Header Ads

Merawat Yang Sakit


Poedjiati Tan - www.konde.co 

Setiap orang selalu ingin sehat, memiliki keluarga yang sehat dan tidak kekurangan sesuatu apapun. Tidak ada yang berharap anggota keluarganya akan sakit apalagi sakit parah yang memerlukan perawatan khusus. Merawat orang sakit khususnya keluarga terdekat (ayah, ibu, mertua, pasangan, suami, istri, anak atau orang yang tinggal dengan kita) membutuhkan effort yang besar. Bukan hanya uang dan tenaga saja tetapi juga psikologis khususnya emosi.

Orang yang sakit keras akan selalu memiliki emosi yang tidak stabil. Mereka seringkali merasa lelah dengan sakit yang diderita dan kadang merasa putus asa dengan keadaannya. Putus asa apakah mereka bisa sembuh dan  kembali normal seperti sediakala atau tidak. Dalam mengekspresikan apa yang dirasakan, mereka cenderung suka marah-marah, berkeluh kesah, sedih, merasa tidak beruntung, meratapi nasib dan emosi negatif lainnya.

Ekpresi yang dikeluarkan ini akan mempengaruhi orang disekelilingnya, anggota keluarga yang merawat atau yang tinggal bersama. Bagi yang merawat tentu ini bukan situasi yang menyenangkan dan juga bukan sesuatu yang mudah untuk diatasi. Keluarga yang merawat selain harus menghadapi emosi orang yang sakit, dia juga harus bisa memberikan semangat kepada yang sakit. Keadaan ini bisa menguras tenaga, pikiran dan juga psikologis bagi yang merawat. Selain merawat dan menyemangati yang sakit mereka juga harus bisa menyemangati diri sendiri, tidak terpancing emosi dan menjadi marah atau kesal dengan yang sakit. Selalu bisa sabar dan menunjukan empati kepada yang sakit. Padahal setiap manusia juga punya batas kesabaran dan saat-saat lemah secara fisik ataupun emosi.

Bila salah satu orang tua yang sakit dan memilik anak yang banyak ada kecenderungan  anak perempuan yang diminta untuk merawatnya atau anak yang tidak bekerja. Mama saya pernah bercerita tentang teman SMA-nya yang sakit parah hingga hampir mengalami kebutaan. Ketika reuni temannya itu datang bersama anak laki-lakinya. Anaknya itu menyuapi mamanya bahkan mengajak mamanya bernyanyi bersama di panggung. Kata mama saya, temanya itu bernasib baik memiliki anak laki-laki yang perhatian. Katnya, “Jarang ada anak laki-laki yang mau merawat orang tuanya! Dan kata mama saya, Seorang ibu bisa melahirkan dan merawat 7 anak sendirian tetapi belum tentu satupun dari 7 anak itu bisa merawat ibunya.

Memang seringkali bila ada orang tua yang sakit, anak-anaknya sering melempar tanggung jawab sesama saudara untuk merawat. Dan tak jarang harus bersitegang dengan sesama saudara siapa yang harus merawat. Bukan hanya ketersedian tenaga saja yang diperlukan tetapi juga ketersedian dana untuk merawat atau berobat. Kalau berobat mungkin yang sudah ikut BPJS bisa teratasi, tetapi ada hal-hal tertentu yang tidak tercakup dalam BPJS. Karena selain obat-obatan mereka juga perlu didukung makanan yang sehat, obat herbal tambahan, atau segala sesuatu yang bisa mendukung kesembuhan.

Bagaimana dengan suami atau istri yang sakit parah? Kalau suami  sakit parah dan istri yang merawat maka akan dianggap hal yang biasa. Dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan sudah menjadi kewajiban. Tetapi bila istri yang sakit dan suami yang merawat akan dianggap sebagai perbuatan yang menyentuh dan romantis. Tetapi bila suami tidak merawat istrinya yang sakit juga dianggap hal yang wajar bahkan kalau menikah lagi juga dianggap hal yang lumrah.

Bagaimana kalau anak yang sakit parah? Maka sudah tugas dan kewajiban istri untuk menjaga dan merawatnya. Bahkan tak jarang suami seperti melarikan diri dari kenyataan ketika sang istri membutuhkan bantuan untuk merawat atau dukungan. Karena begitulah budaya patriaki yang ada di msayarakat. Perempuan dianggap yang lebih tepat untuk merawat orang yang sakit.

Merawat orang yang sakit memang menguji semua perasaan yang kita miliki. Menguji perasaan cinta kita dan seberapa besar kita rela berkorban, perasaan takut kehilangan, perasaan marah dan sekaligus kasihan, Perasaan lelah dan ingin melarikan diri. Dan kadang mengoyak keakuan kita, membuat kita jadi bertanya kenapa saya yang harus mengalami? Tapi yang sering kita lupakan bahwa apa yang kita lakukan dengan cinta akan memberikan kebahagian untuk yang sakit.




Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.