Eskalasi Kekerasan terhadap Orang-Orang LGBTI Sudah di Luar Batas Rasa Kemanusiaan
Poedjiati Tan www-konde.co
Kekerasan terhadap LGBT terus meningkat tidak saja dilakukan oleh masyarakat tetapi juga oleh aparat dan negara. Tanggal 27 November 2018 Kota Pariaman Sumatera Barat mengerluarkan perda larangan dan sanksi hukum aktivitas LGBTI dengan sanksi denda sebesar Rp.1.000.000,-. LGBT tidak saja mendapat diskriminasi tetapi juga kekerasan fisik dan juga tuntutan hukum.
Dalam bulan November ini serangan LGBT seperti bertubi-tubi, hal ini mendorong Federasi Arus Pelangi membuat pernyataan sikap;
”Eskalasi Kekerasan terhadap Orang-Orang LGBTI Sudah di Luar Batas Rasa Kemanusiaan"
Kebencian terhadap orang-orang LGBT yang berdampak pada diskiriminasi dan kekerasan yang akhir
akhir ini meningkat tajam. Kurang dalam satu bulan terakhir saja, sudah ada tiga kasus kekerasan yang menimpa kawan-kawan transgender perempuan di Indonesia:
1. Jumat, 2 November 2018 Petugas Satpo|PP kabupaten Pesisir Barat, Lampung, menangkap tiga orang yang dituduh sebagai LGBT di lokasi wisata Labuhan Jukung. Petugas kemudian menyemprot mereka dengan mobil pemadam kebakaran (damkar) dalam rangka yang disebut ”mandi wajib". Dalam razia itu, petugas mengambil foto ketiga transgender yang kemudian tersebar di media sosial Lampung.
2. Minggu, 4 November 2018, viralnya foto transpuan (waria) bersama pasangannya mendapat perhatian dari kepolisian di Provinsi Sumatera Barat. Bekerja sama dengan pemuka adat mengeluarkan pernyataan adat sebagai dasar penggerebekan terhadap salon di mana salah satu korban bekerja. Empat orang transpuan yang bekerja di salon tersebut dibotaki paksa.
3. Sabtu 17 November 2018 Warga salah satu kampong di Jakarta Timur memasang spanduk anti LGBT yang berujung pada pengusiran tujuh Transgender perempuan yang indekost diwilayah tersebut. Ketua RT setempat mengumpulkan 200 tanda tangan warga untuk menolak keberadaan tujuh kawan transgender perempuan tersebut di Kampung Sumur.
4. 19 November 2018, 2 Transgender perempuan di Jatiasih Bekasi menjadi korban kekerasan puluhan pemuda di malam Maulid Nabi. Dua Transgender perempuan tersebut ditelanjangi dan dihajar kurang lebih ljam oleh sekitar 50-60 pemuda berbaju putih-putih.
Dua dari empat kasus di sepanjang bulan November ini dilakukan oleh aparat Negara dan sisa nya oleh ormas. Data ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arus pelangi di tahun 2016, bahwa 27 % pelaku kekerasan terhadap komunitas LGBTI di Indonesia adalah aparat Negara dan 27% Organisasi masyarakat berbasis keagamaan yang membuktikan bahwa Aparat Negara dan organisasi Masyarakat paling banyak meiakukan kekerasan kepada 0rang~orang LGBTI di Indonesia.
Hal ini juga dibuktikan oleh Jumlah ujaran kebencian atau pernyataan negatif tokoh masyarakat maupun aparatur Negara yang menebarkan stigma pada LGBTI meningkat tajam di sepanjang tahun 2016. Hal ini menjadi Lisence to violate atau legitimasi bagi aparat Negara di bawahnya dan masyarakat untuk meiakukan kekerasan terhadap orang-orang LGBTI di Indonesia. Sehingga dari awal tahun 2016 sampai dengan tahun 2017, berdasarkan pemantauan Arus pelangi terdapat 172 insiden kekerasan yang dialami oleh orang-orang LGBTI dan jumlah nya kian meningkat hingga tahun 2018.
Kami Federasi Arus Pelangi mengecam bentuk bentuk kekerasan, dan pengusiran paksa yang dilakukan oleh aparat Negara yang merendahkan martabat komunitas LGBTI di Indonesia sebagai
manusia. Untuk itu kami menuntut:
Pemerintah untuk menjalankan rekomendasi UPR (universal periodic Review) terkait perlindungan bagi komunitas LGBTI di Indonesia.
1. Pemerintah untuk Menghentikan stigma, diskriminasi dan kekerasan dalam bentuk apapun yang berdasarkan orientasi seksual, identitas gender dan ekspresi gender, baik yang dilakukan oleh Aparat Negara (termasuk Kepolisian dan Satpoi PP) maupun oleh Masyarakat Umum (termasuk Ormas berbasis Agama) serta mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran hukum dan HAM orang-orang LGBTI yang sudah lama terbengkalai dan tidak pernah ada penyelesaiannya.
2. Aparat Penegak Hukum untuk menjalankan mandatnya untuk melindungi setiap warga Negara dari segala bentuk stigma, diskriminasi dan kekerasan serta mengusut tuntas kasus-kasus kekerasan yang dialami oleh kelompok LGBTI di Indonesia
3. Pemerintah untuk memprioritaskan proses pengkajian ulang semua kebijakan negara (termasuk peraturan daerah) yang secara Iangsung maupun tidak Iangsung mengkriminalisasi dan mendiskriminasi orang-orang LGBTI serta harmonisasi hukum nasional, kebijakan dan praktik-praktik hukum
4. Melindungi, Memenuhi, Mengakui dan mempromosikan hak asasi manusia secara universal termasuk didalamnya hak asasi manusia kelompok LGBTI yang merupakan bagian dari warga Negara Indonesia. tanpa tindak kekerasan maupun kriminalisasi, serta seluruh Iapisan Negara baik eksekutif, Iegislatif dan yudikatif tidak menggunakan isu gender dan seksualitas sebagai alat politik.
5. Rekan-rekan media Untuk melakukan pemberitaan yang menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik,dan prinsip-prinsip peliputan yang pro penyintas dan “D0 no harm", serta menitik beratkan pada empati atas dasar kemanusiaan.
Post a Comment