Polisi dan Ormas Bubarkan Acara Hari Kebebasan Pers
Luviana – www.konde.co
Jogjakarta, Konde.co- Di hari kebebasan pers yang diperingati setiap tanggal 3 Mei seperti hari ini, justru menambah catatan hitam kasus-kasus pengekangan kebebasan pers, kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat. Di hari ini, peringatan acara hari kebebasan pers yang diadakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, justru dibubarkan oleh polisi dan sejumlah Ormas:
Pembubaran Pemutaran Film
Malam ini rencananya AJI Jogjakarta akan mengadakan pemutaran film “ Pulau Buru Tanah Air Beta" karya Rahung Nasution. Acara ini sudah dihadiri kurang lebih seratus jurnalis dan aktivis di jogjakarta.
Namun, pemutaran ini batal dilakukan setelah rombongan Polsek Umbulharjo, Yogyakarta, Kodim dan Polresta Yogyakarta tiba-tiba sore tadi mendatangi Kantor AJI Yogyakarta untuk menanyakan izin acara. Rombongan ini dipimpin oleh Kasatintelkam Polresta Yogyakarta, Kompol Wahyu Dwi Nugroho.
Kebetulan panitia memang tidak mengajukan izin dan pemberitahuan ke Polsek karena acara tersebut hanya acara pemutaran film dan diskusi. Selain itu, undangan resmi juga sudah dikirim ke Kapolda DIY, Brigjend Polisi Prasta Wahyu Hidayat dan Kapolresta Kota Yogyakarta, Prihartono Eling Lelakon agar hadir di acara itu. Ketua AJI Jogjakarta, Anang Zakaria menjelaskan bahwa polisi juga sudah menyatakan bahwa akan ada perwakilan dari Polresta yang hadir dalam acara tersebut.
Polisi meminta agar film ini dibatalkan karena ada kelompok lain yang tidak setuju jika film ini diputar. AJI Jogjakarta menolak karena jika film ini gagal diputar, maka esensi kebebasan pers dalam peringatan ini akan hilang.
Kepala Bagian Operasional Polresta Jogjakarta, Kompol Sigit Haryadi tiba-tiba datang dan berteriak agar acara tersebut dibubarkan. Sebelumnya, Sigit Haryadi juga pernah membubarkan pemutaran film “Senyap” di tahun 2014.
"Dia menyatakan bahwa jika rekan-rekan mencintai Jogjakarta, tolong hentikan. Saya tidak mau ada konflik fisik. Tidak ada faktor x, saya hanya ingin kondusif. Mari kita angkat city of tolerance. Intinya, rekan-rekan kalau memiliki apapun bentuk kegiatannya tolong dibicarakan dulu. Kami sarankan kegiatan ini untuk dihentikan,” ujar salah satu anggota AJI Jogjakarta, Olivia yang hadir dalam pemutaran film ini.
Situasi Ricuh
Di tengah situasi ini, sekitar pukul 20.00 WIB hari ini, ada 20 orang yang memakai seragam Forum Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI Polri (FKPPI) bersama Front Anti Komunis Indonesia (FAKI) tiba-tiba mendatangi kantor AJI Jogjakarta. Sejak kedatangan mereka, situasi makin ricuh karena mereka meneriaki tamu yang datang untuk membubarkan diri. Polisi saat itu melakukan hal yang sama, yaitu meminta acara tersebut segera dibubarkan.
Anang Zakaria meminta polisi untuk memberikan surat resmi soal pembubaran. Negosiasi ini dilakukan setelah polisi menghardik jika polisi tak mau ada konflik fisik.
“Kita telah melawan ketakutan. Hasil hari ini bukan kekalahan, karena ketakutan akan memperpanjang perbudakan,” kata Anang Zakaria menutup acara.
Sejumlah anggota dan pengurus AJI sekaligus para aktivis yang hadir sangat kecewa dengan cara-cara yang dilakukan polisi, FKPPI dan FAKI menyikapi acara ini.
“ Kami berduka mendalam. Hari ini adalah hari Kebebasan Pers Internasional. Namun kita justru melihat tidak adanya kebebasan pers dalam peristiwa ini. Hak masyarakat untuk mendapatkan informasi ditutup-tutupi. Ini bukan jogja city of tolerance yang selama ini dikampanyekan,” ujar Olivia.
Pada hari ini AJI Indonesia juga mengumumkan bahwa musuh kebebasan pers di Indonesia tahun 2016 adalah polisi. Dari fakta yang terkumpul, polisi adalah pihak yang selama ini telah membubarkan sejumlah acara dan membiarkan kekerasan dan pemberangusan terhadap kebebasan bereskpresi di Indonesia. Misalnya yang terjadi pada saat pemutaran film “Pulau Buru Tanah Air Beta” karya sutradara Rahung Nasution, di Goethe Institute Jakarta yang secara terpaksa dibatalkan. Kepolisian Sektor Metro Menteng menyatakan tidak menjamin keamanan penyelenggara terkait rencana demonstrasi salah satu organisasi kemasyarakatan yang menolak pemutaran film tersebut.
Tahun lalu, polisi juga membiarkan aksi sweeping yang dilakukan organisasi kemasyarakatan terhadap para undangan Penganugerahan Federasi Teater Indonesia Award di Taman Ismail Marzuki Jakarta.
Pemasungan kebebasan berekspresi juga terjadi dalam kasus pembacaan naskah lokakarya penulisan naskah teater Festival Teater Jakarta pada 2015, seminar empat pilar NKRI yang akan dilaksanakan komunitas Respect and Dialogue di Tasikmalaya pada 21 Februari, dan pelaksanaan Festival Belok Kiri di Taman Ismail Marzuki pada 27 Februari 2016 lalu.
(Suasana pembubaran pemutaran film untuk memperingati hari kebebasan pers yang diselenggarakan AJI Jogjakarta, Selasa 3 Mei 2016 hari ini/ Foto: Olivia)
Post a Comment