Kain Untuk Simbok
*Dinda Nuurannisaa Yura- www.Konde.co
Terinspirasi dari kisah nyata seorang Pekerja Rumah Tangga, Marlena
Anak perempuan itu. Tak lebih dari 14 tahun usianya, Remaja, Belia
Di saat kawan-kawan seusianya sibuk dengan buku dan pena, mengikuti mode terkini, Marlena harus meninggalkan bangku sekolah.
Dia tinggalkan rumah sederhananya di Tuban, menuju kota Surabaya. Untuk bekerja. Untuk mencari nafkah. Menghidupi keluarga.
Ada cita-cita yang dia gantungkan setinggi bintang, harapan yang ia tanam dalam-dalam.
“Aku ingin kehidupan yang lebih baik mbok, ingin punya uang, ingin belikan Simbok kain batik, Sepeda untuk Bapak, dan permen besar yang kemarin waktu di pasar untuk adik,” begitu katanya pada simboknya.
Marlena tersenyum riang. Langkah kanak-kanaknya yang riang, mengantarkannya ke kota besar. Membuatnya luluh pada keramaian yang menjanjikan, kesibukan yang melenakan.
Tiga tahun kemudian, kabar pun datang dari Marlena. Bukan, bukan kabar tentang cita-cita, bukan kabar tentang kain batik, sepeda, ataupun permen besar.
Sebuah Surat kabar dan tv-tv di Surabaya, menulis begini:
"Pemirsa, berita selanjutnya adalah dari seorang PRT yang bernama Marlena. Marlena adalah korban yang sering dihukum, tidak diberi makan selama berhari-hari dan sering dipaksa makan makanan membusuk dan dipaksa minum air bekas cucian,"
"Gajiannya dibawa majikan. Kalau korban melakukan kesalahan seperti mencuci pakaiannya dan luntur, gajinya langsung dipotong. Lemari es rusak dan diservice, tapi biaya service diklaim ke korban karena tersangka yang adalah majikannya menuduh lemari es itu dirusakkan korban.
"Korban sering disiksa, dipukuli dengan sapu, alat penggorengan yang masih panas, diinjak, disiram air panas, dicubit, ditendang dan dirantai yang dilakukan tersangka pada waktu berurutan dan disiksa secara perorangan ataupun bersama-sama,"
Ada lagi berita tv seperti ini:
Pemirsa, korban yang pernah disekap dan tidak diberikan makan dan minum selama seminggu itu, disuruh tidur bersama anjing herder. Kandang anjing itu juga kotor dan bau pesing. Korban hanya tidur berlaskan bekas daun pintu yang terbuat dari triplek.
"Dengan kondisi kaki dirantai, korban disuruh ngepel mulai pagi sampai malam hari. Jika salah, maka korban langsung ditendang dan injak-injak,"
Kemudian apa yang terjadi?
Marlena mengalami cacat tubuh permanen. Tubuhnya mengalami luka bakar permanen, memar, melepuh. Bagian tubuh yang mengalami luka, kaki, tangan, dan punggung. bahkan paha remaja itu terancam diamputasi akibat luka yang sangat parah.”
Marlena. Marlena. Itukah Marlena kita yang lugu dan plos? Yang usianya tak lebih dari 14 tahun ketika meninggalkan rumah sederhananya di desa?
Di saat kawan-kawan seuisianya tengah mencapai puncak remaja, merangkai cita, menggapai cinta. Marlena terbaring tak berdaya di rumah sakit. Tubuhnya tak lagi sama dengan berbagai legam, dan bilur. Dalam tidurnya Marlena melihat rumahnya yang teramat sederhana.
Di rumah itu, ada Simbok, ada Bapak dan ada adik.
"Gak papa ya mbok, aku gak bawa apa-apa mbok. Aku gak bawa uang, gak ada kain untuk simbok, gak ada sepeda untuk bapak,dan gak ada permen besar untuk adik. Gak papa ya mbok ya"
Bapak dan simbok tersenyum, merentangkan tangan, dan membawa Marlena ke dalam pelukan.
(Simbok: ibu)
*Dinda Nuurannisaa Yura, sehari-hari aktif di Solidaritas Perempuan di Jakarta.
Post a Comment