Gula Jawa, yang Mengingatkanku pada Sesuatu
*Asrur Rodzi- www.konde.co
Gula jawa. Bagi saya, gula jawa selalu berasa manis dengan warna yang eksotis. Tak semua orang suka dengan rasanya gula jawa, tapi banyak yang berminat. Jika ia dipersonifikasikan sebagai seseorang, ia, si gula jawa ini bagaikan seorang kawan baru. Beberapa orang memanggilnya seperti itu. Termasuk saya.
Kami sebelumnya tak pernah bertemu dan kisah ini terjadi dalam letupan-letupan dari dunia maya:
Dari wajahnya ia terlihat begitu muda, berwajah eksotis seperti julukannya. Beberapa lelaki terlihat berminat dan naksir dengan begitu malu malu, beberapa cukup agresif dengan meluncurkan kata kata yang emosional. Ia macam diva dalam ruang media sosial. Pemujanya makin bertambah dari waktu ke waktu.
Percakapan pertama kami sebetulnya tak sengaja. Ia membeberkan fakta bahwa Kota Malang merupakan kota dengan udara terbersih versi sebuah lembaga survey. Jelas sebagai pelaku pedestrian yang kerap mengkosumsi asap kendaraan bermotor, fakta itu tak bisa diterima. Kukritisi itu dengan argumen, jika kota yang selama tujuh tahun kutinggali mendapatkan predikat sebagai kota terbersih, bagaimana keadaan udara di tempat lain?
Kami beradu argumen dan detik itu pula kami tahu bahwa kami sama sama tinggal di satu kota.
Setelah itu interaksi kami tak ada yang berkesan, sambil sesekali melihat latar dia dalam rautan jejak digital. Ia sepertinya baru lulus sekolah menengah atas dan saya tak begitu paham ia akan meneruskan ke jenjang perkuliahan atau malah memutuskan untuk bekerja, entahlah, secara pribadi saya memang tak begitu antusias dengannya.
Beberapa bulan kemudian saya iseng datang ke dalam sebuah forum yang banyak memperjuangkan hak dan seluk beluk seksualitas. Beberapa kawan di dunia maya banyak yang bergabung disana. Saya sendiri mengikuti forum itu dari awal dibentuk, dan banyak hal yang kupelajari disana. Tak melulu membahas soal seksualitas manusia terutama perempuan. Ada beberapa hal yang cukup membuatku terguncang dan menjadi dasar kenapa aku menulis cerita ini.
Singkat kata, karena sekarang saya relatif jarang berkunjung ke forum tersebut, tiba-tiba saja saya kemudian pernah iseng mencoba melihat jejak digital forum tersebut di postingan beberapa bulan sebelumnya. Ada sosok yang ku kenal, si gula jawa itu, ia bersama seseorang, yang kemungkinan kekasihnya. Saya lihat komentar dibawahnya dan mulai merasakan geli. Adegan berikutnya muncul. mereka berfoto berdua.
Dari sinilah saya tergerak untuk bertanya: jika anda mempunyai kekasih, apakah anda mau menceritakan atau memperjuangkan hak seksualitas anda pada pasangan anda?
Ada beberapa kalangan yang saya tanyai tak mau menceritakan pilihan seksualitasnya. Beberapa kawan bahkan secara tegas menolak menceritakannya.
Saya sendiri sebenarnya lebih menghargai kejujuran, orang lain bisa bercerita tentang pilihan seksualitasnya, karena saya juga tak sepakat jika orang tak bisa menceritakan atau berdiskusi tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi, karena ini merupakan hak dari semua orang untuk boleh berbicara.
Walau saya tahu, orang yang terbuka dengan orang yang tidak tepat sering mendapatkan stigma buruk. Yang seharusnya bisa menceritakan persoalan dan hak seksualitasnya, justru malah mendapatkan stempel buruk.
Dan terakhir, jika orang bisa bercerita, lalu justru diberikan stempel. Saya menghimbau: jangan melihat buku dari covernya.
Namun dari melihat kembali di gula jawa, saya menjadi ingat suatu hal, bahwa kita bebas untuk menentukan pilihan kita, pilihan hidup, pilihan seksual serta berani untuk berbicara termasuk untuk menolak kekerasan dan memperjuangkan hidup dan hak seksualitas kita.
(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)
*Asrur Rodzi, manusia biasa selayaknya nabi dan pahlawan pendahulu, penyuka sejarah dan masa lalu
Post a Comment