Header Ads

Bagaimana Cara Agar Perempuan Aman dalam Menggunakan Internet? (1)


*Kustiah- www.Konde.co

Jakarta, Konde.co - Bagaimana perempuan bisa melindungi dan mengamankan dirinya di dunia maya?

Saat ini banyak perempuan yang mempunyai data di internet. Data ini tersebar di internet. Lalu bagaimana agar data tidak terkena kejahatan di dunia maya?
Widuri, Deputi Direktur ICT Watch dan pegiat internet sehat, berbagi tips dalam forum belajar internal yang diselenggarakan Komnas Perempuan dengan tema Cyber Crime dan Kekerasan Terhadap Perempuan pada akhir Desember 2017 lalu. Menurut Widuri yang harus dilindungi di internet seharusnya berlaku umum ke semua manusia yang ada, yang menggunakan internet, tidak hanya perempuan saja.

Walau ia menyebutkan bahwa antara laki-laki dan perempuan ada perbedaan kerentanan dalam penggunaan internet. Perempuan dan anak terutama, sangat rentan menjadi korban eksploitasi atau kejahatan di dunia internet.

"Ketika masuk ke dunia internet sebenarnya adalah perpanjangan dari apa yang terjadi di dunia offline, ketika kekerasan perempuan banyak terjadi di dunia nyata maka internet menjadi kepanjangan kekerasan tersebut," kata Widuri.

Bahkan lanjutnya, dunia internet menjadi suatu tempat yang sangat mengerikan karena informasi yang dihasilkan akan mudah menjadi viral dibandingkan dunia offline.

Berdasarkan hasil penelitian APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) dan ICT Watch dan Polling Indonesia di tahun 2016, penetrasi pengguna internet antara laki-laki dan perempuan sebenarnya tidak berjarak jauh, yaitu dari 132,7 juta pengguna internet di Indonesia terdapat 52,5% laki-laki dan 47,5% perempuan.

Dari data ini yang paling banyak penggunanya adalah di Pulau Jawa yakni sebanyak 65% karena infrastruktur internetnya sudah terbangun bagus di Pulau Jawa.

Untuk melihat background mengapa perempuan lebih rentan, ICT Watch kemudian berkesempatan di tahun 2015 bekerjasama dengan World Wide Foundation (WWF) beserta dengan 9 negara lainnya, salah satunya Indonesia. Waktu itu kebetulan selain Indonesia, ada Mesir, Philipina dan beberapa Negara Afrika, mereka menilik keterkaitan digital devide atau kesenjangan digital antara perempuan dan laki-laki di beberapa negara tersebut, salah satunya di Indonesia. Penelitian lebih khusus dilakukan untuk kaum miskin perkotaan.

"Banyak hal yang menyebabkan mereka tidak bisa mengakses internet, padahal menurut kami internet itu memberi peluang yang banyak, baik itu pekerjaan, ketrampilan, dll," ujarnya.

Tapi ketika perempuan tidak mempunyai akses internet, seperti infrastruktur di daerahnya belum terbangun, lokasinya masuk wilayah sulit, atau harga peket internetnya di beberapa daerah masih relatif tinggi, seperti di Papua, harus membayar Rp. 300 ribu hanya dapat beberapa GB. Kondisi ini berbalik dengan warga Jakarta yang bisa mengkases internet dengan harga paket data murah.

Jadi ada beberapa hal yang menghambat perempuan untuk dapat mengakses internet, salah satunya mereka tidak mempunyai gadget sendiri. Contoh, beberapa daerah di Palembang dan Yogja ketika diwawancara mereka harus menunggu suaminya pulang dulu untuk bisa main HP, atau facebook-an, twitter-an, dll.

Atau seperti contoh di Palembang ada perempuan yang bisa berjualan online, tetapi hanya bisa mulai dari jam 19.00 s/d 12 malam karena lagi-lagi HP-nya dipakai bersama dengan suami.

Selain itu tingkat pendidikan juga berpengaruh, untuk menggunakan internet masih banyak yang gagap.

Dan ketika sudah bisa mengakses internet banyak ketidaktahuan perempuan dalam hal keterampilan berinternet. Sehingga terjadi hal-hal yang namanya cyber stalking, cyber grooming, dll karena banyak ketidaktahuan perempuan dalam hal ketrampilan berinternet atau digital literasinya masih terbatas (bersambung)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.