Hari Ayah
*Kustiah- www.Konde.co
Apa makna ayah bagimu? Itu adalah pertanyaan yang saya dengar dari seorang guru kepada seorang siswinya di hari ayah atau Father’s Day kemarin. Di Indonesia, hari ayah ini banyak diperingati setiap tanggal 12 November.
Baru-baru ini saya juga membaca pertanyaan yang sama di sebuah majalah anak-anak. Pertanyaan yang paling banyak ditulis adalah: apakah kamu dekat dengan ayah? Sedekat apa? Dalam sehari, kamu berbicara berapa jam dengan ayahmmu? Apa saja isi pembicaraanmu? Apakah ayahmu selalu ada di dekatmu ketika kamu punya masalah? Lalu apa yang sering kalian kerjakan bareng?
Di koran, saya juga membaca pertanyaan tentang bagaimana ayah, perlakuan seorang suami buat istrinya. Apakah ia memperlakukanmu secara baik? Tidak membentakmu, mau sama-sama mengurus rumahtangga bersamamu?
Jika ayah sedunia seperti Shafiq Pontoh yang berusaha memberikan yang terbaik bagi anak, mungkin anak-anak akan hidup sehat dan bahagia. Begitu pula bagi istri atau ibu yang melahirkan anak-anaknya. Mereka pasti akan merasa menjadi perempuan yang beruntung karena memiliki pasangan yang mengerti kebutuhan istri.
Seharusnya hari itu, Minggu, 25 Oktober 2009 Shafiq Pontoh bahagia tak terkira ketika menyaksikan putra pertamanya Arkana Mashka Yusuf Ahmad Pontoh lahir. Apalagi istrinya telah melewati masa kritis selama proses persalinan.
Namun, kebahagiaan dan rasa haru yang ia rasakan tak berlangsung lama ketika Shafiq menyaksikan beberapa rentetan peristiwa yang membuatnya geram dan meradang.
Jauh hari sebelum proses persalinan Shafiq dan istri melahap berbagai informasi seputar air susu ibu (ASI) dan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dari berbagai sumber. Begitu tahu tentang pentingnya manfaat ASI keduanya berniat memberikan yang terbaik untuk anaknya. Namun, ternyata mudah dikatakan dan sulit dilakukan. Karena begitu persalinan usai, semua yang ia dan istrinya pahami mendadak hilang semua.
"It's easier said than done. Yang kami baca dan pelajari tiba-tiba blank," kata Shafiq kepada penulis beberapa waktu lalu di kantornya di Kawasan Pondok Indah.
Berjuang untuk Arkana
Arkana, meski lahir tak prematur, berat badannya hanya 2,250 gram sehingga IMD hanya dilakukan sekitar 15 menit. Suster dan dokter memutuskan memisahkan anak dari ibunya untuk segera dimasukkan ke dalam inkubator.
Dari sinilah satu per satu masalah muncul. Bilirubin anaknya dinyatakan melebihi ambang batas. Menurut dokter Arkana kuning dan harus disinar.
Dan yang membuat Shafiq dan istri meradang adalah ketika suster memberikan susu formula ke anaknya tanpa seizinnya. Suster dan dokter berasalan sufor diberikan kuatir bayi dehidrasi karena usai disinar. Padahal, sejak awal ia dan istrinya sudah merencanakan hanya akan memberikan ASI untuk anaknya. Tetapi pihak rumah sakit keukeh menjejali anaknya dengan sufor yang mereka sebut sebagai 'cairan'.
Peristiwa kedua yang membuat hati Shafiq hancur manakala pihak rumah sakit mempersilakan istrinya pulang sementara anaknya harus ditinggal karena harus melalui proses penyinaran terlebih dulu sampai bilirubinnya berada pada batas normal.
"Hati saya terasa rontok saat melihat anak saya telanjang, hanya mengenakan popok dengan mata ditutup dan badannya terlihat kurus. Dunia seperti mau runtuh," ujarnya.
Setelah menyadari bahwa upaya istrinya untuk IMD gagal dan upaya menyusui ASI dihalang-halangi, Shafiq tak menyerah. Setelah melalui serangkaian perlawanan terhadap pihak RS akhirnya istrinya bisa tetap memberikan ASI untuk anaknya. Dengan nada sedikit mengancam ia menyampaikan kepada suster dan pihak RS bahwa istrinya hanya ingin anaknya mendapatkan ASI, bukan dicekoki sufor.
Yang membuat Shafiq heran RS tempat istrinya melahirkan merupakan RS Ibu dan Anak. Tetapi anehnya RS seolah tak mendukung pemberian ASI untuk bayi.
Bahkan istrinya sempat diintimidasi suster yang meragukan ASI-nya keluar.
"Mereka bilang di depan istri saya 'paling ASI nya ibu juga nggak keluar'," kata Shafiq menirukan.
Peristiwa traumatik itulah yang kemudian membuat Shafiq berkomitmen kembali mencari tahu tentang ASI dan informasi seputar modus RS menjejali sufor ke bayi yang baru lahir. Ia rajin mendatangi berbagai forum yang membahas soal ASI salah satunya yang diadakan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI).
Awalnya pekewuh, ada perasaan sungkan saat hadir mendampingi istrinya bergabung dalam forum yang lebih banyak membahas organ perempuan. Apalagi yang datang semua ibu-ibu.
Tetapi, kehadiran Shafiq yang mendampingi istrinya justru disambut hangat oleh ibu-ibu karena ia dianggap peduli dengan upaya istri yang hendak memberikan ASI untuk bayinya. Ternyata pertemuan demi pertemuan Shafiq mulai melihat ada beberapa bapak-bapak yang juga turut hadir mendampingi istrinya. Dan dari pertemuan itulah cikal bakal lahirnya gerakan Ayah ASI dimulai.
Rasa risih mendengar kata puting, aleora, dan organ tubuh lainnya di antara ibu-ibu perlahan mulai sirna. Karena, kata-kata itu berulang kali ia dengar dan ucapkan. Ia mencoba mencari tahu bagaimana menggunakan kata-kata yang dianggap tabu menjadi bahasan yang cair dan komunikatif.
Akhirnya, karena biasa dan sering dikatakan kata-kata yang awalnya membuat Shafiq dan ketuju bapak-bapak yang biasa mendampingi istrinya hadir dalam forum AIMI risih perlahan hilang (Bersambung).
(Foto/Ilustrasi: pixabay.com)
*Kustiah, Pengelola www.Konde.co dan pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta. Mantan jurnalis www.Detik.com
Post a Comment