Header Ads

Sejauh Mana Media Memiliki Perspektif Terhadap Korban Kekerasan Seksual?



Luviana – www.konde.co

Jakarta, Konde.co – Yuniyanti Chuzaifah, Wakil Ketua Komnas Perempuan tampak berbincang dengan sejumlah staf Komnas Perempuan, Elwi Gito dan Christina Yulita bersama Ketua Dewan Pers, Stanley Adi Prasetyo di kantor Dewan Pers pada Rabu 1 Juni 2016 kemarin.

Hari itu memang ada launching penelitian Komnas Perempuan tentang: sejauh mana media memiliki perspektif terhadap korban kekerasan seksual di Indonesia? yang dilakukan Komnas Perempuan di Gedung Dewan Pers Jakarta.

Penelitian tersebut dilakukan Juli- Desember 2015 pada 9 media di Indonesia, yaitu: Media Online Tempo.co, kompas.com, Jakarta Globe, Media indonesia dan Jakarta Post. Dan media cetak Pos Kota, Indo Pos, Republika, Kompas dan Koran Sindo.

Penelitian ini ingin mengungkapkan: bentuk kekerasan seksual apa yang paling banyak diberitakan media, apakah pemberitaan media telah memenuhi kode etik jurnalistik dan apakah media telah menuliskan pemberitaan untuk pemenuhan hak korban kekerasan seksual?

Sejumlah peneliti dari Komnas Perempuan yaitu: Bunga Manggar Riska, Miranda Olga Viola, Nur Laili Oktavian, Lidya Apriliani Napitupulu, Zakiatunnissa, Chrismanto Purban, Christina Yulita, Elwi Gito, Mariana Amiruddin dan Mia Olivia menyimpulkan bahwa media dalam pemberitaannya masih menggiring pembacanya untuk membuat stereotype dan menghakimi korban. Media juga terlalu cepat mengambil kesimpulan dengan menggunakan kalimat yang menarik perhatian pembacanya.


 A. Pemberitaan Terbanyak


Penelitian ini menemukan bahwa: Pos Kota memberitakan paling banyak untuk topik kekerasan seksual (101 berita), disusul Kompas (66 berita).

Pemberitaan seksual yang ditulis misalnya mengenai: perkosaan, intimidasi seksual, pelecehan seksual, eksploitase seksual, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, prostitusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan termasuk kawin gantung dan pemaksaan kehamilan. 


B. Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik (KEJ)


Secara umum, penelitian ini menyebutkan bahwa pelanggaran kode etik yang paling banyak adalah mencampurkan fakta dan opini (38%), mengungkap identitas korban (31%) dan mengungkap identitas pelaku anak (20%).

Kompas dalam bulan Juli-September 2015 menuliskan 139 berita mengenai kekerasan dan 66 pemberitaan tentang kekerasan seksual. Dari pemberitaan tersebut, kompas masih menuliskan beberapa berita yang tidak sesuai KEJ, yaitu mengungkap identitas korban (46%), mencampurkan fakta dan opini (37%) dan mengandung informasi cabul dan sadis (17%).

Sedangkan Koran Sindo, menuliskan 15 pemberitaan tentang kekerasan seksual. Berita yang tidak sesuai KEJ yaitu mencampurkan fakta dan opini (44%), mengungkap identitas korban (39%) dan mengandung informasi cabul dan sadis (17%).

Pos Kota, menuliskan 101 berita tentang kekerasan seksual. yang tidak sesuai KEJ yaitu mencampurkan fakta dan opini (52%), mengungkap identitas korban (28%) dan mengandung informasi cabul dan sadis (15%)

Republika, menuliskan 9 berita kekerasan seksual. Yang tidak sesuai KEJ mengungkap identitas korban (60%) dan mencampurkan fakta dan opini (40%)

Koran Tempo, menulis 32 pemberitaan kekerasan seksual. Yang tidak sesuai KEJ yaitu mencampurkan fakta dan opini (53%) dan mengungkap identitas korban (47%).

Media Indonesia, menulis 8 berita kekerasan seksual. Yang tidak sesuai KEJ yaitu mencampurkan fakta dan opini (50%) dan mengungkap identitas korban (50%).

Indo Pos, menulis 26 berita kekerasan seksual. Yang tidak sesuai KEJ yaitu mengungkap identitas korban (43%), mencampurkan fakta dan opini (39%) dan mengandung informasi yang sadis dan cabul (14%).

C. Pemenuhan hak korban

Penelitian ini juga membuktikan bahwa terdapat penggunaan diksi atau kata yang bias (29%) dan mengungkap identitas korban kekerasan seksual (19%).

Sejumlah berita yang menjadi pemberitaan dalam penelitian ini misalnya berita yang menarik perhatian masyarakat misalnya soal kekerasan seksual di jembatan penyeberangan Jakarta, kekerasan di salah satu alat transportasi Busway, Perkosaan yang dilakukan guru terhadap muridnya, kekerasan seksual yang berujung pada kematian dan juga tentang hukuman kebiri, juga pemberitaan mengenai pembunuhan sekretaris di kamar hotel di Garut.


D. Kesimpulan


Berdasarkan analisa terhadap 9 pemberitaan ini, pemberitaan kekerasan seksual  yang paling banyak diberitakan adalah perkosaan (45%), pelecehan seksual (34%) dan perdagangan perempuan untuk tujuan seksual (10%)

Penelitian ini juga membuktikan bahwa terdapat penggunaan diksi atau kata yang bias (29%) dan mengungkap identitas korban kekerasan seksual (19%).

Secara umum, penelitian ini menyebutkan bahwa pelanggaran kode etik yang paling banyak adalah mencampurkan fakta dan opini (38%), mengungkap identitas korban (31%) dan mengungkap identitas pelaku anak (20%).

Media juga disimpulkan masih menggiring pembacanya untuk membuat stereotype dan menghakimi korban, terlalu cepat mengambil kesimpulan dengan menggunakan kalimat yang menarik perhatian pembacanya.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.