Header Ads

Pejabat yang Merendahkan Martabat Perempuan



Luviana- www.Konde.co

Jakarta, Konde.co - Pertengahan tahun 2017 ini, para perempuan Indonesia dikejutkan oleh pernyataan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, yang menanggapi kenaikan harga cabai di pasaran dengan mengeluarkan pernyataan:

“…. Ini cabai saja berteriak 'malas', Kenapa ‘malas’? Ibu-ibu ada 126 juta penduduk Indonesia, kalau ini bergerak tanam cabai, mengurangi gosipnya lima menit, dengan tanam cabai lima menit per pagi, selesai persoalan cabai di Republik ini yang selalu kita bahas,” (Kompas, 12/01/201).


Kalyanamitra menyatakan kekecewaannya atas pernyataan Menteri Pertanian yang  bersifat diskriminatif dan tidak adil kepada perempuan.

Listyowati, Direktur Kalyanamitra, menyampaikan bahwa pernyataan Menteri Pertanian tersebut menunjukkan ketidakmampuan Menteri dalam melihat persoalan kenaikan harga cabai secara komprehensif .

Akibatnya, yang terjadi justru mempersalahkan dan merendahkan perempuan dengan melakukan streotipe atau pelabelan negatif kepada perempuan, yaitu perempuan malas, tukang gosip, dan menghabiskan uang untuk beli alat make-up. Pernyataan Menteri Pertanian ini  jelas merupakan tindakan diskriminatif terhadap perempuan.

Negara Indonesia telah 33 tahun meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskimiinasi Terhadap Perempuan yang tertuang dalam UU No.7 Tahun 1984. Namun, sangat disayangkan penghapusan itu belum dilakukan di Indonesia. Pejabat publik seperti Menteri Pertanian RI justru melakukan tindakan diskriminasi yang sangat jelas melanggar UU No.7 Tahun 1984 melalui pernyataan tersebut. Pasal 5 UU No. 7/1984 tentang Ratifikasi Konvensi Peghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan/CEDAW) menyebutkan bahwa negara berkewajiban untuk mengubah pola tingkah-laku sosial dan budaya laki-laki dan perempuan, dengan maksud untuk mencapai penghapusan prasangka dan kebiasaan dan segala praktek lainnya yang didasarkan atas inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin atau peran-peran stereotip laki-laki dan perempuan; serta untuk menjamin bahwa pendidikan keluarga mencakup pemahaman yang tepat mengenai kehamilan sebagai fungsi sosial dan pengakuan tanggung jawab bersama laki-laki dan perempuan.

Listyowati juga menyampaikan, bahwa seorang menteri hendaknya memiliki perspektif yang  sistemik dan komprehensif  tentang perempuan. Perspektif inilah yang tidak dimiliki oleh Menteri Pertanian sehingga tanpa beban mengeluarkan pernyataan yang tidak pantas, yang merendahkan derajat dan martabat perempuan.

“Sangatlah jelas bahwa tidak ada kolerasi atau hubungan antara kenaikan harga cabai dengan perempuan yang seakan-akan diposisikan sebagai “pelaku” yang menyebabkan harga cabai menajdi mahal. Setiap orang, baik itu laki-laki atau perempuan adalah konsumen dari cabai. Maka tidak ada satu entitas anggota masyarakat yang harus bertanggung jawab terhadap kondisi ini. Kenaikan harga cabai harus dilihat dari sudut pandang yang lebih komprehensif yaitu dari sisi petani, pasokan pupuk, pemasaran, kondisi cuaca dan juga peran negara dalam mengendalikan pasar,” ujar Listyowati.

Pernyataan tersebut sungguh tidak layak disampaikan oleh pejabat publik sekelas menteri, yang seharusnya mempunyai keberpihakan kepada masyarakat, termasuk perempuan. Jika Indonesia berkomitmen untuk melakukan pembangunan manusia seutuhnya, maka perempuan harus dilihat sebagai subjek pembangunan, bukan objek pembangunan. 

Ketidaksetujuan dan kekecewaan yang disampaikan oleh Direktur Kalyanamitra terhadap pernyataan Menteri Pertanian RI tersebut diperkuat juga oleh pernyataan Ibu Ari (42 tahun) warga Cipinang Besar Utara yang mengatakan:

“…kenapa sih Menteri Pertanian menge-judge perempuan? Saya sangat sangat tidak setuju, kenapa harus perempuan yang dianggap malas dan mengabiskan uang, itu laki-laki merokok juga merugikan dan bikin penyakit”


Penolakan senada terhadap pernyataan Menteri Pertanian juga disampaikan oleh Ibu Endang (40 tahun) yang mengatakan:

“… saya tidak setuju dengan pernyataan Pak Menteri Pertanian tentang kenaikan harga cabe dikaitkan dengan perempuan, memangnya nanam cabe itu cepat, itu butuh proses lama pak lha saya mau makan cabenya sekarang…. “


Atas dasar keprihatinan tersebut, maka Kalyanamitra menuntut Menteri Pertanian segera meminta maaf secara terbuka kepada perempuan Indonesia dan menarik pernyataannya karena tidak memiliki perspektif keadilan dan kesetaraan gender yang merupakan Tujuan SDGs ke-5 yaitu Kesetaraan Gender.

“ Selanjutnya Pemerintah segera melakukan kajian tentang kenaikan harga bahan pokok khususnya cabai  secara komprehensif yang berkeadilan dan berkesetaraan gender.  Pemerintah harus meningkatkan wawasannya secara komprehensif tentang peran perempuan dalam rantai produksi dan konsumsi pangan, agar program-program kerjanya berperspektif keadilan  dan kesetaraan gender.”

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.