Header Ads

Mengapa Laki-Laki Perlu Mendukung Gerakan Ulama Perempuan?



Raisya Maharani UL – www.konde.co

Penyelenggaraan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pertama di Cirebon, Jawa Barat tidak terlepas dari dukungan dari laki-laki ulama dan aktivis yang terlibat baik dalam acara ataupun yang sudah lama aktif dalam gerakan perempuan dalam aspek keagamaan. Para lelaki ini mayoritas berlatar-belakang akademisi dan ulama pesantren. Mereka memahami dan menyadari prinsip dan urgensi gerakan kesetaraan gender dalam wacana sosial-intelektual keagamaan di Indonesia.

Kehadiran laki-laki dalam wacana dan gerakan kesetaraan gender dalam lingkup keagamaan ini menjadi sama pentingnya dengan kehadiran perempuan untuk mendorong terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender.  Namun, persentase laki-laki berperspektif gender ini bisa dikatakan masih sedikit dibandingkan perempuan yang ada dalam gerakan feminis. Sebagian dari mereka bercerita, hegemoni patriarki (paham yang meyakini laki-laki dan garis keturunan bapak lebih dominan dari perempuan) masih kuat sehingga hal itu yang diyakini membuat jumlah laki-laki pro-keseteraan gender dalam organisasi keagamaan ini masih termasuk sedikit.

“Di kalangan grup whatssap terbatas, muncul pernyataan-pernyataan yang menyebut hanya laki-laki lemah yang membiarkan perempuannya ikut acara KUPI”, kata Imam Nakhai, Anggota Komisioner Komnas Perempuan dan ulama pesantren, Rabu (26/4) di lokasi acara KUPI, Cirebon, Jawa Barat.

Urgensi peranan laki-laki dalam gerakan feminis ini sebetulnya tidak sulit untuk dimengerti. Teori feminisme dalam sejarahnya memang lahir dari kalangan perempuan yang menggugat relasi timpang dengan laki-laki. Maggie Humm dalam bukunya Dictionary of Feminist Theories menyebutkan feminisme merupakan ideologi pembebasan perempuan karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan disebabkan jenis kelamin yang dimilikinya.

Bahsin dan Night dalam bukunya Some Question of Feminism and its Relevance in South Asia pada tahun 1986 mendefinisikan feminisme sebagai suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan di masyarakat, tempat kerja, dan keluarga, serta tindakan sadar oleh perempuan dan laki-laki untuk mengubah kesadaran tersebut. Peneliti dari National Organization for Men Against Sexism, Brian Klocke seperti dikutip dari lakilakibaru.or.id, mengatakan "menjadi bagian dari lembaga feminis merupakan hal penting bagi laki-laki . Jika feminisme adalah untuk mencapai tujuannya yaitu membebaskan perempuan, laki-laki harus menjadi bagian dari perjuangan".

Celetukan lelaki lemah jika mendukung gerakan kesetaraan gender untuk perempuan seperti yang diterima Imam, menunjukkan adanya kesalahpahaman terhadap prinsip feminisme. Humm, Bahsin dan Night menyebut poin prinsip dalam pengertian feminisme; yaitu gerakan melawan ketidakadilan dan penindasan, bukan gerakan melawan identitas gender laki-laki. Semangat gerakan feminisme dalam setiap aspek termasuk keagamaan, seperti kegiatan KUPI ini, ditujukan untuk membenahi paradigma, perspektif, sikap dan tindakan yang tidak adil dan tidak setara (akar penindasan), bukan untuk merendahkan atau menyerang kalangan laki-laki.

Maka, berangkat dari pemahaman dasar tersebut, para laki-laki ulama dan aktivis melibatkan dirinya di dalam gerakan keulamaan perempuan ini. Representasi laki-laki feminis ini menjadi strategis untuk membantu meluruskan pemahaman awam yang cenderung menganggap feminisme adalah identitas gender perempuan,menjadi sebuah pemahaman tepat. Yaitu, feminisme adalah paradigma yang mengusung keadilan dan kesetaraan gender bagi perempuan maupun laki-laki.

Mereka memaparkan tentang pentingnya kesadaran dan dukungan laki-laki dalam gerakan keseteraan gender di bidang keagamaan di Indonesia.


K.H Hussein Muhammad, Ulama Pemerhati Isu Perempuan



Saya melihat persoalan dalam konteks ke-ulama-an perempuan ini merupakan persoalan relasi kuasa. Dalam konteks hari ini relasi kuasa memang masih timpang , patriarki masih sangat kuat, padahal patriarkisme itu merugikan laki-laki juga. Kesetaraan gender bukan hanya untuk membela perempuan tapi juga membela laki-laki.

Laki-laki dituntut melakukan kerja buat keluarganya sepenuhnya seakan-akan itu menjadi satu-satunya kewajiban laki-laki. Perempuan hanya menerima. Jadi bagi laki-laki sendiri berat andai tidak ada ruang bagi perempuan untuk ikut serta dalam menghasilkan ekonomi keluarga. Yang kedua juga saya kira perempuan ini punya potensi yang sama dengan laki-laki. Yang bisa berguna bagi proses kemajuan masyarakat kemajuan peradaban.

Jadi tak bisa menganggap perempuan itu rendah. Dalam konteks keulamaan, ulama ini kan memegang komando bagi perubahan masyarakat pusat perubahan. Di tangan para ulama transformasi sosial relatif lebih cepat dalam masyarakat tradisional ulama kata-katanya diikuti , apalagi ada legitimasi agamanya teks agamanya Alquran yang suci sakral yang akan menciptakan rasa damai kalau mengikutinya.

Baik laki-laki atau perempuan dituntut untuk sama-sama ikut berproses itu. Oleh karena itu ulama perempuan menjadi penting, sama pentingnya dengan laki-laki dalam perubahan sosial itu. apalagi konteks sekarnag perempuan masyarakat miskin. Kelompok yang dimiskinkan. Perempuan ulama harus tampil untuk menyadarkan para umatnya sendiri atau komunitasnya sendiri akan pentingnya pendidikan, kemandirian dan sebagainya.

Laki laki sangat membantu dalam gerakan ulama perempuan. karena pemahaman atas persoalan orang tidak bisa sendiri. Jadi laki-laki harus mengerti persoalan perempuan juga. Dari situlah proses dialog laki-laki dan perempuan menjadi penting sekali. Tidak bisa sendiri-sendiri. Ini bukan untuk melawan laki-laki tapi untuk ketersaling-an saling bantu saling membantu saling berbagi.

Imam Nakha’i, Komisioner Komnas Perempuan & Ulama Pondok Pesantren




Wacana agama masih memandang proses penciptaan manusia berasal dari penciptaan perempuan setelah Adam. Cerita itu didramatisir begitu dashyat, bahwa hawa diciptakan dari bagian dari Adam tulang rusuk, tulang kiri paling bawah. Itu dramatisirnya. Dibuat mitos-mitos juga bahwa atas kesalahan-kesalahan Hawa lah, manusia kedua setelah Adam, yang membuat manusia berada di luar surga.

Pandangan-pandangan semacam ini sangat mengakar kuat di kalangan agamawan sehingga muncul stereotip bahwa perempuan ini manusia kelas dua dan menjadi simbol penggoda karena jatuhnya Adam (dari Surga). Itu sesungguhnya bukan kata Alquran, bukan kata Hadis, tapi menurut tafsiran para ulama.

Kemudian kenapa kecenderungan laki-laki masih sulit memahami perspektif keadilan gender? menurut saya karena begini, hak kenyamanan sebagai laki-laki itu sudah dipegang atau dikuasai laki laki berabad-abad lamanya. Laki-laki merasa nyaman enak dengan posisi sebagai pemenang dalam sejarah kemanusiaan. Sehingga upaya-upaya apapun yang mencoba menggoyang kenyamanan itu selalu mendapatkan perlawanan termasuk KUPI ini.

KUPI ini kan upaya ulama perempuan untuk menegaskan mereka ada dan berperan dalam membangun bangsa. Gerakan ini oleh laki-laki yang sudah kadung mendpaat kenyaaman dianggap mengancam. Banyak laki-laki yang belum siap menghadapi perubahan, karena ada kepentingan posisi nyaman dalam patriarki.

Perubahan itu kan keniscayaan, dengan akses dibuka perempuan juga sudah memiliki sumber daya cukup untuk bersaing dengan laki-laki. Dengan posisi itu sebetulnya laki-laki tinggal mengubah cara melihat perubahan itu.

Faqihuddin Abdul Kodir, Ulama Pemerhati Isu Pemberdayaan Perempuan





Dalam sebuah masyarakat yang masih terstruktur sedemikian rupa untuk bergantung kepada laki-laki, dukungan laki laki sangat penting sekali karena kalau tidak perempuan tetap terisolasi terhadap struktur tersebut. Perubahan itu kan menurut saya harus berbasis tradisi jadi perlu ada strategi di mana laki-laki harus dilibatkan justru merasa jadi bagian dari perubahan tersebut. Tidak dijadikan sebagai lawan atau musuh oleh karena itu kita menggunakan istilah ketersaling-an, gerakan ini mengarah kepada kerjasama, bukan hegemoni atau dominasi. 

Tidak boleh ada dominasi dari laki-laki kepada perempuan atau sebaliknya perempuan terhadap laki-laki. Karena itu dukungan laki laki menjadi penting baik untuk substansi maupun strategi. Menurut saya jika dibandingkan gerakan-gerakan serupa di negara lain, di Indonesia menjadi khas karena Islam kemudian jadi titik temu ketersaling-an itu.

Islam menjadikan perempuan-perempuan bergerak di keadilan gender merasa perempuan perlu laki-laki di saat sama laki-laki juga butuh perempuan. sehingga ke depan dunia jadi milik bersama jadi tanggung jawab bersama. Kita harus memberi space (ruang) yang memiliki peran dan kapasitas. Pertama apresiasi ya, kita perlu identifikasi perempuan-perempuan yang memiliki kapasitas lalu rekognisi (pengakuan), apresiasi dan memberdayakan. Kalau untuk level individu, ya, laki-laki jangan merasa paling hebat paling mampu paling superior nyuruh-nyuruh perempuan gak boleh itu. 

Perasaan itu jadi awal dari sebuah sikap hegomoni tadi. Kita harus merasa rendah hati, memberikan penghargaan. Perempuan juga mari kita dorong untuk tidak merasa rendah diri. Dengan begitu, dunia ini kemudian menjadi milik bersama bukan milik satu orang. 


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.