Surat Terbuka dari Perempuan Indonesia Anti Korupsi untuk Bapak Presiden
Sejumlah individu dan organisasi yang tergabung dalam Perempuan Indonesia Anti Korupsi (PIA) mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi. PIA menyatakan kekecewaannya pada situasi akhir-akhir ini, juga atas pelemahan terhadap keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jakarta, Konde.co- Kepada yang terhormat bapak Presiden Jokowi, dengan surat ini kami ingin menyatakan bahwa kami kecewa atas gelombang demonstrasi yang memprotes revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang direspon dengan tindakan represif oleh negara.
Tindakan represif ini telah merenggut nyawa 5 demonstran, yakni Yusuf Qardawi, Bagus Putra Mahendra, Maulana Suryadi, Akbar Alamsyah, dan Randy. Kematian kelima demonstran ini adalah tanda bahaya pada demokrasi kita.
Bapak Presiden yang kami hormati, sebagaimana yang kita ketahui bersama, korupsi adalah kanker yang menghancurkan seluruh sendi berbangsa dan bernegara sebuah bangsa. Karena itu perang melawan korupsi adalah kewajiban dan tanggung jawab kita bersama. Dan kami masih mengingat bahwa di awal kepemimpinan bapak presiden, bapak telah berkomitmen penuh mendukung agenda-agenda pemberantasan korupsi. Akan tetapi hari-hari terakhir ini kami melihat dan merasakan bahwa ada upaya yang sistematis untuk melakukan perlawanan terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Kami adalah individu yang tergabung dalam Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) serta lembaga/organisasi yang tergabung dalam Komunitas Antikorupsi dari berbagai kota di Indonesia, menyatakan kekecewaan dan keprihatinan mendalam atas melemahnya perang melawan korupsi yang puncaknya ditandai dengan disahkannya UU KPK yang baru tanpa melalui proses pelibatan publik secara terbuka, partisipatif dan inklusif.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai amanat reformasi dan lembaga yang lahir pada era Presiden Megawati Sukarnoputri, terus dilemahkan oleh elite politik. Meskipun lembaga ini sejak pendiriannya 17 tahun lalu, terus mendapat kepercayaan publik tertinggi atas kinerjanya memberantas korupsi. Melalui revisi UU KPK, yang telah disahkan menjadi UU, lembaga antirasuah ini terus dikerdilkan mandat dan kewenangannya untuk melakukan pemberantasan korupsi.
Bapak Presiden yang kami hormati, pelemahan KPK adalah bukti ragunya kami atas lurusnya niat dan komitmen penyelenggara negara pada upaya pemberantasan korupsi. Masyarakat telah bereaksi. Ketegangan dan keresahan bersambut, yang puncaknya adalah demonstrasi ribuan mahasiswa di berbagai kota. Tuntutan mereka semua sama, yakni menolak pelemahan KPK. Gelombang demonstrasi yang direspon dengan tindakan represif oleh negara, telah merenggut nyawa lima demonstran, yakni Yusuf Qardawi, Bagus Putra Mahendra, Maulana Suryadi, Akbar Alamsyah, dan Randy. Kematian kelima demonstran ini adalah tanda bahaya pada demokrasi kita. Panggilan dan alarm yang sangat kuat, yang sama sekali tak boleh disepelekan apalagi diabaikan. Nyawa mereka tak boleh hilang dalam kesia-kesiaan oleh sikap abai para pemimpin. Duka cita kami yang mendalam bagi gugurnya pahlawan reformasi ini.
Berbagai peristiwa, ketegangan, dan keresahan masyarakat ini menunjukkan bahwa semua elemen masyarakat berbagi kerisauan yang sama tentang masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia. Keprihatinan ini pula yang disuarakan para tokoh bangsa yang beraudiensi dengan bapak presiden di istana, akhir September 2019 lalu.
Namun, harapan itu kian redup. Hari-hari terakhir ini ruang-ruang publik di tanah air kita, dipenuhi dengan polusi narasi-narasi kelam para pelayan rakyat (pemerintah dan DPR) yang memanipulasi nalar dan nurani publik. Kami mengecam sikap, keputusan, dan kalimat-kalimat yang mempertontonkan kesewenang-wenangan para pelayan rakyat. Sikap dan narasi-narasi yang menunjukkan rendahnya kemampuan para pelayan rakyat dalam merasakan dan menangkap aspirasi publik yang memberinya mandat untuk melayani.
Bapak Presiden yang kami hormati, kami juga menyoroti komunikasi politik yang buruk dari para pelayan rakyat dalam mensikapi aspirasi-aspirasi rakyat hari-hari belakangan ini; serta pudarnya komitmen moral dan etika para pelayan rakyat untuk menjaga, merawat, dan memperjuangkan nilai-nilai luhur untuk mewujudkan Indonesia yang bersih dari korupsi. Lebih dari itu, sikap para pelayan rakyat ini telah merampas harapan, rasa keadilan dan cita-cita Indonesia yang berkeadilan. Hari-hari terakhir ini para pelayan rakyat telah mengkorupsi kekuasaan dan menyalahgunakannya untuk melindungi kepentingan kelompoknya, bukan untuk melindungi kepentingan bangsa dan negara.
Pada titik ini bukan hanya korupsi merajalela yang kami takutkan, tapi kami bertambah takut melihat betapa nyamannya para pelayan rakyat bersekutu melemahkan upaya-upaya pemberantasan korupsi di tanah air ini. Seolah-olah kesadaran dan pemahaman bahwa korupsi sebagai penghambat laju pembangunan tidak dimiliki oleh mereka.
Atas segala keprihatinan tersebut, kami Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) & Komunitas Antikorupsi bersama ini menyampaikan 2 butir tuntutan nurani kepada bapak selaku pemimpin tertinggi bangsa dan negara Indonesia ini agar bapak presiden untuk memimpin upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Bapak telah dipilih oleh lebih dari 87 juta rakyat Indonesia dengan ongkos uang rakyat triliunan rupiah, bukan dengan mandat melindungi kepentingan oligarki atau sekelompok elit, tapi untuk membela kepentingan bangsa dan negara. Kami percaya bapak adalah pemimpin yang amanah yang mengayomi seluruh rakyat Indonesia. Atas kepercayaan itu, kami menuntut Bapak menjalankan amanah yang kami titipkan kepada Bapak selaku Presiden Republik Indonesia 5 tahun ke depan.
Yang kedua kami juga menuntut agar bapak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) atas revisi UU KPK. Kami memahami satu-satunya kewenangan penuh yang Bapak miliki adalah dengan mengeluarkan Perpu tersebut sebagai upaya mengatasi kebuntuan sosial dan politik saat ini.
Bapak Presiden yang kami hormati, Perpu ini memang tidak akan langsung menyelesaikan masalah bangsa, tapi setidaknya Perpu merupakan simbol komitmen bahwa Bapak Presiden bersama rakyat yang ingin KPK tetap berfungsi membasmi korupsi, menjaganya dari oligarki yang kian membelit bangsa ini. Keberpihakan ini kami nantikan.
Saat ini kami belum melihat komitmen itu secara jelas dan tegas dari bapak, khususnya dari elit partai dimana bapak berasal. Bapak bukan petugas partai. Bapak adalah presiden seluruh rakyat Indonesia, bukan presiden partai apalagi petugas partai. Terlalu mahal harga yang harus bangsa ini bayar, jika Bapak hanya menjalankan tugas bapak sebagai petugas partai. Saatnya bapak mendengar hati nurani bapak, bukan mendengarkan kepentingan sekelompok elit.
Dan kami, atas nama Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) dan Komunitas Antikorupsi lainnya, menunggu sikap Bapak selaku Presiden Republik Indonesia yang merupakan pelayan rakyat untuk menunjukkan posisi yang jelas dan tegas sebagai pemimpin terdepan atas segala upaya pemberantasan korupsi di tanah air.
Jangan matikan harapan kami pak, karena tugas utama dari seorang pemimpin adalah penyambung harapan, dealer of hope, bagi rakyat Indonesia. Bukan menjadi dealer of hope bagi sekelompok elit semata. Mari bersama-sama kita putuskan rantai korupsi ini. Perpu ini adalah langkah awal penting menunjukkan keberpihakan bapak. Rakyat akan bersama Bapak.
Dan kami percaya, bapak ingin dikenang sebagai presiden yang berada di belakang rakyat, bukan di belakang para koruptor dan pelindung oligarki.
Semoga surat terbuka ini menggugah nurani bapak presiden dan orang-orang disekitar Bapak bahwa Indonesia bukanlah milik sekelompok orang, tapi milik seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Perjalanan politik bapak dan apa yang telah Bapak torehkan bagi negeri ini, jangan dibiarkan hapus oleh kepentingan kelompok yang mengkorupsi agenda-agenda reformasi.
Hari ini #IndonesiaMemanggil!
Jakarta, 13 Oktober 2019
Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) & Komunitas Antikorupsi
Post a Comment