan bahwa upah tenaga kerja para perempuan pekerja rumahan ini sangat tak sebanding dengan jerih payah mereka .
“Ini merupakan bentuk eksploitasi yang terjadi pada pekerja rumahan, selain digaji rendah dengan jam kerja yang tinggi, mereka juga tidak ada perlindungan dan jaminan sosial.”
Maka yang harus dilakukan adalah meminta para majikan atau pemberi kerja agar terbuka, melakukan transparansi, memberikan upah yang layak dan jaminan sosial. Sedangkan pemerintah harus memberikan regulasi terhadap para pekerja rumahan ini. Dalam UU 13/2003 misalnya tidak disebutkan klausul tentang pekerja rumahan sehingga tidak ada perlindungan untuk mereka.
Maka dalam waktu dekat yaitu tanggal 19-20 April 2016, TURC akan mengadakan Konsolidasi pekerja rumahan dimana pemerintah akan diundang untuk hadir membahas peraturan atau regulasi terkait pekerja rumahan.
Di Indonesia, munculnya pekerja rumahan dilatarbelakangi oleh meningkatnya arus globalisasi dan meningkatnya permintaan konsumen dari negara-negara maju. Pandu Wirawan menyebutkan bahwa hal inilah yang menyebabkan banyak investor asing mendirikan pabrik di Indonesia. Untuk menekan biaya pembayaran buruh-buruhnya, maka mereka kemudian memberikan modal untuk mendirikan usaha-usaha rumahan. Hal ini mereka lakukan agar bisa menekan biaya dibandingkan jika mereka harus menggaji para buruh yang kerja di pabrik mereka.
“Maka kemudian mereka mempekerjakan para pekerja rumahan yang diberi upah rendah dan tanpa jaminan sosial. Pemerintah harus turun tangan melihat persoalan ini.”
(foto: mampu.or.id)
Post a Comment