Header Ads

Apa yang Terjadi Jika Perusahaan tak Menyediakan Ruang Laktasi? (2)



*Tias Wiandani - www.Konde.co

Ruang Laktasi adalah sebuah ruangan khusus yang sengaja disediakan oleh institusi (perkantoran, perusahaan, tempat bekerja) yang memiliki fungsi untuk memberikan privasi bagi seorang ibu menyusui yang juga bekerja untuk memberikan ASI kepada bayinya ataupun untuk memerah ASI.

Bagi buruh perempuan, ruang laktasi merupakan hak. Dan perusahaan yang tidak menyediakan ruang laktasi, seharusnya sudah langsung mendapatkan sanksi. Namun, hukum ternyata tak bisa menjerat si pelanggar.


Perusahaan tak Menyediakan Ruang Laktasi

Meskipun peraturan sudah mengatur dan mewajibkan bagi setiap perusahaan untuk menyediakan ruang laktasi, akan tetapi pelaksanaannya masih banyak yang melanggar.

Saya sebagai salah satu buruh perempuan mendapat banyak informasi dari buruh perempuan yang lainnya. Rata-rata di perusahaan tempat mereka bekerja banyak yang tidak menyediakan ruang laktasi. Ketidaktersediaan ruang laktasi menjadi keluhan bagi buruh perempuan yang sedang hamil dan menyusui. Akhirnya buruh perempuan yang sedang menyusui terpaksa memerah air susunya di dalam toilet dan membuangnya.

Sangat sulit dicari data berapa banyak perusahaan yang menyediakan ruang laktasi dan memberikan ijin bagi buruhnya untuk menyusui atau memerah air susu di hari kerja dan jam kerja. Kesulitan data tersebut karena perusahaan tidak bersedia memberikan informasi secara terbuka. Tidak adanya laporan pelanggaran terhadap penyediaan fasilitas ruang laktasi ke dinas tenaga kerja juga menjadi salah satu faktor sulitnya pendataan yang dilakukan.

Bahkan tidak dilaksanakannya perintah peraturan perundang-undangan tentang ketersediaan ruang laktasi belum menjadi prioritas advokasi serikat buruh umumnya. Padahal Indonesia adalah negara industri yang mayoritasnya adalah sektor padat karya dengan mayoritas buruhnya adalah perempuan.

Isu perempuan memang tidak menjadi prioritas utama dalam kerja-kerja advokasi serikat buruh yang mayoritas pengurusnya adalah laki-laki. Ketidakpekaan terhadap hak buruh perempuan telah menjauhkan hak buruh perempuan dari prioritas advokasi. PKB (Perjanjian Kerja Bersama) sebagai perjanjian bersama antara perusahaan dan perwakilan pekerja juga tidak memasukkan fasilitas ruang laktasi sebagai  kewajiban perusahaan untuk menyediakannya.

Ketika ada perusahaan yang bersedia menyediakan ruang laktasi tetapi sulit diakses oleh buruh yang ingin menggunakannya. Kesulitan tersebut terjadi disebabkan karena ruang laktasi yang jauh dari ruang produksi atau ruang kerja, tidak diberikan ijin dari pimpinannya, dan ketakutan terjadinya penumpukan pekerjaan karena tidak ada yang menggantikan ketika ditinggalkan. Terkesan perusahaan telah menjalankan peraturan yang ditetapkan, akan tetapi pelaksanaannya tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi di lingkungan tempat kerja.

Sosialisasi tentang fungsi dan manfaat ruang laktasi, serta sosialisasi tentang pemberian ASI eksklusif juga tidak dilakukan oleh perusahaan kepada buruhnya. Bahkan jarang juga serikat buruh yang bersedia melakukan kegiatan sosialisasi tersebut kepada anggota serikatnya. Ketidaktahuan buruh tentang haknya dimanfaatkan oleh perusahaan untuk melakukan pelanggaran pada peraturan yang telah ada. Bahkan kurangnya kesadaran buruh perempuan dalam memberikan ASI eksklusif dimanfaatkan juga untuk kepentingan perusahaan.

Sejumlah sanksi akan dijatuhkan ketika perusahaan tidak menyediakan ruang laktasi dan memberikan hak pada buruh perempuan untuk menyusui:

A.     Sanksi Pidana dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009

UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009, Pasal 200 telah secara tegas memuat sanksi pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI eksklusif. Ancaman pidana yang diberikan adalah pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Ketentuan pidana dalam UU Kesehatan berbeda dengan beberapa peraturan perundangan lain yang dimulai dengan kalimat “setiap orang”. Beberapa peraturan perundangan yang memuat ketentuan pidana biasanya diawali dengan kalimat “barang siapa”. “Barang siapa” berarti orang perorangan dan badan hukum, sedangkan “setiap orang” berarti perorangan. Bukan berarti bahwa jika tindak pidana dilakukan oleh badan hukum/korporasi maka tidak ada sanksi pidana.

Secara tegas sanksi pidana tersebut telah diatur dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009, Pasal 200 dan Pasal 201.

Pasal 200

Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 201
(1)    Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200.

(2)    Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/atau
b. pencabutan status badan hukum.


Bagaimana Sikap Pemerintah atas Ruang Laktasi?
Hampir mirip dengan Perusahaan, dinas tenaga kerja juga tidak menjalankan fungsi pengawasannya, sehingga semakin memberikan peluang pelanggaran yang terjadi.

Padahal pemerintah melalui kerjasama dengan kementerian terkait seharusnya memastikan perusahaan untuk menjalankan kewajibannya dalam menyediakan fasilitas ruang laktasi.

Kementerian kesehatan, kementerian tenaga kerja, dan kementerian permberdayaan perempuan mempunyai tanggung jawab bersama dalam memastikan pelaksaan peraturan yang ada di setiap perusahaan bagi kepentingan dan perlindungan buruh perempuan.

Serikat buruh mempunyai tanggung jawab dalam memastikan pelaksanaan hak buruh perempuan terpenuhi. Jika serikat buruhnya hanya diam saja, maka tidak akan pernah terjadi perubahan dan perbaikan pada pelaksanaan dan perlindungan hak buruh perempuannya.


Serikat Buruh Advokasi Bersama soal Ruang Laktasi

Sudah saatnya serikat buruh melakukan advokasi untuk memastikan bahwa fasilitas ruang laktasi disediakan oleh perusahaan. Serikat buruh juga wajib memastikan bahwa fasilitas tersebut sesuai dengan strandar peraturan yang telah ada.

Perlu dipastikan juga oleh serikat buruh, bahwa tidak ada upaya perusahaan dan pimpinanannya untuk mempersulit buruh perempuan yang akan menggunakan fasilitas ruang laktasi yang ada. Selain advokasi untuk penyediaan fasilitas laktasi, serikat buruh juga dapat meminta perusahaan untuk bekerjasama melakukan sosialisasi tentang manfaat ASI eksklusif bagi anak, ibu, dan perusahaan (Selesai)

(Foto/Ilustrasi: Pixabay.com)


*Tias Wiandani, Aktivis salah satu Serikat Pekerja di Tangerang. Aktif dalam perjuangan buruh perempuan di Komite Aksi Perempuan (KAP).

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.