Header Ads

Marsinah, 25 Tahun Sejak Kematianmu


Estu Fanani- www.Konde.co

Jakarta, Konde.co- Tak pernah mudah bagi Marsinah. Barangkali ini kalimat yang tepat yang bisa kita tujukan untuk buruh perempuan asal Jawa Timur ini.

Di Usianya yang ke- 24 tahun, Marsinah kemudian memperjuangkan kenaikan upah di pabrik tempatnya bekerja, namun ia kemudian hilang dan ditemukan dalam kondisi terbunuh. Jejaknya tenggelam dalam hiruk-pikuk kepentingan, politik, pergantian presiden yang silih berganti. Namun hingga kini, tak pernah ditemukan siapakah yang sebenarnya pembunuh Marsinah? Tak pernah mudah bagi Marsinah.

Bulan Mei 2018 ini merupakan 20 tahun pasca reformasi di Indonesia. Sejumlah kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap perempuan belum tuntas hingga kini, salah satu yang tak bisa diselesaikan hingga kini adalah kasus pembunuhan yang menimpa buruh perempuan, Marsinah.

Sejumlah organisasi mengadakan aksi teatrikal di taman inspirasi di depan Istana Jakarta pada 8 Mei 2018 hari ini, menuntut diusut tuntasnya kasus Marsinah. Sebanyak 25 perempuan pembela demokrasi melakukan orasi, para perempuan membacakan monolog dan puisi Marsinah yang dilakukan oleh para seniman dan budayawan perempuan, juga pementasan musik dan pemutaran film “Marsinah” karya Slamet Raharjo.

Aksi teatrikal ini dilakukan untuk menuntut pemerintah untuk mengusut tuntas kasus Marsinah, seorang buruh perempuan yang dibunuh pada 8 Mei 1993 di Sidoarjo, Jawa Timur. Mereka menuntut agar dituntaskannya kasus Marsinah dan negara mengakui Marsinah sebagai pahlawan.


Siapakah Marsinah?


Marsinah adalah seorang buruh perempuan, buruh pabrik PT. Catur Putera Surya (CPS) di Porong, Sidoarjo, ditemukan tewas mengenaskan di hutan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur.

Sebelumnya, Marsinah berada di garda depan aksi-aksi buruh PT. CPS dalam memperjuangkan keadilan, diantaranya menuntut kelayakan upah minimum regional, upah lembur dan cuti hamil bagi buruh perempuan.

Marsinah melakukan unjuk rasa untuk meminta kenaikan upah bersama para buruh lainnya di pabrik tersebut. Mereka menuntut kenaikan upah pada perusahaan sebesar 20 persen sesuai dengan surat edaran Gubernur Jawa Timur. Aksi dilakukan 3 dan 4 Mei 1993 hingga tertangkapnya sejumlah buruh oleh Kodim Sidoarjo.

Pada tanggal 5 Mei 1993 Marsinah pergi ke Kodim dan mempertanyakan kemana teman-temannya yang tidak ditemukan setelah berlangsungnya aksi kepada pihak Kodim. Namun sejak itu ia hilang dan mayatnya ditemukan di hutan pada 8 Mei 1993.

Setelah aksi tersebut, mayatnya ditemukan di hutan dengan tanda bekas penyiksaan berat. Pengadilan atas pembunuhan Marsinah kemudian menyeret 10 orang termasuk satu oknum TNI. Almarhum Munir kemudian menjadi salah satu pengacara Marsinah. Ada banyak kejanggalan dalam kasus pembunuhan ini termasuk setiap saat orang bertanya: siapakah dalang pembunuh Marsinah?

Solidaritas untuk Marsinah menggema dimana mana termasuk kala itu terdapat sejumlah lagu dan pementasan teater Satu Merah Panggung untuk pementasan teater keliling pembunuhan Marsinah. Pementasan teaternya kemudian juga sempat dilarang tampil. Marsinah dianggap berbahaya bagi pemerintahan orde baru.

Marsinah mendapat penghargaan kemanusiaan Yap Thiam Hien sesudah itu. Semangatnya ada dalam darah para buruh perempuan.

Pembunuhan yang terjadi pada Marsinah membuktikan bahwa ia kemudian menjadi martir sekaligus simbol dari penindasan berlapis, eksploitasi tenaga kerja, kekerasan militer, pelanggaran HAM, dan kejahatan patriarki yang terjadi di masa Orde Baru. Untuk menutupi pelaku yang sebenarnya, Pemerintahan ORBA kemudian menggelar peradilan palsu.

5 tahun setelah Marsinah tewas, ORBA tumbang. Ruang demokrasi terbuka lembar, namun langkah untuk menegakkan keadilan bagi Marsinah masih penuh tanda tanya.

Hingga kini, pasca 20 tahun reformasi dan 25 tahun kasus Marsinah masih menjadi misteri, ia mengikuti jejak kasus pelanggaran HAM lainnya di Indonesia. Kematian Marsinah, diabaikan.

Marsinah adalah sosok yang membawa makna keberanian dan semangat juang rakyat melawan penindasan. Sehingga, setelah 25 tahun kematiannya, inspirasi dari perlawanan gigihnya terus meluas di ragam perlawanan rakyat.

“Mengingat Marsinah adalah upaya menghidupkan suara keadilan bagi kasus kematian Marsinah yang hingga kini tak pernah diakui oleh pemerintah sebagai pelanggaran HAM. Posisi pemerintah tersebut, menggali liang kubur untuk keadilan bagi Marsinah, satu liang lahat dengan sekian kasus pelanggaran HAM lainnya di Indonesia,” ujar Dian Septi dari Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP).

Pemerintahan telah silih berganti, namun kasus Marsinah tak kunjung selesai. 25 tahun, menjadi bukti tentang catatan panjang abainya pemerintah Indonesia terhadap keadilan bagi Marsinah. Sekaligus, menambah daftar panjang pelanggaran HAM terhadap buruh perempuan yang didiamkan oleh pemerintah di masa orde baru hingga 20 tahun pasca reformasi.

Selain melakukan aksi teatrikal, jaringan perempuan yang terdiri dari www.konde.co, Perempuan Mahardhika, Federasi Buruh Lintas Pabrik, Marsinah FM, JALA PRT, KASBI, Serikat SINDIKASI, LBH Jakarta, Sanggar Anak Harapan, Konsonsiurm Pembaruan Agraria, Solidaritas Perempuan, Jaringan Muda Anti Kekerasan Seksual, Kontras, Federasi Buruh Transportasi Indonesia, WALHI, Serikat Pekerja Nasional Ekaprima Panbrothers, JENTERA, Perpus Jalanan, Daun Jatuh juga melakukan advokasi untuk membuka kembali kasus Marsinah ke Komnas HAM.

“Advokasi ini dilakukan untuk menuntaskan kasus Marsinah dan sekaligus sebagai momentum untuk mengingatkan pada pemerintah bahwa setelah 20 tahun reformasi, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah bagi Marsinah dan perjuangan lain yang dilakukan bagi buruh perempuan di masa lalu dan di masa sekarang,” ujar Mutiara Ika dari Perempuan Mahardhika.

Dengan kondisi ini jaringan perempuan akan meminta Komnas HAM untuk membuka kasus Marsinah dan menuntut pemerintah agar mengakui kasus Marsinah sebagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia dan menjadikan Marsinah sebagai pahlawan.

(Foto: Marsinah/ pegi-pegi.com)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.