Header Ads

Siapa yang Menjahit Baju yang Kamu Pakai Tiap Hari?


Luviana- www.Konde.co

Jakarta, Konde.co- Apakah kamu pernah berpikir, siapa yang menjahit baju-bajumu tiap hari? Siapa yang memasang kancingnya? Siapa yang mencuci dan mengemasnya sehingga menjadi baju yang siap kamu pakai?

Pertanyaan ini sangat mengganggu saya. Banyak perempuan yang bekerja di belakang baju-baju yang kita pakai, namun tak pernah tertulis namanya. Mereka berada di belakang deretan baju-baju yang dipajang di mall-mall atau pusat perbelanjaan. Padahal jerih payahnya tak terhitung banyaknya. Kerja kerasnya yang sering tak tercatat, mereka juga bekerja tak kenal lelah di tengah hiruk-pikuk suara mesin pabrik setiap harinya.

Yang mengerjakan baju-baju yang kita pakai ini adalah para pekerja garmen yang rata-rata pekerjanya adalah perempuan. Ingin tahu apa saja problem yang menimpa mereka? Penelitian yang pernah dilakukan Perempuan Mahardhika terhadap para buruh perempuan di Kawasan pabrik Berikat Nusantara (KBN) Cakung, Jakarta di tahun 2017 menemukan fakta bahwa 50% dari mereka menyatakan rasa takut atau rasa khawatir saat mengetahui dirinya hamil, karena lingkungan Kerja yang Tidak Ramah pada Buruh Hamil.

Apa saja persoalan yang menimpa para perempuan pekerja garmen?


1. Kehamilan yang Tak Mudah

Bagi buruh hamil, rasa tidak aman muncul tatkala pekerjaan yang menjadi sumber dan daya hidupnya berada dalam ruang ketidakpastian. Tidak pasti keberlangsungan menjalani pekerjaan, atau hasil dari kerja tersebut tidak mampu mencukupi dan menjamin kesejahteraan sang buruh ibu. Semakin tidak aman, tatkala pekerjaan ternyata meningkatkan ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan janin sang buruh.

Kekhawatiran dan ketakutan adalah wujud rasa tidak aman bagi pekerja perempuan garmen yang sedang hamil, terhadap hal yang dihadapinya saat ini, ataupun terhadap ketidakpastian akan masa depan sang buruh dan janin yang dikandungnya.

Peneliti dan Sekretaris Nasional Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika pernah menyebutkan bahwa banyak faktor yang memunculkan rasa khawatir pada mereka, dan inilah yang mendorong Perempuan Mahardhika untuk melakukan sebuah studi tentang kondisi kerja buruh garmen perempuan terkait dengan masa kehamilannya.

Sebanyak 59 (50%) pekerja perempuan yang sedang maupun yang pernah hamil menyatakan takut mengalami keguguran saat bekerja. Buruh hamil selayaknya mendapatkan beberapa kemudahan dan keringanan dalam bekerja, terutama dari aktivitas atau situasi yang bisa berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Namun hasil kajian ini mendapati bahwa sebagian besar (60%) buruh yang sedang dan pernah hamil tidak mendapati adanya perubahan beban kerja sehari-hari, artinya beban dan target kerja tetap sama dengan buruh lain yang tidak hamil.

2. Takut Kehilangan Pekerjaan

Kenyataan bahwa sebagian besar pekerja garmen di KBN Cakung berstatus buruh kontrak, berdampak pada tingginya ketidakpastian (dan masa depan) kerja buruh. Bagi para pekerja kontrak ini, menjawab pertanyaan tentang masa depan kerjanya di perusahaan (sekarang) adalah hal yang sangat sulit atau bisa dibilang hampir mustahil. Tercatat ada 177 (22.9%) buruh perempuan yang sudah lebih dari 10 tahun bekerja di KBN Cakung, namun tetap saja berstatus kontrak.

Dalam belenggu ketidakjelasan status (kontrak), para pekerja ini tentu berupaya segala cara untuk tetap bisa bekerja dan mendapatkan penghasilan. Kajian ini menemukan adanya fenomena menyembunyikan kehamilan pada sebagian pekerja perempuan.

3. Rentan Keguguran
Tingginya beban kerja dan sikap pengawas yang kurang kooperatif ternyata meningkatkan kerawanan pada buruh hamil, sampai bisa menyebabkan keguguran. Hasil kajian mendapati tujuh (7) buruh yang mengalami keguguran saat bekerja dan tiga (3) dari tujuh (7) buruh yang keguguran tidak mendapatkan cuti. Ketiga buruh tersebut berstatus kontrak.

Sesuai ketentuan perundangan, seorang pekerja perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan lamanya sesuai dengan surat keterangan kesehatan yang diterbitkan . Kabar baiknya, beberapa perusahaan di KBN Cakung bahkan bersedia memberikan cuti keguguran setara dengan melahirkan, yakni selama tiga (3) bulan. Namun beberapa perusahaan yang lain, memilih untuk mengabaikan hak cuti tersebut.

4. Melahirkan dan Sehat, Belum Tentu Aman
Hasil kajian ini mendapati adanya 93 pekerja perempuan yang pernah melahirkan antara tahun 2015 – 2017 ketika bekerja di wilayah KBN Cakung, dan perusahaan bersangkutan di tahun 2017 masih beroperasi.

Dari 86 responden yang melahirkan selamat, sebagian besar (70 orang atau 79.6%) mendapatkan cuti melahirkan dari perusahaan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Sisanya sebanyak sejumlah 20,4% (16 orang) tidak mendapatkan cuti melahirkan.

Walaupun mendapatkan cuti melahirkan sesuai dengan ketentuan undang-undang tetapi belum sepenuhnya menjamin keamanan untuk tetap bekerja jika dikaitkan dengan status kerja karena 86 dari responden 44 orang berstatus kontrak, yang sewaktu-waktu habis dan tidak dilanjutkan.

5. Sulitnya Akses Menyusui
Pentingnya ASI eksklusif bagi seorang bayi tentu tidak dapat disangkal lagi, bahkan pemerintah dengan berbagai peraturan menyatakan pentingnya menjamin kesempatan seorang bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif, serta pentingnya melindungi ibu yang menyusui. Dalam penelitian ini Perempuan Mahardhika menemukan fakta:

Tidak adanya ijin menyusui. Sebagian besar responden menyatakan tiadanya ijin menyusui dari perusahaan (86%), yang artinya mereka hanya bisa menyusui dengan memanfaatkan waktu istirahat siang. Lalu juga terbatasnya akses terhadap ruang laktasi. Sebanyak 52,3% buruh perempuan mengetahui keberadaan ruang laktasi di pabriknya dan 47,7% tidak mengetahui keberadaan ruang laktasi di pabriknya. Dari 52,3% yang mengetahui ada sebanyak 23,3% yang menggunakannya.

Dari hasil penelitian maka ada beberapa rekomendasi yang disodorkan Perempuan Mahardhika sebagai upaya untuk mewujudkan ruang kerja yang aman bagi perempuan, yaitu untuk Pemerintah, supaya meningkatkan pengawasan terhadap implementasi Undang-Undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003, serta menjalankan fungsi pengawasan bidang ketenagakerjaan dengan meningkatkan perhatian pada hak maternitas di tempat kerja, karena masih cukup banyak perusahaan yang belum patuh dan konsisten menjalankan hal-hal yang diatur dalam UUK terkait perlindungan maternitas buruh perempuan.

Kemudian menciptakan dasar hukum yang lebih komprehensif dalam melindungi hak maternitas buruh perempuan, maka Pemerintah didukung untuk meratifikasi Konvensi ILO nomor 183, tahun 2000. Ketentuan tentang waktu istirahat, layanan kesehatan dan tunjangan sangat diperlukan buruh perempuan dalam menjamin keberlanjutan dan kelayakan kehidupannya bersama sang anak.

(Foto/Ilustrasi:Pixabay.com)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.