Header Ads

Hari Pekerja Rumah Tangga Internasional

Poedjiati Tan - www.konde.co

Tanggal 16 Juni dikenal sebagai Hari Pekerja Rumah Tangga Internasional. Mengapa? Karena pada tanggal ini 5 tahun yang lalu tepatnya 16 Juni 2011, para delegasi pemerintah, pekerja dan pengusaha dari ILO (organisasi buruh sedunia) mengadopsi Konvensi ILO No. 189 dan Rekomendasi 201 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT). Banyak orang yang belum mengetahui tentang Konvensi ILO 189 dan Rekoendasi 201 tentang kerja layak bagi PRT ini. Padahal tujuan dari Konvensi ILO 189 dan Rekomendasi 201 ini untuk meningkatkan kondisi kerja dan kehidupan yang layak bagi puluhan juta PRT di seluruh duni. Saat ini, masih banyak masyarakat yang menganggap pekerjaan rumah tangga bukan sebagai pekerjaan dan sering mempekerjakan PRT tanpa aturan atau bahkan menganggap tidak perlu ada aturan yang melindungi PRT. Kondisi saat ini masih sering ditemukan PRT yang bekerja tanpa perlindungan hukum yang  jelas dan tak jarang harus menerima penyiksaan, kekerasan atau pelecehan dari pemberi kerja.

Konvensi ILO 189 dan Rekomendasi 201 ini merupakan suatu pengakuan terhadap kontribusi pekerjaan rumah tangga dari nilai ekonomi dan sosial. Konvensi juga merupakan standar baru perlindungan sosial yang wajib diterapkan oleh negara-negara termasuk didalamnya pemerintah, pengusaha dan pekerja untuk bersama melakukan upaya dan tindakan guna mengatasi diskriminasi dan kekerasan yang dialami PRTyang kebanyakan adalah perempuan, dinegaranya  masing-masing. Konvensi juga merupakan standar baru untuk melakukan langkah penting guna memajukan kesetaraan gender di dunia kerja dan menjamin hak-hak perempuan yang setara dan perlindungan di bawah hukum.

Mengapa Indonesia penting meratifikasi atau menjadikan Konvesi ILO 189 dan Rekomendasi 201 sebagai bagian dari hukum nasional tentang ketenagakerjaan? Karena saat ini, Indonesia mempunyai 6 juta penduduk yang bekerja sebagai PRT migran (bekerja di luar negeri) dan 10 juta penduduk yang bekerja sebagai PRT domestik (bekerja di dalam negeri sendiri), dan hampir 80%nya adalah perempuan. Dari sekian banyak penduduk tersebut, mereka bekerja tidak dalam perlindungan hukum karena tidak adanya aturan hukum yang mengatur dan melindungi PRT. Bahkan banyak yang bekerja dalam situasi kerja yang tidak layak karena tidak adanya perjanjian kerja baik tertulis maupun lisan. Sehingga dapat dikatakan PRT adalah warga negera yang sangat dibutuhkan tenaganya tapi tidak ada UU yang melindungi hak-haknya sebagai warga negara yang bekerja. 


Di dalam Konvensi ILO 189, terdapat sejumlah poin yang bisa melindungi PRT dari kasus-kasus kekerasan dan ketenagakerjaan. Poin tersebut di antaranya batas usia minimum PRT, standar dan mekanisme upah, perjanjian kerja tertulis, batasan jam kerja, dan jaminan sosial. Salah satu poin dari Konvensi ILO 189 yang penting kita tahu adalah tentang batasan jam kerja dan waktu istirahat bagi PRT. Standar kelayakan terkait jam kerja dan waktu istirahat dalam Konvensi ILO 189 adalah sebagai berikut:

Pekerja Rumah Tangga berhak atas:
       Jam Kerja normal sebanyak-banyaknya 40 jam/minggu dengan pilihan: sebanyak-banyaknya 8 jam/hari untuk 5 hari kerja/minggu atau 7 jam/hari untuk 6 hari kerja/minggu
       Masa istirahat harian jeda antar jam kerja minimal 1 jam dan istirahat harian setelah waktu kerja
        Masa istirahat mingguan sekurang-kurangnya 24 jam berturut-turut/minggu
       Cuti tahunan berbayar sekurang-kurangnya 12 hari/tahun
       Cuti haid sekurang-kurangnya 2 hari selama haid
        Cuti kehamilan & kelahiran

Ada istilah jam siaga yakni wakti dimana PRT tidak bebas menggunakan waktu mereka dan diminta sewaktu-waktu merespon panggilan untuk bekerja. Dan dalam Konvensi ILO 189, jam siaga ini dihitung sebagai bagian jam kerjaAdapun untuk ekstra jam kerja atau lembur di mana PRT dipekerjakan melebihi jam kerja, maka PRT berhak atas upah lembur.

Seperti kita tahu, PRT adalah profesi yang paling rentan eksploitasi dan kekerasan karena ranah kerjanya di rumah tangga dan belum ada aturan hukum yang melindunginya. Banyak kita temui PRT mendapatkan kekerasan fisik, kekerasa seksual baik itu pelecehan seksual, perkosaan, gaji yang tidak dibayarkan, pemecatan sepihak dan perlakuan atau penghukuman yang tidak manusiawi hanya karena persoalan atau kesalahan kecil. 

Seharusnya sudah saatnya bagi pemerintah Indonesia untuk tidak menutup mata dengan banyaknya peristiwa yang menimpa PRT baik di dalam negeri ataupun di luar negeri. Sudah 12 tahun Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT diajukan ke DPR dan menjadi prioritas pembahasan dalam Program Legislasi Nasional. Namun, sampai sekarang masih belum ada kejelasan kapan akan dibahas dan disahkan menjadi undang-undang. Pemerintah Indonesia juga masih belum meratifikasi Konvensi ILO 189.


Pekerja Rumah Tangga sama dengan profesi pekerjaan lainnya yang juga membantu perekonomian bangsa, namun mereka masih terus diabaikan dan tidak diakui keberadaanya. Tidak hanya pemerintah tapi masyarakat juga sering mengabaikan PRT. Kesadaran untuk menghargai PRT sebagai pekerja harus terus dibangun agar masyarakat bisa berlaku adil terhadap para PRT dan memperlakukan mereka sebagai pekerja yang selayaknya. 





Sumber :
http://www.kompasiana.com/irfan68/sisi-lain-pekerja-rumah-tangga-memperingati-hari-prt-internasional-16-juni-2015_557fe817f87a61ba218da97e

foto : IPDPRT Sapulidi
koleksi Poedjiati Tan


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.