Konvensi Penghapusan Diskriminasi Perempuan CEDAW. Apakah itu?
Luviana – www.Konde.co
1. Apakah Konvensi CEDAW itu?
CEDAW merupakan sebuah konvensi perempuan yang diinisiasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berisi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita atau Konvensi CEDAW (Convention On The Elimination of All Forms Discrimination Against Women).
2. Apakah Indonesia sudah meratifikasi konvensi ini?
Pemerintah Indonesia pada tahun 1984 sudah meratifikasi CEDAW. Kemudian ratifikasi ini tertuang melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984.
3. Apa implikasinya untuk perempuan Indonesia?
Setelah meratifikasinya, maka pemerintah konsekuensi dalam pelaksanaan konvensi ini, yaitu pemerintah harus menjamin tidak adanya diskriminasi terhadap perempuan di bidang sipil,politik, ekonomis, sosial dan budaya. Intinya prinsip non-diskriminasi harus menjadi landasan pemerintah dalam merancang kebijakan, program dan pelayanan publik untuk perempuan
4. Bagaimana kondisi perempuan setelah pemerintah melakukan ratifikasi CEDAW?
Dalam catatan Cedaw Working Group Indonesia (CWGI) sebuah jaringan organisasi masyarakat sipil dalam pemantauan terhadap pelaksanaan CEDAW di Indonesia pada tahun 2010, setelah 26 tahun pelaksanaan pemerintah Indonesia belum melaksanakan CEDAW dengan maksimal. Mari mengamati perkembangan dalam puluhan tahun ini, bahwa ratifikasi CEDAW yang seharusnya menjadi landasan hukum dalam merumuskan kebijakan nasional, faktanya masih ditemui (bahkan semakin banyak) produk UU (undang-undang) dan peraturan daerah yang bertentangan dengan konvensi CEDAW.
5. Apa saja produk hukum yang bertentangan dengan CEDAW dan mendiskriminasi perempuan Indonesia?
Produk hukum yang bertentangan tersebut antara lain: UU Pornografi no 44 tahun 2008, UU Perkawinan No 1 tahun 1974, Perda no 8 tahun 2007 tentang pelarangan prostitusi di Tangerang dan KUHP juga banyaknya peraturan daerah yang mengkriminalisasi perempuan. Beberapa produk hukum ini seringkali digunakan sebagai rujukan dan landasan dalam menetapkan peraturan dan menyelesaikan persoalan. Hasilnya? Tentu saja beberapa memiliki ‘aroma’ diskriminatif’.
6.Selain produk hukum yang rentan ‘aroma’ diskriminatif , apalagi kondisi dan situasi yang mendiskriminasi perempuan?
Beberapa fakta membuktikan bahwa terjadi situasi diskriminasi terhadap perempuan yang masih tinggi tingkat kasusnya, misalnya: kekerasan terhadap perempuan dan perdagangan perempuan (trafficking). Selain itu dalam akses dan partisipasi pembangunan, keterwakilan perempuan dalam jabatan publik yang masih rendah serta kesertaan dalam perencanaan pembangunan masih perlu ditingkatkan.
Dalam bidang kesehatan, angka kematian ibu yang masih saja tinggi dan pemenuhan kebutuhan kesehatan reproduksi yang terjangkau, seperti pap smear juga belum terpenuhi. Segi ketenagakerjaan, upah perempuan yang berbeda dan penempatan posisi yang rentan diskriminasi masih banyak ditemui.
7. Apa yang harus dilakukan dengan kondisi ini?
Dibutuhkan komitmen yang tinggi dan konsisten dari stakeholder/pengambil keputusan terhadap pembangunan dalam menjalankan ratifikasi CEDAW ini, sehingga fakta dan situasi diskriminasi terhadap perempuan melalui kebijakan, produk hukum dan yang lainnya bisa diminimalkan.
(Disadur dari: https://cwgi.wordpress.com/2010/07/19/cedaw-dan-komitmen-indonesia/)
Post a Comment