Valencia, Membangun Rumah Kehidupan
*Kustiah- www.Konde.co
Menopangkan kedua kakinya dengan posisi bersila Tyas Bekti Cahyaningsih, 11 tahun, duduk di atas skarte board bergerak lincah dari satu tempat ke tempat lain. Orang yang tak mengetahui kondisi Tyas mungkin akan mengira anak perempuan berambut sebahu ini sedang bermain skarte board. Padahal, hanya dengan papan kecil beroda itu Tyas bisa berpindah tempat.
Biasanya, sebelum ada skarte board, untuk berpindah tempat Tyas mengandalkan bantuan orang lain dengan digendong atau diangkat. Atau dia akan merambat menggunakan pantat dan kedua tanganya. Penyakit kanker tulang telah merenggut sebagian tubuhnya dari panggul hingga kaki. Akibatnya, Tyas tak bisa menggunakan kakinya untuk berjalan.
Pada 2010 dokter memvonis kanker Tyas sudah akut dan sulit diselamatkan. Karena sudah menyebar ke organ tubuh lainnya.
Ketika itulah pertama kali Valencia Mieke Randa (44), pendiri 'Rumah Harapan' menemukan Tyas di rumah sakit dengan kondisi yang memprihatinkan. Tubuh Tyas yang terkena kanker (di bagian pinggul hingga kaki) telah membusuk dan menjadi sarang belatung.
Karena mati rasa Tyas juga tak merasakan gigitan tikus yang seringkali mengincar lukanya. Hidup dalam keadaan serba kekurangan Tyas tinggal berdesak-desakan di dalam rumah sempit bersama keluarganya di kawasan Grogol, Jakarta Utara. Valencia yang mendampingi pengobatan Tyas pada 2010 merasa prihatin.
Pada 2014 Valencia Mieke Randa meminta izin kepada keluarganya untuk memboyong Tyas setelah ia berhasil mendirikan 'Rumah Harapan'. Valencia ingin Tyas diobati dan dipantau secara maksimal.
Akhir 2014 berdasarkan pemerikaan dokter menyatakan penyakit Tyas telah sembuh. Meski sebagian tubuhnya tak berfungsi namun kondisinya lebih membaik dan bersih.
Rumah Harapan
Siang itu Tyas tak sendiri. Di rumah harapan Tyas bermain bersama Eliana Tul Ikhlas (11), Ucu Nasiatus Mardiyah (13), dan lima anak berusia di bawah lima tahun.Senasib dengan Tyas Eliana juga mengidap penyakit kronis, yakni kelainan pembuluh darah. Tubuh anak kedua dari empat bersaudara ini penuh lebam dan benjolan. Sementara Ucu mengalami gagal ginjal dan harus cuci darah dua kali selama seminggu. Dan anak lainnya terkena leukimia, gejala paru-paru, kanker darah, kanker mata, dan penyakit kronis lainnya.
Sementara puluhan anak lainnya yang sebagian besar berasal dari daerah yang mengidap penyakit berat sedang dalam perawatan jalan. Hanya setiap ke Jakarta dan berobat ke RS mereka singgah di rumah harapan.
Di dalam rumah harapan ini mereka singgah, mendapatkan perawatan sambil menunggu jadwal operasi yang ditentukan dokter dari rumah sakit.
Saat itu 2009. Valencia yang sedang menunggui ibunya yang dirawat di RSCM karena gagal ginjal berjalan melewati selasar rumah sakit. Ia melihat seorang ibu menggendong bayi tengah duduk-duduk dan seorang lelaki membawa butelan kain dan sebuah tas. Mereka terlihat berisiap-siap hendak rebahan untuk istirahat.
Namun, melihat petugas keamanan mendekat suami istri ini lari menjauh. Tak berapa lama mereka kembali setelah petugas keamanan RS pergi. Valencia yang melihat peristiwa pengejaran itu merasa sedih. Ia mendekati sepasang suami istri dan bertanya tentang keperluan mereka berada di selasar RS. Rupanya warga asal Kalimantan ini hendak memeriksakan bayinya yang sedang sakit parah. Mereka menunggu jadwal pemeriksaan dokter. Karena tak punya uang untuk menyewa rumah tinggal mereka terpaksa tidur di selasar RS.
"Jangankan untuk sewa kamar untuk berobat saja mereka sudah menjual sawah, ladang yang mereka punya. Jadi kondisi ekonominya memang kurang," kata Valencia mengenang percakapan dengan suami istri tersebut kepada penulis beberapa waktu lalu di rumah harapan yang didirikannya di Kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
Sejak peristiwa itu Silly memiliki keinginan membuat rumah singgah untuk orang-orang yang sedang dalam kesulitan saat melakukan pengobatan dan perawatan anaknya yang sedang sakit. Saat itu ia tak tahu bagaimana harus mewujudkannya.
Tetapi dia yakin, jika punya niat baik tentu Tuhan akan membukakan jalan. Seiring berjalannya waktu dengan membentuk sebuah komunitas dunia maya Blood for Life Indonesia (BFL), yakni sebuah wadah yang menjembatani siapa pun yang membutuhkan dan bersedia mendonorkan darahnya tanpa dipungut biaya. Silly mulai yakin bisa mewujudkan mimpinya (Bersambung).
(Foto: Socialmediaweek.org)
Post a Comment