Kanker, Kita Bisa, Aku Bisa
Poedjiati Tan – www.Konde.co
Setiap kali memperingati hari kanker selalu ada perasaan yang bercampur aduk pada diri saya. Ingatan saya langsung ke mama saya yang saat ini sedang menderita kanker payudara.
Tanggal 4 Februari diperingati sebagai Hari Kanker Sedunia. Penetapan tanggal 4 Februari berdasar Piagam Paris (Charter of Paris) pada pertemuan ‘World Summit Against Cancer for the New Millenium’ tahun 2000.
Sudah hampir dua tahun saya menemani mama yang terkena kanker.
Usianya yang 80 tahun tidak memungkinkan mama untuk melakukan tindakan kemoterapi. Saat ini mama saya hanya menjalani pengobatan alternatif dan akupuntur. Meskpun saya tahu kemungkinan sembuh itu kecil tetapi setidaknya bisa memperpanjang usia mama saya. Sehingga saya masih mempunyai kesempatan membahagiakan mama saya.
Kanker payudara sering menjadi momok bagi perempuan. Sepupu saya juga menderita kanker payudara dan bulan lalu baru menjalani operasi pengangkatan payudaranya serta menjalani kemoterapi.
Ketika di vonis menderta kanker payudar stadium 2 dan harus segera di operasi, dia benar-benar shock. Dia merasakan sedih yang luar biasa, antara takut mengahadapi operasi dan juga merasa akan menjadi perempuan yang tidak sempurna karena kehilangan payudaranya.
Untung dia mempunyai suami yang sangat mendukung dan mencintai dia. Ketika mengalami kesakitan akibat kemoterapi, suaminya selalu menemani dengan setia dan merawatnya.
Dari sini saya melihat, bahwa ketika seorang perempuan di vonis kanker payudara, bukan hanya persoalan penyakit kankernya saja yang harus dihadapi. Apalagi bila perempuan itu dalam usia yang masih produktif atau muda.
Bagaimana dia harus menghadapi kenyataan kehilangan payudara, ketakutan bila suami akan berpaling dan tidak lagi menyukai tubuhnya yang tidak utuh. Ada perasaan malu tidak memiliki payudara.
Ketakutan lain adalah ketika dia bisa saja tidak mempunyai anak atau menyusui anaknya. Belum lagi ketika masa pengobatan hingga penyembuhan, ada perasaan tidak bisa melakukan perannya sebagai isteri ataupun ibu kepada anaknya.
Beban psikologi dan stigma terhadap perempuan dengan kanker payudara sering mempeburuk keadaan perempuan itu sendiri. Mereka tidak hanya melawan kankernya tetapi juga harus mengatasi beban psikologis di dalam dirinya. Dukungan suami, keluarga dan orang-orang terdekat sangat dibutuhkan untuk menjalani proses penyembuhan.
Sepupu saya yang mengikuti komunitas kanker, mengatakan komunitas itu sangat membantu. Karena mereka jadi saling menguatkan dan berbagi pengalaman selama proses penyembuhan. Mereka menyebutnya perkumpulan perempuan suji (susu siji) yang artinya payudara satu.
Konferensi Kesehatan di Paris, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Penelitian Kanker Internasional (International Agency for Research on Cancer) mendukung Perkumpulan Pengendalian Kanker Internasional (Union for International Cancer Control) untuk berbuat lebih banyak dalam mempromosikan kesadaran kesehatan, cara menghindari kanker dan mengurangi secara global tragedi yang ditimbulkan kanker.
Setiap 4 Februari diperingati sebagai hari kanker karena untuk menyelamatkan jutaan jiwa dari kematian yang dapat dicegah. Hal ini dilakukan dengan cara mendorong pemerintah dan individu untuk mengambil langkah, meningkatkan kepedulian pada kanker, dan meningkatkan langkah pencegahan, deteksi dini, maupun pengobatannya. Demikian dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, Sabtu (4/2/2017).
Tema hari Kanker Sedunia Tiga tahun ini (2016-2018) “Kita Bisa. Aku Bisa (We can, I Can)” . Tema tersebut bermakna menyebarkan pesan bahwa setiap orang baik secara bersama atau individual bisa mengambil peran dalam mengurangi beban dan permasalahan kanker.
“Kita Bisa. Aku Bisa (We can, I Can)” .
Pesan yang mengajak setiap orang baik secara bersama atau individual bisa mengambil peran dalam mengurangi beban dan permasalahan kanker sangatlah tepat. Kita tidak bisa sendirian memerangi kanker tetapi dengan bersama-sama kita bisa dan akhirnya menyebabkan Aku bisa.
Post a Comment