Ditolak Bekerja di Perusahaan Karena Disable, Chintia Octenta Kelola Konekin Indonesia
*Aprelia Amanda- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co- Saya bertemu Chintia Octenta pada peringatan hari anak muda internasional kira-kira seminggu lalu. Ia diundang menjadi pembicara dalam acara peringatan hari Pemuda Internasioal, Youth Advisory Panel UNFPA & UNFPA Indonesia di Jakarta pada 18 Agustus 2019
Chintia Octenta adalah perempuan muda, aktivis disabilitas yang saat ini bekerja di Kementrian Hukum dan Hak Asai Manusia/ HAM. Ia bersama teman-teman mengelola Konekin, sebuah platform untuk mengedukasi masyarakat tentang disabilitas.
Sebelumnya, Chintia sudah mengalami perjuangan panjang untuk mendapatkan pekerjaan formal. Perjuangannya untuk mendapatkan pekerjaan selalu gagal karena ia tidak bisa mengikuti standar perusahaan yang menetapkan aturan pada pekerjanya harus berpenampilan menarik dan memenuhi banyak persyaratan lainnya.
Aprelia Amanda dari www.Konde.co berkesempatan mewawancarai Chintia untuk membicarakan pengalamannya berjuang sebagai perempuan disabilitas yang berdaya:
Kapan Konekin didirikan?
Konekin Indonesia berdiri sejak November 2018. Sebenernya masih baru banget, masih sekitar 10 bulan.
Kamu bisa ceritakan tentang apa itu Konekin?
Konekin adalah start up sosial dimana visinya menciptakan lingkungan yang inklusif. Kita memberikan informasi ke masyarakat tentang isu disabilitas, karena kan isu ini tidak akan ada menjadi sesuatu yang penting kalau tidak ada yang tahu informasinya. Kita ingin orang-orang ikut terlibat dengan isu ini dan akhirnya tercipta lingkungan yang inklusif.
Apa saja program yang ada di Konekin?
Kita membuka peluang sebesar-besarnya untuk kolaborasi. Untuk kegiatan rutin setiap bulan kita ada program yang namanya Kongkow Inklusif. Kita ingin membuat obrolan santai meskipun isunya berat. Kegiatan ini juga inklusif karena kita membiasakan dengan lingkungan yang inklusif baik dari peserta maupun narasumber. Kita membuka peluang sebesar-besarnya untuk semua orang yang berpotensi. Seperti bulan lalu, bertepatan dengan Hari Pendidikan kita mengangkat tema Pendidikan Inlusif Bukan Sekedar Jargon. Bulan ini kami mengangkat tema Merdeka dari Stigma.
Mengapa kamu tertarik dengan isu disabilitas?
Sebenernya aku mendalami isu ini karena ingin mencari tahu diriku sendiri. Penemuan jati diri. Aku perempuan disabilitas yang lahir dengan sindrom kongenital amelia, dimana keadaan jari tangan dan kakiku gagal tumbuh ketika dalam janin. Keluarga dan lingkungan sekolah sama sekali nggak pernah membahas kalau aku disabilitas. Bahkan ada yang bertanya kalau aku nikah pasang cincinnya gimana Cin? Itu karena aku tidak punya jari. Aku sedih dengan semua ini.
Ketika aku melamar kerja, aku ditolak terus. Mereka takut pekerjaan akan menggangu mobilitas bekerja dalam tim perusahaan itu. Dengan keadaanku yang begini, aku dianggap tidak bisa mengikuti standar yang ditentukan perusahaan. Aku jadi bertanya-tanya bener gak sih aku disabilitas. Mulai dari situ aku mencari tahu apakah itu disabilitas?. Aku ikut berbagai seminar tentang disabilitas dan akhirya mulai membuka diri untuk tahu lebih dalam tentang disabilitas.
Pengalaman paling berharga ketika aku dateng ke acara dan kenal dengan teman disabilitas pengguna kursi roda dan satunya blind total atau disabilitas netra. Setelah selesai acara kita sangat dekat. Akhirnya kita jalan ke mall bertiga, aku bantuin mendorong kursi roda dan menuntun teman disable lagi yang satunya. Pengalaman itu yang membuat aku merasa sepertinya seru ya mendalami isu ini dan mengetahui semua ragam disabilitas.
Kapan titik dimana kamu menyadari bahwa kamu seorang disabilitas?
Mungkin titik pertama itu adalah ketika aku benar-benar ditolak setiap aku melamar pekerjaan dan semuanya karena alasan itu. Aku tidak bisa menggunakan sepatu dengan banyak model. Sedangkan ketika mau wawancara kita dituntut berpenampilan semenarik mungkin dan aku dimarahin karena dianggap tidak niat nyari kerja. Mereka marah tanpa aku mengetahui alasan dibaliknya. Setelah mereka tahu keadaan jari-jariku, aku ditolak dengan cepat karena alasannnya aku tidak bisa berpakaian sesuai standar mereka. Proses penolakan itu yang membuat aku sadar bahwa aku adalah seorang disable
Sekarang kamu bekerja di Kementrian Hukum dan HAM, sebenarnya proses seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil CPNS sudah ramah atau belum terhadap orang-orang disabilitas?
Mungkin kalau bicara seleksi, pengalamanku keseluruhan sudah lumayan baik walaupun masih ada yang harus dibenahi. Kekurangan itu sekarang adalah tugas kami untuk mengadvokasi dari dalam. Untuk seluruh instansi pemerintah di pusat maupun daerah, disabilitasnya masih ada pengkategorian. Jadi hanya ragam disabilitas tertentu yang bisa diterima.
Saat tes semuanya juga menggunakan komputer. Sebenernya untuk teman-teman disabilitas membutuhkan pendamping. Pendamping sudah ada tapi yang kurang adalah pengetahun para pendamping, bagaimana caranya mendampingi disable. Misalnya teman-teman netra diberi waktu tambahan mengerjakan soal selama 30 menit karena soalnya kan perlu dibacakan dulu oleh pendamping. Saya sempat tanyakan apakah para pendamping apakah mereka sudah di traning soal pemahaman dengan disabilitas?. Ternyata itu belum ada, jadi belum semua maksimal.
Jenis soal-soal yang bentuknya gambar, gimana teman-teman netra bisa mengakses itu sementara mereka nggak bisa lihat. Menerjemahkan soal itu saja pasti pendampingnya pusing. Aku berharap ada assessment yang bisa ditemukan untuk teman-teman disabilitas. Bukan untuk diistimewakan tapi karena memang kita butuh assessment agar mereka bisa mengakses dengan hasil yang sama.
Bagaimana perjuangan kamu sehingga bisa lulus seleksi CPNS?
Ini ketiga kalinya aku mendaftar CPNS dan akhirnya aku diterima. Di dua kali sebelumnya aku mendaftar jalur umum dan gagal. Aku benar-benar belajar dari kegagalan ini, banyak media untuk belajar, akhirnya aku belajar terus dan diterima.
Apa kebijakan yang menurutmu harus dibuat untuk menunjang gerak dari kelompok disabilitas?
Aku berharap semoga ada turunan dari UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Karena undang-undang itu khan hanya payungnya sedangkan untuk teknis di lapangan harus ada peraturan lain untuk dapat terjalin lintas sektor.
Apa harapan kamu sebagai seorang disabilitas?
Ketika lingkungan sudah membuka peluang, teman-teman disabilitas juga harus lebih semangat untuk mengembangkan potensinya karena kita harus berjuang dari dua sisi. Kita tidak hanya berbicara tentang hak-hak disabilitas tapi juga meningkatkan kemampuan kita. Namun yang penting lingkungan harus menerima dan berjuang bersama secara inklusif.
*Aprelia Amanda, biasa dipanggil Manda. Menyelesaikan studi Ilmu Politik di IISIP Jakarta tahun 2019. Pernah aktif menjadi penulis di Majalah Anak (Malfora) dan kabarburuh.com. Suka membaca dan minum kopi, Manda kini menjadi penulis dan pengelola www.Konde.co
Post a Comment