Header Ads

Tragedi Mei 1998 Dan Waktu untuk Bersetia



Luviana- www.konde.co

“18 tahun lalu, Jakarta memerah dan menghitam, menyisakan kehancuran fisik, batin, ketakutan berulang dan yang menyedihkan, memori tragedi Mei ini seperti digulung waktu, hanya bersisa sedikit ingatan dan peringatan. Kenapa? Karena mereka yang seharusnya bertanggungjawab saat itu, berlomba untuk mengajak lupa agar tidak ada tanggung jawab. Karena saksi-saksi sudah banyak yang tutup usia, karena yang muda diberi sejarah yang berbeda, karena mayoritas kita tak mau susah untuk melawan lupa dan kita juga sedikit waktu untuk setia menemani korban yang selalu ketakutan untuk ditinggal dan dilupakan negara.”


Jakarta, Konde.co- Pidato ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah, dalam peringatan tragedi Mei 1998 yang diadakan Komnas Perempuan di makam Pondok Rangon, Jakarta pada Sabtu 14 Mei 2016 lalu, tempat dimana para korban tragedi Mei 1998 dimakamkan. Para keluarga korban juga hadir dalam acara ini.

Pidato ini menyisakan banyak pertanyaan: siapa saja yang telah bersetia selain korban? Siapa saja yang bersetia menemani korban, ketika mereka takut dan merasa ditinggalkan?. Lalu apa yang dilakukan para pelaku? Apakah masih bersetia dengan selalu lari dari tanggungjawab?. Ingkar pada apa yang telah diperbuatnya?

Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) 1998 yang dibentuk Presiden Habibie, kala itu menemukan telah terjadi 85  kasus kekerasan seksual, 52 diantaranya perkosaan dan gang rape.  Kekerasan seksual selalu jadi penanda setiap konflik, dijadikan penghantar teror, sebagai bentuk penaklukan perempuan, sebagai cara penghancuran keberlanjutan kehidupan, penaklukan dan simbol kemenangan melalui tubuh perempuan.


“Kejahatan seksual kerap diletakkan dibawah karpet, tidak dimasukkan dalam sejarah bangsa, terbekam dalam kesendirian para korban dan keluarganya, karena budaya memindahkan kesalahan pada korban, membebankan pembuktian pada korban, menyangkal karena tak berbukti dan terbukti. Karena korban memilih menyingkir untuk  mencari pemulihan sendiri dibanding diviktimisasi dengan pengadilan moral,” tambah Yuniyanti.


Kekerasan Seksual dalam Tragedi 1998

Pada tahun 2008 atau 10 tahun setelah tragedi 1998, Komnas Perempuan kemudian membentuk pelapor khusus untuk mengupdate situasi korban, bertemu kembali dengan para keluarga korban, pendamping, dokter yang menangani korban, dan para saksi.

“Hingga 10 tahun, korban dan keluarga masih mengalami trauma, memori dan emosi masih mendalam dan memilih mengubur peristiwa traumatik, bahkan ada yang  menyingkir dari tanah air. Tapi keluarga korban dan komunitas yang menjadi korban banyak juga yang memilih untuk tidak diam dan mendiamkan. Disinilah kemudian hadir berbagai komunitas korban,” ujar Yuniyanti.

Peringatan atas Tragedi Mei ‘98 selalu dilakukan oleh berbagai elemen sebagai upaya merawat ingatan publik atas tragedi yang menimbulkan korban, tetapi upaya ini belum mampu mendorong langkah maju bagi pengungkapan peristiwa Kekerasan Seksual yang terjadi, bahkan nyaris terlupakan.


Meminta Pengakuan Negara

Dalam peringatan tragedi 1998, Sabtu lalu, Komnas Perempuan berharap ada pengakuan dari negara bahwa Kekerasan Seksual adalah Kejahatan terhadap Kemanusiaan, termasuk pernyataan Presiden RI Joko Widodo pada 10 Mei 2016 lalu, yang menyatakan bahwa Kekerasan Seksual dapat digolongkan sebagai extraordinary crime. Maka berarti negara tidak boleh lagi membiarkan pengingkaran atas peristiwa Kekerasan Seksual yang terjadi dalam rangkaian Tragedi Mei ‘98.

Selain itu Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin juga memberikan catatan bahwa negara harus serius mengambil langkap konkrit dalam penyelesaian persoalan pelanggaran HAM dalam kaitannya dengan Tragedi Mei ‘98, termasuk mempertimbangkan temuan TGPF ‘98 atas peristiwa Kekerasan Seksual yang telah terjadi.

“ Selain itu kami juga meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, agar mengintegrasikan sejarah Tragedi Mei ‘98 sebagai bagian dari materi/ kurikulum sejarah di sekolah. Pemerintah, khususnya Gubernur DKI Jakarta, terkait hak korban (dan keluarganya) atas pemulihan dapat dipenuhi sesuai dengan yang telah disampaikan dalam peringatan Mei 98 di tahun-tahun sebelumnya,” ujar Mariana.



(Foto: Pixabay dan Komnas Perempuan)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.