Telur Paskah Bagi Kami
*Fransisca Asri- www.Konde.co
Setiap melihat telur paskah yang dihias anak-anak, setiapkali itu pula saya mengingat cita-cita kami dulu.
Setelah melukis telur paskah, kami lalu membagikannya pada anak-anak yang lain. Pada anak-anak di gereja, di jalan, di lingkungan kami, semua anak akan senang mendapatkan telur paskah yang dihias warna-warni. Kami menggunakan kertas krep warna-warni untuk menghiasnya satu hari sebelum jumat paskah. Kakak-kakak kami yang mengumpulkan dan kemudian mengajarkan ini. Tentu saat seperti itu adalah saat yang ditunggu anak-anak, kami belanja telur, memasaknya lalu menghiasnya.
Hingga dewasa, kami baru mengetahui makna mendalam dalam setiap telur paskah yang kami hias.
Inti dari paskah yang kami pelajari kemudian yaitu bagaimana kita memberi pada orang lain, memberikan waktu dan ruang pada orang lain, juga harus berkorban pada manusia yang lain. Dalam masa-masa itulah kemudian kami belajar tentang sisi lain. Sisi lain ini yaitu: siapakah korban, apa yang harus kita lakukan untuk korban, serta dimana kita menempatkan diri jika ada korban?
Ini pula yang kemudian memberikan kami pelajaran bagaimana menempatkan pelaku dan korban. Dari sanalah kami mengetahui bahwa kami harus berpihak pada korban, menolong mereka dan memberikan ruang pada kehidupan kami.
Kami lama mempelajari ini di tempat kami ibadah dan di lingkungan kami. Dan percaya ataukah tidak, bahwa sejak itulah awal mula kami belajar tentang cita-cita untuk pekerjaan kami.
Saya dan beberapa teman kemudian mempunyai cita-cita untuk bekerja pada lembaga kemanusiaan. Disana, saya menjadi tahu ada seorang teman yang ditinggalkan pacar laki-lakinya pergi begitu saja, seorang ibu yang ditinggalkan suaminya dan harus merawat anaknya sendiri, juga seorang anak yang berada dalam masa sulit menghadapi perpisahan orangtuanya.
Kami jadi banyak belajar bagaimana harus berpihak, harus belajar soal pembelaan pada korban dan membantunya untuk berani menyelesaikan persoalan. Karena pada intinya, bagi perempuan: hidup adalah bagaimana memutuskan untuk berani. Termasuk berani untuk memimpin.
Disanalah kami kemudian memperjuangkan perempuan untuk berani dalam memimpin, termasuk dalam gereja, dalam lingkungan kami.
Karena inti dari paskah juga berarti memberikan ruang bagi yang lain untuk memimpin dan dipimpin. Dari sinilah saya kemudian belajar soal diskriminasi. Diskriminasi adalah sesuatu yang dilakukan ketika kita melakukan pembedaan manusia lain yang membuat tidak nyaman orang lain.
Saya menjadi mengerti, ternyata dari kecil, kami sudah belajar soal simbol-simbol kemanusiaan. Telur paskah ternyata merupakan simbol kemanusiaan pertama yang kami pelajari kala kami kecil. Telur ini selalu mengingatkan kami akan makna untuk memberikan sesuatu, berkorban bagi orang lain, memberikan kasih sayang dan ruang yang lebar bagi korban.
Setiapkali saya mengingat ini, setiap kali melihat ini, telur-telur paskah yang selalu datang seperti hari-hari ini, ini yang membuat kami belajar banyak. Masa kanak-kanak kami, telur-telur ini mengingatkan bagaimana pembelaan kita pada korban, pada perempuan yang menjadi korban yang terlalu sering kami temui, memperjuangkan mereka secara bersama-sama.
Karena bagi kami, paskah adalah simbol, alat, praktik, pilihan kami untuk memperjuangkan keadilan dan perdamaian.
(Foto/Ilustrasi: Pixabay)
*Fransisca Asri, pekerja kemanusiaan di pelosok negeri.
Post a Comment