Kota Ramah Perempuan dan Anak (2)
Luviana- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co- Seperti apakah kota aman bagi perempuan dan anak? Kota aman adalah kota dimana perempuan dan anak perempuan terbebas dari berbagai bentuk kekerasan dan ancaman kekerasan. Apabila suatu kota terasa aman bagi perempuan, maka aman pula seluruh penduduknya. Maka menciptakan kota yang aman bagi penduduknya merupakan bagian dari perencanaan kota yang baik.
Mewujudkan kota aman ini dilakukan setelah melihat banyaknya pelecehan dan kekerasan perempuan yang banyak terjadi di ruang publik seperti di jalan, di dalam dan di sekitar transportasi publik, di sekolah, tempat kerja, di toilet, taman dan sejumlah ruang publik lain. Kenyataan ini kemudian mengurangi partisipasi perempuan dalam beraktivitas. Perempuan menjadi ketakutan untuk beraktivitas di malam hari.
Dalam catatan UN Women tentang situasi kota-kota di dunia, di London berdasar hasil studi yang dikeluarkan pada tahun 2012, sebanyak 43% perempuan pernah mengalami setidaknya 1 bentuk pelecehan di jalan.
Sedangkan di Port Moresby, berdasar hasil studi pelingkupan, lebih dari 90% perempuan dan anak pernah mengalami setidaknya 1 bentuk pelecehan seksual ketika mengakses transportasi publik. Di Kigali, berdasar sebuah studi dasar menyebutkan bahwa 55% perempuan melaporkan bahwa mereka kuatir untuk datang ke lembaga pendidikan di malam hari.
Hal yang sama juga terjadi di Jakarta, banyak perempuan yang takut pulang ketika malam hari, takut menyeberang jembatan penyeberangan karena sepi dan gelap ketika malam hari. Hal inilah yang kemudian membatasi akses pada perempuan.
UN Women kemudian mengajak sejumlah kota di dunia untuk berpartisipasi dalam program Safe Cities dan Safe Public Spaces atau mewujudkan kota dan ruang publik yang aman pada perempuan dan anak. Sejumlah kota yang berpartisipasi ini antaralain: Cairo, New Delhi, Port Moresby, Quito, Cape Town, Mexico City, Rabat, Marrakech, Quezon City, Manila, Medellin, Dushanbe, Rio De Janeiro, Tegucigalpa, Dublin, Winnipeg (bersama dengan Provinsi Manitoba di Kanada), Reykjavik, Sakai, New York dan Brussel untuk berpartisipasi dalam mewujudkan kota yang ramah pada perempuan dan anak.
Kota yang berpartisipasi dalam inisiatif ini kemudian berkomitmen untuk:
1. Mengidentifikasi intervensi yang relevan dan responsif gender, yaitu melaksanakan studi soal pemahaman tentang kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, kemudian pemangku kepentingan merefleksikan hasilnya
2. Mengembangkan hukum, kebijakan untuk mencegah kekerasan seksual di ruang publik
3. Melakukan pendekatan gender pada perencanaan kota seperti insfrastruktur yang baik untuk perempuan dan anak, sanitasi yang aman, pencahayaan kota yang cukup hingga pemberdayaan ekonomi perempuan
4. Anak, perempuan dan laki-laki terlibat sebagai agen perubahan, terlibat dalam kegiatan transformatif di sekolah, mempromosikan dan saling hormat antar gender.
Safe Cities ini akan membantu mengembangkan, mengimplementasikan dan mengevaluasi untuk pencegahan sekaligus merespon kekerasan seksual pada perempuan dan anak di ruang publik sehingga kota yang aman bagi perempuan dan anak bisa diwujudkan.
(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)
Post a Comment