Hari AIDS, Melawan Stigma dan Berjuang untuk Ibu
Luviana- www.konde.co
Jakarta, Konde.co – Ibu rumah tangga masih menempati urutan terbesar terkena HIV/AIDS di Indonesia. Ibu rumah tangga selama ini beresiko mendapatkan HIV dari suaminya.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa diperkirakan sekitar 4,9 juta dari para ibu ini menikah dengan laki-laki yang berisiko tinggi. Diketahui dari data bahwa sebanyak 6,7 juta laki-laki di Indonesia merupakan pembeli seks.
Pada peringatan hari AIDS yang jatuh setiap tanggal 1 Desember seperti hari ini, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dalam pernyataan sikapnya menyatakan bahwa pendekatan program HIV dan AIDS selama lebih dari 25 tahun ini ternyata belum mampu merespon perubahan pola epidemi HIV.
Wakil Direktur PKBI, Satyawanti menegaskan bahwa pola dari kelompok homoseksual ke Penasun, kemudian ke heteroseksual dan sekarang ke ibu dan anak tidak mampu diantisipasi.
“ Presentase kasus berdasarkan faktor resiko di atas menunjukkan bahwa, pertama, siapa saja berisiko terinfeksi HIV. Kedua, mematahkan anggapan, bahwa HIV dan AIDS hanya rentan kepada para pekerja seks, kelompok homoseksual atau pengguna narkoba suntik saja. Jelas bahwa data di atas mengindikasikan adanya perubahan pola penyebaran HIV dan AIDS ini, dari kelompok berisiko tinggi ke masyarakat umum. Dari kelompok masyarakat umum ini, Ibu-ibu rumah tangga (IRT) dan anak memiliki proporsi cukup besar terinfeksi HIV dan AIDS,” ujar Satyawanti.
Data dari Kementerian Kesehatan secara konsisten menunjukkan bahwa persentase kasus AIDS paling banyak terjadi melalui seks heteroseksual. Dari data tersebut nampak bahwa hubungan heteroseksual masih menjadi persentase tertinggi pada kasus AIDS yaitu sebesar 78% pada 2013, kemudian meningkat sebesar 81,3 % di tahun 2014. Angka tersebut jauh di atas kasus AIDS pada kelompok homoseksual sebesar 5,1%. Sedangkan pengguna narkoba suntik (penasun) yang biasanya dianggap sebagai cara penularan tertinggi kedua, pada tahun 2014 turun secara signifikan menjadi 3,3% dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 9,3%1.
Pada tahun 2015, hubungan heteroseksual meningkat menjadi 82,8%, jauh melampaui kasus AIDS pada kelompok homoseksual yaitu 7,4%.
Laporan data kumulatif HIV dan AIDS Kemenkes sepanjang tahun 1987 sampai dengan September 2015 menunjukkan bahwa Ibu Rumah Tangga menempati urutan terbesar orang dengan HIV dan AIDS (ODHA), menurut kelompok mata pencahariannya, sebanyak 9.096.
Sementara urutan kedua yaitu karyawan 8.287, sementara yang tidak diketahui profesinya mencapai 21.434 orang. Melihat dari data dan fenomena yang terjadi, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menyatakan beberapa refleksi penanggulangan HIV dan AIDS harus cepat dilakukan agar di masa yang akan datang tidak terjadi ledakan kasus, terutama pada ibu dan anak yang jumlahnya paling tinggi.
Melawan Stigma dan Berjuang untuk Obat ARV
Sementara Koordinator Advokasi dan Komunikasi PKBI, Frenia Nababan mengatakan bahwa pemerintah juga harus memproduksi sendiri obat ARV (Anti Retroviral) sebagai respon terhadap kebutuhan dan melepaskan diri dari ketergantungan ARV impor. Saat ini dari 17 jenis ARV, baru 7 jenis yang produksi dalam negeri.
“Selama ini anak yang terinfeksi HIV harus menggunakan ARV dewasa, sehingga tingkat putus obatnya tinggi,” ujar Frenia.
PKBI berupaya menjadikan masyarakat sebagai garda terdepan dalam pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS. Masyarakat akan melakukan advokasi kebijakan terkait anggaran kesehatan untuk penyediaan ARVdalam negeri dan kebijakan-kebijakan yang diskriminatif lainnya terhadap ODHA.
“Hari AIDS Sedunia bukan hanya momen seremonial belaka. Namun menjadi penegas komitmen kita bersama untuk bergotong-royong mencegah dan menanggulangi HIV serta menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA,”ujar Frenia Nababan.
Jakarta, Konde.co – Ibu rumah tangga masih menempati urutan terbesar terkena HIV/AIDS di Indonesia. Ibu rumah tangga selama ini beresiko mendapatkan HIV dari suaminya.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa diperkirakan sekitar 4,9 juta dari para ibu ini menikah dengan laki-laki yang berisiko tinggi. Diketahui dari data bahwa sebanyak 6,7 juta laki-laki di Indonesia merupakan pembeli seks.
Pada peringatan hari AIDS yang jatuh setiap tanggal 1 Desember seperti hari ini, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dalam pernyataan sikapnya menyatakan bahwa pendekatan program HIV dan AIDS selama lebih dari 25 tahun ini ternyata belum mampu merespon perubahan pola epidemi HIV.
Wakil Direktur PKBI, Satyawanti menegaskan bahwa pola dari kelompok homoseksual ke Penasun, kemudian ke heteroseksual dan sekarang ke ibu dan anak tidak mampu diantisipasi.
“ Presentase kasus berdasarkan faktor resiko di atas menunjukkan bahwa, pertama, siapa saja berisiko terinfeksi HIV. Kedua, mematahkan anggapan, bahwa HIV dan AIDS hanya rentan kepada para pekerja seks, kelompok homoseksual atau pengguna narkoba suntik saja. Jelas bahwa data di atas mengindikasikan adanya perubahan pola penyebaran HIV dan AIDS ini, dari kelompok berisiko tinggi ke masyarakat umum. Dari kelompok masyarakat umum ini, Ibu-ibu rumah tangga (IRT) dan anak memiliki proporsi cukup besar terinfeksi HIV dan AIDS,” ujar Satyawanti.
Data dari Kementerian Kesehatan secara konsisten menunjukkan bahwa persentase kasus AIDS paling banyak terjadi melalui seks heteroseksual. Dari data tersebut nampak bahwa hubungan heteroseksual masih menjadi persentase tertinggi pada kasus AIDS yaitu sebesar 78% pada 2013, kemudian meningkat sebesar 81,3 % di tahun 2014. Angka tersebut jauh di atas kasus AIDS pada kelompok homoseksual sebesar 5,1%. Sedangkan pengguna narkoba suntik (penasun) yang biasanya dianggap sebagai cara penularan tertinggi kedua, pada tahun 2014 turun secara signifikan menjadi 3,3% dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 9,3%1.
Pada tahun 2015, hubungan heteroseksual meningkat menjadi 82,8%, jauh melampaui kasus AIDS pada kelompok homoseksual yaitu 7,4%.
Laporan data kumulatif HIV dan AIDS Kemenkes sepanjang tahun 1987 sampai dengan September 2015 menunjukkan bahwa Ibu Rumah Tangga menempati urutan terbesar orang dengan HIV dan AIDS (ODHA), menurut kelompok mata pencahariannya, sebanyak 9.096.
Sementara urutan kedua yaitu karyawan 8.287, sementara yang tidak diketahui profesinya mencapai 21.434 orang. Melihat dari data dan fenomena yang terjadi, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menyatakan beberapa refleksi penanggulangan HIV dan AIDS harus cepat dilakukan agar di masa yang akan datang tidak terjadi ledakan kasus, terutama pada ibu dan anak yang jumlahnya paling tinggi.
Melawan Stigma dan Berjuang untuk Obat ARV
Sementara Koordinator Advokasi dan Komunikasi PKBI, Frenia Nababan mengatakan bahwa pemerintah juga harus memproduksi sendiri obat ARV (Anti Retroviral) sebagai respon terhadap kebutuhan dan melepaskan diri dari ketergantungan ARV impor. Saat ini dari 17 jenis ARV, baru 7 jenis yang produksi dalam negeri.
“Selama ini anak yang terinfeksi HIV harus menggunakan ARV dewasa, sehingga tingkat putus obatnya tinggi,” ujar Frenia.
PKBI berupaya menjadikan masyarakat sebagai garda terdepan dalam pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS. Masyarakat akan melakukan advokasi kebijakan terkait anggaran kesehatan untuk penyediaan ARVdalam negeri dan kebijakan-kebijakan yang diskriminatif lainnya terhadap ODHA.
“Hari AIDS Sedunia bukan hanya momen seremonial belaka. Namun menjadi penegas komitmen kita bersama untuk bergotong-royong mencegah dan menanggulangi HIV serta menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA,”ujar Frenia Nababan.
Post a Comment