Header Ads

Perempuan, Pak Menteri dan Logika Cabai

Poedjiati Tan - www.konde.co

Tadi pagi ketika membeli nasi rawon untuk sarapan dan saya minta sambalnya ditambah, dan sang ibu penjual bilang, “Sori nik! Lombok larang (mahal-red) nanti kalo sudah turun tak tambahi!
Harga cabai memang tidak menentu harganya seperti cuaca akhir-akhir ini yang juga tak menentu. Persoalan cabai yang harganya melambung selalu terjadi setiap tahun. Tapi sepertinya pemerintah tidak serius mencari solusinya. Alih-alih mencari solusi, Menteri Pertanian, Amran Sulaiman justru melontarkan pernyataan yang merendahkan dan seperti menyalahkan perempuan.  

Pernyataan  Amran itu adalah “…. Ini cabai saja berteriak ‘malas’Kenapa ‘malas’? Ibu-ibu ada 126 juta penduduk Indonesia, kalau ini bergerak tanam cabai, mengurangi gosipnya lima menit, dengan tanam cabai lima menit per pagi, selesai persoalan cabai di Republik ini yang selalu kita bahas,” (Kompas, 12/01/2017dan pernyataan lainnya "Kami kasih benihnya gratis. Kalau bergerak ibu-ibu yang jumlahnya 126 juta orang, itu berapa besar dihemat oleh ibu-ibu. Persoalannya mau apa tidak. Kurangi make-up, kalau sedikit tak apalah agar disayang suami. Jangan malas tanam cabai di rumah," (Detik Finance 12/01.2017)

Pernyataan Menteri Pertanian ini mencerminkan cara pandang yang stereotip terhadap perempuan. Pemberian label atau cap negatif yang dikenakan kepada perempuan yang didasarkan pada status anggapan yang sesat. Stereotip yang dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Pernyataan ini menggiring masyarakat untuk terus melestarikan ketidakadilan gender yang dialami perempuan. Yang mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan dan melestarikan kekerasan terhadap perempuan

Begitu pula ketika terjadi kasus perkosaan atau kekerasan seksual terhadap perempuan, pertama yang disalahkan adalah perempuan. Perempuan yang menjadi korban dianggap berpakaian yang tidak pantas, berpakaian minim atau terbuka, keluar malam sendiran, berjalan sendirian, berperilaku menggoda dan lain sebagainya. Begitupula ketika terjadi kekerasan dalam rumah tangga, perempuan juga yang dipersalahkan karena dianggap menentang suami, tidak melayani suami dengan baik. Dan suami yang melakukan kekerasan terhadap perempuan dianggap wajar dan biasa.

Sebetulnya Indonesia telah melakukan ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskiminasi Terhadap Perempuan yang tertuang dalam UU No.7 Tahun 1984. Dalam salah satu pasal Konvensi Peghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan/CEDAW) menyebutkan bahwa negara berkewajiban untuk mengubah pola tingkah-laku sosial dan budaya laki-laki dan perempuan, dengan maksud untuk mencapai penghapusan prasangka dan kebiasaan dan segala praktek lainnya yang didasarkan atas inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin atau peran-peran stereotip laki-laki dan perempuan; serta untuk menjamin bahwa pendidikan keluarga mencakup pemahaman yang tepat mengenai kehamilan sebagai fungsi sosial dan pengakuan tanggung jawab bersama laki-laki dan perempuan. Negara di sini adalah eksekutif, legislatif, yudikatif, termasuk didalamnya adalah aparat pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat.

Komentar-komentar yang menyalahkan perempuan tidak kali ini saja terjadi. Memang menyalahkan itu lebih gampang daripada mencari solusi. Perempuan sering dianggap sebagai kelompok yang lemah, dan menjadi pihak yang paling mudah dikorbankan atau dijadikan kambing hitam atas segala problem sosial yang tidak bisa dipecahkan oleh penguasa. Seperti masalah cabai dianggap adalah permasalahan perempuan karena peran domestik yang dibebankan kepada perempuan, seperti yang berbelanja cabai adalah perempuan, yang memasak dan membutuhkan cabai adalah perempuan. Padahal yang memakan masakannya adalah sekeluarga.  

Menurut PP nomer 30 tahun 1980, setiap pegawai negeri harus “disiplin” yakni disiplin dalam ucapan, tulisan dan perbuatan baik di dalam maupun di luar jam kerja. Ucapan adalah setiap kata-kata yang diucapkan di hadapan atau dapat didengar oleh orang lain, seperti dalam rapat, ceramah, diskusi, melalui telepon, radio, televisi, rekaman, atau alat komunikasi lainnya.


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.