Mendiknas Akan Sosialisasikan Pendidikan Seksualitas di Sekolah
Luviana – www.konde.co
Jakarta, Konde.co – Gamulya dari Sindikat Musik Penghuni Bumi (SIMPONI) sudah hadir di Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menjelang siang, Senin (09/05/2016) di Jl. Jenderal Sudirman hari ini. Bersama kru SIMPONI, Gamulya bersama sejumlah lembaga yang tergabung dalam Komite Aksi Perempuan (KAP), yaitu Aliansi Remaja Independen (ARI), Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Reutgers WPF Indonesia, Perempuan Mahardhika hari ini bertemu dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan.
Dalam pertemuan tersebut mereka meminta pemerintah untuk memberikan pendidikan seksualitas yang komprehensif dalam kurikulum pendidikan nasional.
“Masuknya pendidikan seksualitas dalam kurikulum nasional merupakan salah satu hal mendasar untuk menghentikan kekerasan seksual,” ujar Gamulya.
Hal ini didasarkan oleh kasus kekerasan seksual yang marak. Tak hanya menimpa perempuan, namun juga laki-laki. Studi yang dilakukan sejumlah lembaga PBB seperti UNFPA, UNDP, UN Women dan UNV pada tahun 2013 misalnya memperlihatkan bahwa 64% laki-laki di usia 18-49 tahun pernah mengalami kekerasan emosional. Dari jumlah ini, 9% laki-laki menyaksikan kekerasan terhadap ibunya sendiri.
“Maka hari ini kami mendorong pemerintah agar mengevaluasi dan mereformasi kurikulum, sistem pendidikan dan kesadaran pada semua untuk siaga dalam mencegah kekerasan seksual pada perempuan dan anak,” ungkap Gamulya.
Pendidikan Seksualitas Bagi Anak
Studi yang dilakukan Unesco dan ARI misalnya di tahun 2014 mendapatkan bahwa ada korelasi positif jika anak-anak diberikan pendidikan seksualitas. Anak-anak menjadi paham dan bisa menolak dan melindungi dirinya dari kekerasan seksual. Sehingga anak-anak yang mendapat pendidikan seksualitas sejak dini akan berani menolak berhubungan seksual dan menunda hubungan seksual pertamakali hingga mereka siap, dibandingkan anak-anak lain yang tidak mendapatkan pendidikan seksualitas.
“ Maka kami mendorong pemerintah agar memasukkan pendidikan seksualitas ke dalam kurikulum pendidikan nasional, sekaligus memastikan ketersediaan anggaran pelaksanaan pendidikan seksualitas yang komprehensif ke dalam APBN,” Kata Gamulya.
Mendikbud Akan Sosialisasikan Pencegahan Kekerasan Seksual di Sekolah
Mendikbud, Anies Baswedan mengakui bahwa keadaan saat ini dalam kondisi gawat karena banyaknya kasus kekerasan seksual terjadi, sehingga pemerintah tidak akan tinggal diam. Pemerintah berjanji akan mengajak semua pihak untuk bersama-sama bergerak, minimal saat ini membantu mensosialisasikan soal pencegahan terhadap kekerasan seksual dan melakukan kontrol di sekolah-sekolah.
Peraturan Mendikbud (Permendikbud) 82/2015 tentang Pencegahan & Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan mengatur hal ini. Saat ini Permendikbud sedang dalam proses menjadi Peraturan Presiden (PP) agar lebih kuat dan dalam jangkauan yang lebih luas.
“Dalam akhir pertemuan, Mendiknas akan berkomunikasi lebih lanjut dengan kami terkait kolaborasi materi pendidikan kesehatan reproduksi, keadilan gender untuk digodok dan dimasukkan dalam kurikulum intra-kurikuler, ekstra-kurikuler atau non-kurikuler,” ujar Gamulya.
(Suasana pertemuan antara Komite Aksi Perempuan (KAP) dan Mendiknas, Anies Baswedan. Foto: Gamulya/ SIMPONI)
Jakarta, Konde.co – Gamulya dari Sindikat Musik Penghuni Bumi (SIMPONI) sudah hadir di Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menjelang siang, Senin (09/05/2016) di Jl. Jenderal Sudirman hari ini. Bersama kru SIMPONI, Gamulya bersama sejumlah lembaga yang tergabung dalam Komite Aksi Perempuan (KAP), yaitu Aliansi Remaja Independen (ARI), Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Reutgers WPF Indonesia, Perempuan Mahardhika hari ini bertemu dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan.
Dalam pertemuan tersebut mereka meminta pemerintah untuk memberikan pendidikan seksualitas yang komprehensif dalam kurikulum pendidikan nasional.
“Masuknya pendidikan seksualitas dalam kurikulum nasional merupakan salah satu hal mendasar untuk menghentikan kekerasan seksual,” ujar Gamulya.
Hal ini didasarkan oleh kasus kekerasan seksual yang marak. Tak hanya menimpa perempuan, namun juga laki-laki. Studi yang dilakukan sejumlah lembaga PBB seperti UNFPA, UNDP, UN Women dan UNV pada tahun 2013 misalnya memperlihatkan bahwa 64% laki-laki di usia 18-49 tahun pernah mengalami kekerasan emosional. Dari jumlah ini, 9% laki-laki menyaksikan kekerasan terhadap ibunya sendiri.
“Maka hari ini kami mendorong pemerintah agar mengevaluasi dan mereformasi kurikulum, sistem pendidikan dan kesadaran pada semua untuk siaga dalam mencegah kekerasan seksual pada perempuan dan anak,” ungkap Gamulya.
Pendidikan Seksualitas Bagi Anak
Studi yang dilakukan Unesco dan ARI misalnya di tahun 2014 mendapatkan bahwa ada korelasi positif jika anak-anak diberikan pendidikan seksualitas. Anak-anak menjadi paham dan bisa menolak dan melindungi dirinya dari kekerasan seksual. Sehingga anak-anak yang mendapat pendidikan seksualitas sejak dini akan berani menolak berhubungan seksual dan menunda hubungan seksual pertamakali hingga mereka siap, dibandingkan anak-anak lain yang tidak mendapatkan pendidikan seksualitas.
“ Maka kami mendorong pemerintah agar memasukkan pendidikan seksualitas ke dalam kurikulum pendidikan nasional, sekaligus memastikan ketersediaan anggaran pelaksanaan pendidikan seksualitas yang komprehensif ke dalam APBN,” Kata Gamulya.
Mendikbud Akan Sosialisasikan Pencegahan Kekerasan Seksual di Sekolah
Mendikbud, Anies Baswedan mengakui bahwa keadaan saat ini dalam kondisi gawat karena banyaknya kasus kekerasan seksual terjadi, sehingga pemerintah tidak akan tinggal diam. Pemerintah berjanji akan mengajak semua pihak untuk bersama-sama bergerak, minimal saat ini membantu mensosialisasikan soal pencegahan terhadap kekerasan seksual dan melakukan kontrol di sekolah-sekolah.
Peraturan Mendikbud (Permendikbud) 82/2015 tentang Pencegahan & Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan mengatur hal ini. Saat ini Permendikbud sedang dalam proses menjadi Peraturan Presiden (PP) agar lebih kuat dan dalam jangkauan yang lebih luas.
“Dalam akhir pertemuan, Mendiknas akan berkomunikasi lebih lanjut dengan kami terkait kolaborasi materi pendidikan kesehatan reproduksi, keadilan gender untuk digodok dan dimasukkan dalam kurikulum intra-kurikuler, ekstra-kurikuler atau non-kurikuler,” ujar Gamulya.
(Suasana pertemuan antara Komite Aksi Perempuan (KAP) dan Mendiknas, Anies Baswedan. Foto: Gamulya/ SIMPONI)
Post a Comment