Aku, Anak Dari Keluarga Poligami
Febriana Sinta, www.konde.co
Konde.co- Aku adalah anak satu-satunya dari ibuku.Namun bapakku mempunyai banyak anak, 6 anak. Bapakku mempunyai 3 istri. Istri pertama mempunyai 2 anak, istri kedua yang aku tahu juga memiliki 2 anak, tapi belakangan saat perhitungan warisan aku baru tahu ada 3 anak entah mana yang benar. Dan aku adalah anak tunggal dari istri ketiga, ibuku.
Sewaktu bapak menikah dengan ibu, istri pertama bapak sudah meninggal. 2 anaknya akhirnya diasuh ibuku. Kami besar bersama – sama di rumah milik bapakku di Kota Jogjakarta.
Suatu hari saat usiaku masih kecil, rumahku kedatangan seorang perempuan sambil membawa dua anak. Aku baru tahu perempuan yang membikin aku ketakutan itu adalah istri kedua bapak.Perempuan itu berasal dari Jawa Tengah, aku mengingatnya sebagai perempuan yang selalu membuatku takut. Setiap datang ke rumah selalu marah.Setelah dewasa aku baru sadar, bahwa ia begitu, pasti karena ulah bapakku.
Aku baru tahu tentang hubungan perempuan itu dengan bapak, setelah ibu bercerita. Perempuan itu adalah istri kedua bapak. Pernikahan mereka tidak pernah didaftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA) dengan kata lain mereka melakukan nikah siri. Sungguh pernikahan yang tidak diidamkan semua perempuan, termasuk istri kedua bapakku. Tapi bapakku tega melakukan itu.
Ibu tiriku itu selalu datang ke rumah dengan alasan yang tidak aku mengerti, selalu saja marah hingga kulihat ibu selalu malu dengan tetangga. Inilah yang kemudian membuatku sadar, betapa menderitanya hidup sebagai perempuan yang diabaikan, dimadu, menjadi perempuan yang selalu salah.
Aku juga tidak mengerti alasan bapak meninggalkan istrinya itu.dan menikah dengan ibuku.
Bapakku semasa mudanya bekerja sebagai guide wisatawan, sehingga tidak tentu kapan bapak pulang. Entah mengapa aku merasa bapak paling sayang denganku, mungkin karena aku adalah anak bungsunya. Namun aku lebih memilih dekat dengan ibu. Ibuku lebih luar biasa dibanding bapak. Ibu adalah perempuan yang menerima apa adanya. Ibuku selalu setia menunggu bapak pulang bekerja, merawat anak bapak dari perempuan lain hingga kami selesai sekolah dan menikah.
Hingga saat ini aku tidak pernah tahu alasan ibu mau menikah dengan bapak yang telah mempunyai banyak istri. Jika aku bertanya ibu akan selalu berkata…”Uwis to ora sah takon macem-macem.” ( Sudahlah tidak usah bertanya macam-macam).
Aku lihat hubungan ibu dan bapak biasa saja layaknya keluarga Jawa pada umumnya. Tidak banyak percakapan yang mereka lakukan, ibu lebih banyak diam dan bekerja meladeni kami.
Aku tidak tahu apa yang ibu rasakan dengan keadaan rumah seperti saat itu.
Puluhan tahun telah berlalu, saat ini aku masih tinggal satu rumah dengan ibu dan bapak. Aku tinggal dengan suami dan 2 anakku. Namun saat ini aku diharuskan membeli rumah yang menjadi milikku. Kata bapak, hal ini harus dilakukan untuk menjagaku agar anak bapak lainnya tidak mempunyai hak tinggal di rumahku. Aku tidak tahu apa alasan bapak berkata seperti itu, karena saat ini bapak menderita penyakit parkinson, penyakit yang menyerang otak dan menganggu gerakan tubuh.
Saat ini aku harus mencari uang untuk membeli rumah milikku. Uang sebanyak itu rencananya akan dibagi-bagikan kepada 5 anak bapak dari istrinya terdahulu.Aku masih mencari jalan bagaimana aku harus menyanggupi permintaan bapak…
Aku tidak mengeluh , tidak pernah mengeluh, bahkan dengan ibukku. Aku tahu ibukku banyak pikiran itu terlihat dari wajahnya yang lebih tua dibanding usianya.
Aku hanya berpikir bagaimana membuat ibukku senang, dan bahagia. Hanya ibu saja yang aku pikirkan….
Cerita ini dibuat berdasarkan kisah seorang perempuan, AG (37 tahun)
Sumber ilustrasi : www.pixabay.com
Post a Comment