Bertanya, Aktivis Buruh Perempuan Ditampar
Febriana Sinta, www.konde.co
www.konde.co - Polisi menampar seorang aktivis buruh perempuan yang sedang bertanya alasan pembubaran paksa aksi damai di Tugu Adipura, Tangerang.
Dalam tayangan video yang diunggah Youtube, salah seorang buruh perempuan peserta aksi bertanya kepada polisi dan Satuan Pamong Praja tentang alasan pencopotan spanduk peserta unjuk rasa. Alih-alih mendapatkan jawaban, buruh perempuan tersebut justru ditampar oleh Kasat Intel Polres Metro Tangerang Kota, AKBP Danu Wiyata Subroto.
Penamparan terhadap buruh perempuan, Emelia Yanti segera mengundang reaksi keras dari sejumlah pihak. Kelompok Kerja (Pokja) Buruh Perempuan menyatakan penamparan merupakan kekerasan terhadap perempuan justru dilakukan oleh pihak yang seharusnya menjaga keamanan masyarakat. Untuk itu Pokja Perempuan mengecam segala bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh Kasat Intel Polres Tangerang AKBP Danu Wiyata Subroto.
Pokja Perempuan juga mendesak agar Kapolri segera mengusut aksi kekerasan dan memecat AKBP Danu Wiyata Subroto.
Desakan yang sama disampaikan oleh Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI). Dalam releasenya, mereka mengecam tindakan kekerasan aparat kepolisian Tangerang yang membubarkan dan melakukan tindakan kekerasan terhadap peserta aksi damai buruh.
Sebelum terjadi aksi penamparan yang dilakukan polisi, sejumlah buruh yang tergabung dalam Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Tangerang Raya pada hari Minggu (9/4) tengah mempersiapkan aksi. Saat melakukan persiapan, petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tangerang datang dan meminta aksi dibubarkan. Petugas juga mengambil spanduk dan pamflet demo.
Pembubaran dilakukan polisi dengan alasan larangan melakukan aksi turun ke jalan di hari Minggu dan libur. Peraturan ini menjadi legitimasi aparat kepolisian Tangerang membubarkan aksi damai buruh di Bundaran Adipura Kota Tangerang.
Padahal aksi damai yang dilakukan oleh buruh telah berjalan sekitar lima tahun, aksi ini mengkampanyekan kasus-kasus perburuhan di Tangerang yang hingga saat ini belum dapat diselesaikan Pemerintahan Kota Tangerang.
Salah satu kasus yang belum selesai adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 1.300 buruh PT Panarub Dwi Karya yang sudah berjalan lima tahun dan hingga saat ini hak-hak buruh belum dibayarkan.
Bukannya menyelesaikan kasus-kasus perburuhan, Walikota Tangerang justru membuat Peraturan Walikota Nomor 2 tahun 2017 tentang Aturan Penyelenggaraan Penyampaian Pendapat di Muka Umum di Tangerang.
Untuk itu Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Tangerang Raya mendesak Peraturan Walikota Tangerang Nomor 2 tahun 2017 yang merampas kebebasan menyampaikan pendapat segera dicabut, dan meminta pertanggung jawaban terhadap aksi kekerasan yang terjadi.
Ilustrasi : www. pixabay.com
Post a Comment