Festival Film Merdeka Mengembalikan Tontonan Rakyat
Melly Setyawati - www.konde.co
Pada 17 - 19 Agustus 2017, kemarin, telah diselenggarakannya Festival Film Merdeka (FFM) Pertama di Kota Solo.
Acara ini memang bertujuan untuk memeriahkan peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke 72 dengan mengusung semangat untuk mengembalikan film sebagai tontonan rakyat.
Film-film yang diputar di FFM memang sudah terseleksi, syaratnya harus mengusung tema toleransi dan bisa ditonton oleh segala lapisan usia.
Dengan durasi film yang tidak terlalu panjang. Sebab memang FFM juga ingin mengkampanyekan toleransi terhadap keberagaman dengan cara yang lebih menghibur.
Peserta FFM memang sineas dari hampir seluruh Indonesia, yang paling jauh berasal dari komunitas pembuat film Kaimana di Papua.
Layar tancap menjadi sarana tontonan, dengan pemutaran pemutaran layar tancap di beberapa titik pemutaran di wilayah Kecamatan Solo.
Ada 5 kampung yakni Kampung Purwonegaran dan Kampung Bratan di Kecamatan Laweyan, Kampung Setabelan dan Kampung Punggawan di Kecamatan Banjarsari, Kampung Mojosongo di Kecamatan Jebres, dan Kampung Tirtosari di Kecamatan Serengan
Pemutaran layar tancap di kampung memang sebagai Program Layar Rakyat di FFM yang diputar serentak pada tanggal 17-18 Agustus 2017.
Dan Program Pesta Film Rakyat, sebagai malam puncak penutupan telah digelar di Plaza Sriwedari pada 19 Agustus 2017 kemarin, berupa pentas musik, bazaar makanan dan pemutaran layar tancap besar. Sriwedari merupakan salah satu tempat berkumpulnya para seniman di Kota Solo dan termasuk bagian ikon budaya yang melekat dengan kota Solo.
Puncak FFM di Plaza Sriwedari, 19 Agustus 2017 |
Penggerak dari FFM ini adalah Komunitas Kembang Gula yang merupakan kumpulan para pelaku perfilman di kota Solo, kumpulan ini memang punya cita-cita yang besar untuk keberagaman.
Dalam kegiatan tontonan rakyat ini, Kembang Gula juga melibatkan Karang Taruna di perkampungan untuk turut serta dalam kegiatan ini. Sehingga film tidak hanya menjadi tontonan semata namun juga bisa menjadi sarana belajar dan berproses bersama.
"Harapannya FFM yang pertama ini bisa berlanjut menjadi kegiatan rutin tahunan di Kota Solo dengan pemutaran layar tancap di seluruh titik kelurahan di Solo" ungkap Mazda selaku panitia FFM Pertama di Kota Solo.
Persiapan-persiapan yang sedang diupayakan dengan melakukan workshop-workshop produksi film di kampung. Sehingga, masyarakat Solo dapat memiliki dasar-dasar pembuatan film.
Solo menjadi lebih semarak dengan kegiatan-kegiatan seni dan budaya yang lebih beradab dan toleran.
sumber foto: Panitia FFM
Solo menjadi lebih semarak dengan kegiatan-kegiatan seni dan budaya yang lebih beradab dan toleran.
sumber foto: Panitia FFM
Post a Comment