Bisnis Media di Era Digital di Mata Para Perempuan Pimpinan Media
*Aprelia Amanda- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co- Keresahan ini dialami banyak perempuan pekerja media di zaman dulu ketika perempuan dipandang sebelah mata di dunia jurnalistik. Perempuan dianggap tidak bisa bekerja dengan baik karena harus mengurus anak dan rumah tangga, dianggap manja atau dianggap kurang tangguh menjadi wartawan. Ini merupakan stereotype yang banyak menghinggap pada perempuan yang memilih bekerja menjadi jurnalis.
Namun saat ini, semakin ada bukti bahwa semakin banyak perempuan yang menduduki posisi-posisi penting. Ninuk Pambudi dan Titin Rosmasari adalah dua orang yang bisa mencapai posisi pemimpin redaksi di sebuah media.
Ninuk Pambudi menjadi Pemimpin Redaksi Harian Kompas, sedangkan Titin Rosmari menjadi Pemimpin Redaksi CNN TV. Mereka saat ini dihadapkan dengan sebuah trend baru yaitu digital media. Trend bisnis media yang bergerak menuju era digitalisasi akhirnya mendorong mereka melakukan transformasi besar-besaran.
Dalam Konferensi Nasional untuk memperingati 25 tahun Aliansi Jurnalis Independen (AJI), 5 Agustus 2019 lalu di Jakarta, Ninuk Pambudi dan Titin Rosmari membagikan kisah dan transformasi yang mereka lakukan untuk menyongsong era digitalisasi media. Saat ini adalah waktu yang krusial karena keputusan yang dibuat akan menentukan nasib keberlangsungan media mereka, apakah akan terus bertahan atau tumbang seperti yang lain.
Cerita Ninuk dan Titin ini juga membuktikan bahwa perempuan pekerja media bisa menduduki pucuk pimpinan, mengelola kinerja serta mempunyai pandangan serius tentang perkembangan media di masa kini. Ini sekaligus menepiskan mitos bahwa perempuan jurnalis adalah perempuan yang manja atau kurang tangguh menjadi wartawan.
Model Bisnis Yang Berubah
Dulu Ninuk Pambudi dan rekan-rekannya di Kompas meyakini Kompas cetak tidak akan tergantikan, sampai akhirnya terjadi penurunan besar-besaran jumlah oplah. Penurunan juga terjadi pada jumlah halaman di Harian Kompas.
“Sekarang Kompas hanya bisa menghadiarkan 20 sampai 24 halaman, padahal dulu bisa mencapai 48 halaman. Namun kita tidak boleh meratapi keadaan ini”, ujar Ninuk.
Penurunan jumlah halaman ini ternyata menuai protes khususnya dari anak-anak muda. Ketika terjadi kesalahan cetak ‘loren ipsum’ beberapa waktu lalu, yang banyak protes pun juga anak muda. Ini menandakan bahwa anak muda masih mau membaca media cetak, oleh sebab itu Kompas cetak tidak bisa dihilangkan sepenuhnya.
Kompas memiliki nilai-nilai yang diwariskan dari para pendirinya terdahulu seperti kedalaman dan check and recheck. Ninuk melihat karakteristik media-media digital yang berkembang saat itu tidak mencerminkan Kompas. Akhirnya Kompas melakukan transformasi secara bertahap. Harian Kompas mulai melakukan digitalisasi media sejak 2017.
Kompas akhirnya melakukan transformasi dari pembaca biasa menjadi subscription. Sejauh ini Kompas sudah memiliki 500.000 register user. Pemilihan model bisnis media dengan subscription dinilai akan lebih menjaga kualitas produk juralistik Kompas.
“Model bisnis Kompas saat ini tidak mengutamakan iklan, tapi subcription dengan cara menghadirkan konten yang baik. Ini salah satu cara menyelamatkan jurnalisme”.
Penurunan Penonton TV pada Generasi Milenial
Selain menjadi Pemimpin Redaksi CNN TV, Titin Rosmasari juga menjadi Pemimpin Redaksi News Trans 7. Titin menyadari jumlah pengguna internet yang semakin tinggi dan internet diprediksi akan segera mengubah model distribusi dalam industri media saat ini.
Gen Y atau biasa disebut generasi milenials menjadi sasaran utama dalam pengembangan media. Menurutnya Gen Y akan mengambil peran dalam spending money. Generasi milenials dianggap sangat konsumtif jika dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya. Ada perubahan dalam konsumsi media, berubahan ini harus disikapi dengan perubahan model bisnis itu sendiri.
Kondisi lain yaitu terjadinya penurunan jam menonton TV di Indonesia. Tidak banyak lagi Gen Y yang menonton TV, mereka mengatur tontonannya sendiri seperti dengan berlangganan Netflix atau menonton youtube.
“Generasi milenial tidak mencari berita, mereka membuat berita. Mereka tidak mencari konten, tapi membuat konten. Mereka membutuhkan personalize konten”.
CT Corp yang merupakan induk perusahaan dari CNN TV dan Trans 7 mengusung media masa depan yang dinamakan Transmedia. Transmedia fokus pada bisnis-bisnis media masa depan, bukan sunset industry. Transmedia akan memperlebar pilihan platform dan menguasai audience share.
“Yang terjadi sekarang antara online dan ofline itu berkelindan. Apa yang dulu tidak kita bayangkan, sekarang akan terjadi dan Transmedia juga mengarah ke sana, ke pasar new media atau internet,” ujar Titin Rosmasari.
Maka inilah waktu yang tepat untuk beradaptasi dan menguji tentang bisnis media di era digital. Ninuk Pambudi dan Titin Rosmari adalah 2 perempuan yang kini mengurus perubahan tersebut. Nakhoda media-media ini ada di tangan 2 perempuan. Ini sekaligus membuktikan bahwa perempuan memang layak untuk menjadi pemimpin, bahkan di era digital yang dulu selalu identik dengan laki-laki.
*Aprelia Amanda, biasa dipanggil Manda. Menyelesaikan studi Ilmu Politik di IISIP Jakarta tahun 2019. Pernah aktif menjadi penulis di Majalah Anak (Malfora) dan kabarburuh.com. Suka membaca dan minum kopi, Manda kini menjadi penulis dan pengelola www.Konde.co
Post a Comment