Malam IDAHOT 2016, Terus Bersama Melawan Kebencian
Estu Fanani - www.konde.co
Jakarta – konde.co. Malam puncak perayaan Hari Internasional Melawan Homophobia dan Transphobia (IDAHOT) digelar pada tanggal 27 Mei 2016 Jumat malam lalu. Kegiatan ini juga sekaligus perayaan 10 tahun Arus Pelangi.
Secara internasional, IDAHOT biasa dirayakan setiap 17 Mei, dan pertama kali dilakukan pada 2004 yang dimaksudkan untuk mendapatkan perhatian dari para pengambil kebijakan, politisi, pemerintah dan masyarakat agar menghilangkan atau menghapuskan rasa kebencian terhadap homoseksual dan transeksual. Di Indonesia sendiri, IDAHOT mulai diperingati sejak tahun 2007 dan dilakukan secara serentak di 4 kota besar yakni Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Purwokerto.
Kebencian terhadap kelompok LGBTI atau Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender-Transeksual, dan Interseks di Indonesia semakin terbuka dan seringkali berwujud pada kekerasan, penangkapan dan pembubaran kegiatan atau forum yang diadakan oleh kelompok LGBTI maupun kelompok lain yang membahasa isu LGBTI. Kebencian dan kekerasan terhadap kelompok LGBTI bisa terjadi di ranah privat maupun publik, dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan domestic, bullying, drop out sekolah, pemecatan dari tempat kerja hingga perkosaan untuk mengoreksi orientasi seksual.
Tahun 2013 Arus Pelangi mencatat sebanyak 89.3% LGBT di Indonesia pernah mengalami kekerasan. Kekerasan yang dialami oleh komunitas LGBT membuat 17.3% diantaranya pernah melakukan usaha bunuh diri, sementara 65.2% LGBT mencari bantuan ke teman saat mengalami kekerasan dan hanya 18.7% yang mencari bantuan ke keluarga. 29.8% LGBT memilih untuk tidak mencari bantuan saat mengalami kekerasan. Data-data ini menunjukan bahwa komunitas LGBT sangatlah rentan terhadap kekerasan, stigma, dan diskriminasi yang kerap terjadi di ruang publik dan ruang domestik karena sikap homophobia, biphobia & transphobia.
Tahun 2013 Arus Pelangi mencatat sebanyak 89.3% LGBT di Indonesia pernah mengalami kekerasan. Kekerasan yang dialami oleh komunitas LGBT membuat 17.3% diantaranya pernah melakukan usaha bunuh diri, sementara 65.2% LGBT mencari bantuan ke teman saat mengalami kekerasan dan hanya 18.7% yang mencari bantuan ke keluarga. 29.8% LGBT memilih untuk tidak mencari bantuan saat mengalami kekerasan. Data-data ini menunjukan bahwa komunitas LGBT sangatlah rentan terhadap kekerasan, stigma, dan diskriminasi yang kerap terjadi di ruang publik dan ruang domestik karena sikap homophobia, biphobia & transphobia.
Di puncak perayaan IDAHOT 2016 ini, Komite IDAHOT 2016 mengambil tema local “You Are Not Alone”. Hal ini diambil karena perjuangan pengakuan dan pemenuhan hak asasi terhadap kelomok LGBTI dan penghapusan kebencian dan kekerasan terhadap kelompok LGBTI ternyata mendapatkan dukungan dari berbagai organisasi dan lembaga serta institusi. Malam puncak perayaan IDAHOT dihadiri sekitar 300 orang, tidak hanya dari organisasi LGBTI, namun juga oleh komunitas LGBTI, perwakilan organisasi perempuan, organisasi HAM, dan perwakilan dari kedutaan Belanda, Amerika dan UK.
Perayaan ini juga diisi oleh komunitas LGBTI dengan berbagai atraksi seni dan orasi yang memperlihatkan keberagaman seksualitas dan gender serta mempromosikan stop kebencian terhadap homoseksual, biseksual dan transgender-transeksual. Dari pembacaan Queer Puisi, Queer Monolog hingga Gogo dance. Yang pasti malam itu sungguh meriah dan memperlihatkan semangat serta solidaritas dari berbagai pihak untuk bersama melawan kebencian terhadap homoseksual, biseksual dan transgender-transeksual.
“Malam ini kami dengan penuh kebahagiaan dan semangat juang, ingin bersama merayakan peringatan IDAHOT 2016 dan perjalanan 10 tahun Arus Pelangi. 10 tahun sudah berlalu, dan kita tetap akan disini, dan kalian semua akan tetap bersama kami. Satu hal yang harus tetap diingat, kita tidak akan pernah lelah, tidak juga akan kehilangan harapan dan tidak akan pernah menyerah,” ungkap Lini Zurlia sebagai coordinator kegiatan malam itu.
(Foto: ilustrasi/ pixabay.com)
(Foto: ilustrasi/ pixabay.com)
Post a Comment