Header Ads

Bagaimana Kondisi Pengarusutamaan Gender di RRI?


Luviana- www.konde.co

Jakarta, Konde.co- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di ulangtahunnya yang ke-22 pada Jumat, 26 Agustus 2016 lalu meluncurkan sebuah buku: Laporan Tahunan AJI di tahun 2016. Dalam laporan tahunan tersebut terdapat pemetaan tentang: bagaimana kondisi perempuan di Radio Republik Indonesia (RRI)?.

Pemetaan yang dilakukan AJI di tahun 2015 ini untuk mengetahui bagaimana kondisi pengarutamaan gender di RRI.

Pemetaan dilakukan dengan menggunakan metode riset kuantitatif dan kualitatif dengan sejumlah unit analisis, antaralain:

A. Kesetaraan dan keadilan gender pengambil keputusan dalam institusi media
B. Kesetaraan dan keadilan gender dalam relasi kerja di institusi media
C. Kebijakan dan kesetaraan keadilan gender dalam produk jurnalistik
D. Posis institusi (gender blind, netral gender atau responsif gender)


Hasil Pemetaan Kondisi Perempuan dan Pengarusutamaan Gender di RRI:

1. Secara umum posisi RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP) diharapkan mempunyai peran penting dalam kesetaraan gender, namun secara substansi masih jauh dari harapan. Posisi RRI jika jika ditinjau dari analisa gender berada pada posisi netral gender, yaitu memberikan kesempatan yang sama disaat kondisi tidak setara.

2. Kondisi yang tidak menguntungkan pada perempuan tampak pada kesempatan dalam mencapai posisi pengambil kebijakan. Hal ini terlihat pada fenomena “glasss Ceiling”, dimana ada hambatan-hambatan tak kasat mata terjadi pada perempuan ketika akan mencapai posisi puncak. Hal ini disebabkan karena kebijakan yang tidak transparan, yang tidak afirmatif bagi perempuan untuk mencapai posisi pengambil kebijakan.

3. Jumlah pegawai RRI 40%nya adalah perempuan dari jumlah sekitar 6500 pegawai, namun di luar direktorat program dan pemberitaan, mayoritas pegawai perempuan menjalankan fungsi administratif. Kondisi ini juga dipengaruhi status pegawai yang tersegregasi menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan bukan PNS yang tidak memiliki jenjang karir seperti PNS, dan umumnya yang bukan PNS ini menjalankan tugas administratif.

4. Jumlah perempuan pemegang jabatan struktural/ pengambil kebijakan di RRI hanya 35% dari sekitar 900 jabatan struktural. Sedangkan pada posisi top level, dari 5 dewan pengawas, hanya 1 yang perempuan. Dari 5 direksi, hanya 1 yang perempuan.

5. Jika ditilik dari kebijakan nasional pengarusutamaan gender berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) nomor 9/ 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, presentase ini sudah memenuhi persyaratan. Namun jika diukur berdasarkan indikator sensitif gender, kondisi RRI masih lemah.

6. Kebijakan yang belum tampak di RRI misalnya:
A. Belum tampak pelibatan perempuan dalam pengambilan keputusan pada level tertentu 
B. Keputusan masih didominasi laki-laki
C. Belum ada mekanisme dalam penyelesaian pelecehan seksual dan intimidasi di ruang kerja
D. Tidak ada mekanisme penilaian redaksi yang terbuka, akses pendidikan yang terbuka dan transparan
E. Pemenuhan hak masih rendah di beberapa segi misalnya: penyediaan ruang laktasi, penitipan anak, hak cuti bagi suami untuk menemani istri ketika melahirkan.

7. Dari sisi redaksi, RRI memiliki misi menyelenggarakan program siaran berperspektif gender dan melayani kelompok minoritas. Hal ini bisa dilihat dengan pembuatan program khusus: “Suara Perempuan.” Hanya RRI belum mempunyai mekanisme pemantauan sensitif gender pada konten pemberitaannya.

 
(Disadur dari buku Laporan Tahunan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), 2016, Arus Balik Demokrasi: Keberagaman Diberangus, Kebebasan Ditindas, 2016 hal. 82-84. Penulis: Arfi Bambani dan Abdul Manan)

(Foto: Ilustrasi/ Pixabay.com)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.