Debat Pilkada DKI, Ketika Perempuan Hanya Dilihat Sebatas Yang Nampak Saja
Poedjiati Tan - www.konde.co
Debat calon gubernur DKI Jakarta putaran pertama disiarkan secara langsung oleh beberapa televisi tanggal 13 Januari 2017 lalu.
Debat resmi yang diselenggarakan oleh KPUD DKI Jakarta ini kemudian melahirkan perdebatan seru di media sosial maupun diskusi-diskusi di ruang nyata tentang pembahasan isi debat dari ketiga pasangan calon.
Namun, paska siaran langsung debat Pilkada DKI Jakarta ini juga melahirkan sorotan pada Ira Koesno sebagai host atau pemandu debat tersebut. Ya, Ira Koesno menjadi bahan pembicaraan yang ramai dari para nitizen, meskipun Ira Koesno hanya membacakan pertanyaan dan tidak mengeluarkan pendapat atau argumen.
Debat resmi yang diselenggarakan oleh KPUD DKI Jakarta ini kemudian melahirkan perdebatan seru di media sosial maupun diskusi-diskusi di ruang nyata tentang pembahasan isi debat dari ketiga pasangan calon.
Namun, paska siaran langsung debat Pilkada DKI Jakarta ini juga melahirkan sorotan pada Ira Koesno sebagai host atau pemandu debat tersebut. Ya, Ira Koesno menjadi bahan pembicaraan yang ramai dari para nitizen, meskipun Ira Koesno hanya membacakan pertanyaan dan tidak mengeluarkan pendapat atau argumen.
Sayangnya, yang menjadi bahan pembicaraan justru tentang fisik, tentang kehalusan kulit Ira Koesno maupun kecantikannya meskipun usianya sudah tidak muda lagi. Tidak hanya itu saja, dokter kecantikan dan cara diet Ira Koesno pun ikut menjadi trend topik pembicaran netizen. Bahkan ada yang sempat kepo, nyinyir dengan biaya perawatan yang dikeluarkan Ira Koesno. Dan semakin jauh komentar pada netien ini sehingga mengarah pada komentar yang misoginis, misalnya
"Gajinya buat makan, shopping sama ngerawat muka dan body doang kali ya :)"
"Buat wanita gaji berapapun bisa habis utk hal2 yg saya sebut itu...plus jalan2"
"Daripada dipakai buat dokter kulit, mendingan buat anak, mendingan buat keluarga, mendingan buat piknik."
"Cantik cantik buat apa, ndak ada yang mau jadikan dia istri."
Perempuan memang seringkali dilihat dan dinilai sebagai objek. Objektivikasi ini dapat dilakukan oleh siapa saja, baik oleh orang tak dikenal yang sekedar mengomentari tubuh perempuan atau bahkan bisa menjadi sebuah pelecehan seksual. Teori objektifikasi (Fredrickson & Roberts, 1977) mendalilkan bahwa banyak perempuan diobjektifikasi secara seksual dan diperlakukan sebagai objek yang dinilai berdasarkan kegunaannya bagi pihak lain.
Dan seringkali secara tidak sadar kita jadi ikut menempatkan tubuh perempuan sebagai objek semata, memisahkan dari keutuhan perempuan dengan identitasnya. Konstruksi terhadap tubuh perempuan oleh masyarakat atau orang di luar dia akhirnya menjadi kontrol terhadap perempuan, terhadap kediriannya.
Identitas perempuan sering kali diidentikan dengan fisiknya, dengan kecantikan atau segala hal yang sudah dikonstruksikan oleh masyarakat tentang perempuan. Sering perempuan dilihat hanya dari tubuhnya, diintepretasikan melaui penampakannya.
Terkadang dijadikan simbol dan diperdagangkan entah itu yang terselebung atau terang-terangan dan seakan-akan itu demi kebaikan perempuan itu sendiri. Kita lihat saja postingan di media tentang Ira Koesno setelah acara debat tersebut.
Bahkan media online juga ramai membahas tentang kecantikan Ira Koesno, tentang umurnya, tentang dokter kulitnya dan tentang statusnya yang masih single, tentang rahasia kecantikannya, untuk menaikan rating mereka. Akhirnya, perempuan hanya dinilai sebatas yang nampak dari dirinya saja.
Terkadang dijadikan simbol dan diperdagangkan entah itu yang terselebung atau terang-terangan dan seakan-akan itu demi kebaikan perempuan itu sendiri. Kita lihat saja postingan di media tentang Ira Koesno setelah acara debat tersebut.
Bahkan media online juga ramai membahas tentang kecantikan Ira Koesno, tentang umurnya, tentang dokter kulitnya dan tentang statusnya yang masih single, tentang rahasia kecantikannya, untuk menaikan rating mereka. Akhirnya, perempuan hanya dinilai sebatas yang nampak dari dirinya saja.
Post a Comment