Perempuan dalam Bingkai Meme
*Tri Sumartyarini- www.Konde.co
Modernitas yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi (media sosial) bukan membuat subordinasi terhadap perempuan sirna. Justru kehadiran media sosial bisa mendorong subordinasi terhadap perempuan semakin canggih. Hal tersebut terlihat pada meme (baca: mim) yang banyak beredar akhir-akhir ini.
Meme adalah foto atau gambar yang disertai dengan tulisan dalam bingkai. Meme menjadi sarana bercerita, olok-olok, mengejek, atau sekadar gurauan. Meme kemudian dipasang sebagai DP aplikasi blackberry, facebook, twitter, path, instagram, dan media sosial lainnya.
Sesungguhnya, meme diambil dari bahasa Yunani yang berarti mengimitasi. Dalam kamus bahasa Inggris Max Webber meme diartikan ide, perilaku, atau gaya yang menyebar dari orang ke orang melalui budaya.
Prasodjo (2015) mengungkapkan meme tidak sekedar berisi karikatur biasa tapi sebuah penyebaran unit of culture. Dalam hal ini culture (budaya) direpresentasikan dalam sebuah simbol dan simbol itu bisa berupa teks, bunyi, image dan video. Sekilas memang berisi lelucon, namun meme menyimpan kemungkinan multitafsir. Bisa ditafsirkan sebagai penghinaan, hanya sebagai joke belaka atau pembenaran ideologi yang melihat meme.
Di antara banyak gambar meme bertema perempuan yang berserak di dunia maya maka tema-tema yang dominan dibahas adalah pertama tentang posisi perempuan dalam masyarakat dan kedua tentang tubuh.
Meme Suami Istri
Dalam sebuah meme ada tergambar sepasang suami istri sedang berjalan bersama. Mereka berpenampilan menarik, saling tersenyum. Sang laki-laki mengenakan jas panjang warna coklat menjinjing sebuah tas. Demikian pula sang istri, pakaiannya tak kalah menarik, mengenakan jas panjang, di lehernya melingkar syal, rambut terurai, dan berkacamata hitam. Gambar tersebut menggambarkan kebahagiaan. Di antara gambar tersebut terdapat tulisan: “Kenapa pria harus kerja keras? Karena penampilan istri lambang kesuksesan suami”.
Meme tersebut seolah-olah meninggikan perempuan namun sebenarnya merendahkan perempuan. Kesan pertama yang muncul adalah perempuan layak dimanja, tetapi kesan lain lain yang muncul adalah seorang perempuan hanya dijadikan simbol atau lambang. Perempuan tak ubahnya seperti patung pajangan yang hanya menjadi tempat pamer harta kekayaan suami ke khalayak. Ia seperti benda pasif yang hanya menerima. Begitu kira-kira tafsirannya. Maka, dalam hal ini, perempuan tidak memiliki dirinya sendiri.
Berhubungan dengan meme di atas, Mansour Fakih (2008) pernah mengkritik anggapan masyarakat yang selama ini mengemuka: banyak yang menganggap bahwa laki-laki dalam konstruksi masyarakat selalu diyakini sebagai bread winner (pencari nafkah) maka setiap pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dinilai hanya sebagai ‘tambahan’ dan oleh karenanya boleh dibayar lebih rendah. Itulah makanya dalam suatu keluarga, sopir dianggap pekerjaan laki-laki sering dibayar lebih tinggi dibanding pekerja rumah tangga meski tidak ada yang menjamin pekerjaan sopir lebih berat dan lebih sulit dibanding memasak dan mencuci.
Dengan logika seperti yang disebutkan di atas, meme tersebut tidak menghitung pekerjaan perempuan. Istri hanya dihitung pada barisan pendukung, bukan sebagai sosok yang juga bisa sukses berkarya dengan kerja kerasnya sendiri.
Meme Tubuh Perempuan
Tema kedua dalam meme adalah tentang tubuh perempuan. Dalam banyak meme, perempuan direpresentasikan sebagai pemilik keindahan tubuh. Hal ini terlihat dari tampilan wajah cantik, kulit mulus, dan tubuh yang langsing.
Dalam sebuah meme berbentuk strip (gambar bersusun) menampilkan sosok perempuan yang habis diputus pacarnya. Strip pertama menunjukkan sosok perempuan yang berpenampilan lugu. Perempuan itu ditampilkan berkacamata, rambut dikepang dua, dan berpakaian lengan panjang.
Strip berikutnya menampilkan perempuan tersebut melepas kaca mata, melepas ikat rambut dan membiarkannya terurai, melepas baju panjang dan pada strip terakhir si perempuan mengenakan baju tanpa lengan. Setiap strip dari meme tersebut dibubuhi tulisan yang jika dirangkai menjadi kalimat: “Jadi kamu putus sama aku karena dia lebih cantik dari aku? Kamu yakin?”
Kata cantik menjadi kata kunci dari meme ini. Perempuan dalam strip pertama sebelumnya digambarkan tidak cantik. Sang pacar memutus perempuan ini karena ia tidak lebih cantik dari pacar barunya. Maka ia menantang mantan pacarnya dengan menampilkan keelokan paras dan tubuh.
Jelas, dalam hal ini perempuan hanya dipertimbangkan dari aspek tubuh, kemolekan wajah saja. Perempuan hanya dihitung berdasarkan wadak, fisik. Wadak jadi sasaran kenikmatan dan memanjakan mata (bagi laki-laki). Pada meme tersebut, tubuh perempuan hanya dihitung sebagai perhiasan semata. Perempuan tidak dihitung dalam dimensi lain misal kepintaran, kecerdasan, prestasi, atau karya yang dimiliki.
Sebagai perempuan penikmat meme hendaknya kita harus memiliki kecerdasan dan sensitifitas dalam menafsirkan meme supaya tidak begitu saja membenarkan muatan dalam meme dan larut dalam kontruksi sosial yang merugikan perempuan.
(*) (Artikel ini merupakan bagian tulisan dalam buku Perempuan Titik Dua karya Tri Umi Sumartyarini)
*Tri Umi Sumartyarini, Seorang Ibu Rumahtangga tinggal di Demak, Jawa Tengah, Indonesia. Pengelola Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Ken Amanah
(Foto/Ilustrasi:Pixabay.com)
Post a Comment