Berjuang dari Rumah
Susu kedelai dan kacang hijau buatan rumah |
Melly Setyawati - www.konde.co
Bisakah kau bayangkan bahwa yang kita lawan adalah raksasa kapitalisme? Dengan kuku yang menancap ke bumi serta tanduk yang menjungkal ke langit mirip “the devil”. Iya itulah yang saya bayangkan betapa besar kuasanya bahkan nyaris lelah menghadapinya. Bagaimana tidak, setiap jengkal kehidupan jadi serba instant dan tidak sehat. Bisakah hidup tanpanya?
Dulu, kami (saya dan beberapa kawan organisasi mahasiswa) sempat menertawakan saat air menjadi barang dagangan di pasar. Bagaimana mungkin, karena kita mudah mendapatkan air dari tanah dan kran. Bahkan kolam air jernih bisa menjadi tempat pemandian, yang berarti begitu berlimpahnya air bagi kami.
Seorang kawan saat itu pernah memprediksi bahwa air bisa masuk supermarket, langsung kami semua tertawa dan mencibir “mana mungkin”.
15 tahun kemudian saya tercengang dengan maraknya produksi air kemasan yang terpampang di lemari supermarket dan warung – warung di perkampungan. Bahkan saat peringatan hari raya, sajian teh hangat di gelas kembang sudah berganti menjadi gelas plastik air kemasan , inilah yang terjadi di rumah saya.
Saya menjadi sangat bersalah, bahwa saya menentang keserakahan kapitalisme tetapi saya masih menggunakan produknya. Tidak hanya air tetapi odol, sabun dan shampo. Iya saya masih kampret...ups semoga Meya tidak membacanya kalaupun membaca saya akan menjelaskan “kampret itu anak kelelawar le”.
Perlahan saya mengatasi rasa bersalah dengan tidak menggunakan makanan instant bagi bayi Meya. Memang terasa berat karena waktu yang dibutuhkan cukup lama. Saya pernah mencoba membandingkannya hampir 10 kali lebih lama. Ini dihitung dari proses pembuatan bahan dasar hingga menjadi makanan siap saji (MPASI). Kalau makanan instant bubur susu cukup 20 menit yakni 15 menit belanja dan memasak butuh waktu sekitar 5 menit. Berbeda dengan pembuatan bubur beras manual, yang membutuhkan sekitar 2 jam. Mulai dari menyuci beras, menyangrai, menghaluskannya, menyaring hingga memasaknya. Woow banget khan.... Bagaimana jika ini dialami oleh perempuan pekerja harian? Bisa kena berbagai potongan tunjangan karena terlambat kerja. Kebetulan saja saya masih bisa melakukannya.
Perlahan saya mengatasi rasa bersalah dengan tidak menggunakan makanan instant bagi bayi Meya. Memang terasa berat karena waktu yang dibutuhkan cukup lama. Saya pernah mencoba membandingkannya hampir 10 kali lebih lama. Ini dihitung dari proses pembuatan bahan dasar hingga menjadi makanan siap saji (MPASI). Kalau makanan instant bubur susu cukup 20 menit yakni 15 menit belanja dan memasak butuh waktu sekitar 5 menit. Berbeda dengan pembuatan bubur beras manual, yang membutuhkan sekitar 2 jam. Mulai dari menyuci beras, menyangrai, menghaluskannya, menyaring hingga memasaknya. Woow banget khan.... Bagaimana jika ini dialami oleh perempuan pekerja harian? Bisa kena berbagai potongan tunjangan karena terlambat kerja. Kebetulan saja saya masih bisa melakukannya.
Sehingga tawaran instant memang menggiurkan yakni menghemat waktu dan tenaga. Pernah terpikir kah kandungan dalam produk produk makanan instant yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan terakumulasi? Pasti nantinya sama saja akan menghabiskan waktu dan tenaga yang lebih besar. Ini terbukti pada pengalaman kerabat saya yang terkena penyakit ginjal dan jantung akibat pola hidup instant.
Tradisi pangan sehat dahulunya berasal dari desa namun ironisnya di beberapa desa yang saya kunjungi justru menggunakan produk makanan instant untuk bayi termasuk penggunaan susu formula pada bayi tanpa alasan khusus.
Maka event Festival Desa yang terselenggara di Ragunan pada tanggal 29 dan 30 Oktober 2016 kemarin menawarkan berbagai pengetahuan dan tips pola hidup sehat berawal dari rumah mulai dari kopi sehat, penyedap sehat dan seterusnya. Bahkan di kota – kota kecil seperti Solo sudah ada komunitas – komunitas sehat dengan memproduksi sendiri di rumah untuk berbagai bahan pangan keluarga. Iya mengembalikan rumah sebagai produsen bukan sebagai konsumen doank..
Pengetahuan memang sangat penting untuk melawan namun yang paling penting adalah kemauan memulainya, bagaimana denganmu?
(foto: dokumentasi penulis)
Post a Comment