Sistem Hukum Indonesia tak Adil pada Perempuan
*Poedjiati Tan- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co - Bertempat di Gedung Juang 45 Jakarta pada 14 Februari 2017, LBH APIK Jakarta menyelenggarakan diskusi publik laporan tahunan 2017. Dalam catatan ini terpetakan soal sistem hukum di Indonesia yang tidak adil pada perempuan.
Pengaduan masyarakat ke LBH APIK Jakarta pada tahun 2017 mencapai 648 pengaduan. Berdasarkan jenis kasusnya, pengaduan dapat dikategorikan kedalam 11 (sebelas) jenis kasus. Dari 648 kasus terdapat terdapat:
1. 308 (47,53%) kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
2. 105 (16,20 %) kasus pelanggaran hak dasar
3. 77 ( 11,88 % ) kasus Perdata Keluarga
4. 37 (5.71%) kasus Kekerasan Seksual
5. 35 (5.40% ) kasus Pidana Umum
6. 30 (4,63%) kasus Kekerasan Dalam Pacaran
7. 10 (1,54 %) kasus Perdata Umum
8. 2 (0.31% kasus) ketenagakerjaan
9. 2 (0.31 %) kasus trafiking
10. 43 (8,64 %) kasus diluar yang kriteria kasus LBH Apik Jakarta.
Kekerasan Seksual di Sekolah
Ketua LBH APIK Jakarta, Siti Mazumah mengatakan bahwa pada Catahu ini LBH APIK juga menyoroti kasus kekerasan sesksual yang terjadi di lingkungan Pendidikan. Korban berjumlah 4 orang anak korban dan pelakunya adalah guru.
“Salah satu korban adalah anak perempuan penyandang disabilitas hingga hamil dan melahirkan. Dari semua kasus tersebut, terbukti bahwa dukungan dari sekolah terhadap korban sangat minim, bahkan cenderung membela pelaku. Melihat kasus ini sungguh ironis, sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak dalam mencari ilmu malah menjadi tempat yang membahayakan. Sehingga perlu dilakukan tindakan cepat dari kementerian Pendidikan dan dinas terkait untuk melakukan upaya pencegahan dan penangan. “
Uli Pangaribuan selaku Koordinator pelayanan Hukum LBH APIK Jakarta mengatakan bahwa kasus kekerasan seksual meningkat di tahun 2017 dengan pola semakin berkembangnya kasus dengan mengunakan relasi kuasa, bujuk rayu hingga ancaman.
“Sementara perlindungan hukum untuk korban masih minim. Untuk itu pada tahun 2017 LBH APIK Jakarta bersama Jaringan Pengada Layanan mendorong DPR segera membahas Rancangan Undang Undang penghapusan kekerasan Seksual, yang pada bulan September 2017 panitia kerjanya telah terbentuk dan 2018 telah berjalan pembahasanya,” kata Uli Pangaribuan.
Ironisnya lagi, sebanyak 648 kasus yang didampingi hanya 26 kasus pidana yang diputus pengadilan ( 11 kasus kekerasan seksual, 3 kasus KDRT dan selebihnya pidana umum) dan 6 kasus perceraian. Sedangkan penyelesaian hukum kasus kekerasan terhadap perempuan masih memakan waktu yang lama, selama jaminan keamanan bagi korban terbaikan.
“Untuk itulah dalam rangka mendorong proses peradilan yang cepat, murah dan dapat menghadirkan pemulihan selama dan pasca proses peradilan kami mendorong lahirnya Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP) di wilayah DKI Jakarta. SPPT PKKTP merupakan Sistem terpadu yang menunjukkan proses keterkaitan antar instansi yang berwenang dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan. Juga dalam memastikan akses pelayanan yang mudah dan terjangkau bagi perempuan dalam setiap proses peradilan kasus kekerasan terhadap perempuan,” ujar Veni Siregar, Koordinator perubahan Hukum LBH APIK Jakarta.
Melihat situasi ini LBH APIK Jakarta merekomendasikan kepada pemerintah pusat dan DPR RI agar mengedepankan suara dan kepentingan perempuan korban dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dan revisi RKUHP serta menghapus dan merevisi ketentuan diskrimintaif agar tidak melegitimasi pelanggaran HAM dan Hak-hak dasar warga negara termasuk hak-hak perempuan dan anak
“Pemerintah Pusat menegakkan implemetasi UU PKDRT dengan menyusun standarisasi penerapan SOP di Aparat penegak Hukum untuk kasus KDRT dan menjalankan amanat pasal 11 dan 12 UU PKDRT. Pemerintah DKI Jakarta segera mengesahkan kesepakatan bersama Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus-kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP) dan segera membahas Perda Bantuan Hukum untuk memastikan penangan, pemulihan dan akses keadilanbagi perempuan dan ank korban kekerasan di wilayah DKI Jakarta,” ungkap Siti Mazumah.
(Foto/Ilustrasi: Pixabay)
Post a Comment