Header Ads

Merindukan Munir dalam 15 Tahun Kematiannya


“Saya, kami semua merindukan Munir, sosok yang begitu kuat bagi kami.”


Melly Setyawati- www.konde.co

Jakarta, Konde.co- Yati Andriyani, Koordinator Kontras menyatakan ini pada saat diskusi mengenang kematian aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir pada 23 September 2019 kemarin di Jakarta.

Secara mendalam, Munir adalah aktivis yang selalu memberikan semangat bagi perjuangan. 15 tahun kematian Munir, Indonesia masih mengatasi persoalan-persoalan sulit. Munir adalah orang yang terdepan. Kepedihan ini tentu sangat dirasakan Suciwati, istri Munir dan kedua anaknya. Hingga sekarang, Suciwati masih terus melakukan aksi dan terus mencari tahu tentang kematian Munir.

Di tahun 2013, Suciwati kemudian mendirikan museum “Omah Munir” di Batu, Malang, Jawa Timur. Dalam laman web “Omah Munir” tertulis bahwa Omah Munir didirikan untuk mengisi pendidikan tentang Hak Asasi Manusia (HAM) bagi masyarakat Indonesia terutama generasi muda dalam rangka menciptakan warga negara yang cinta damai, menghargai perbedaan, menjaga toleransi antara kelompok dan menjunjung tinggi prinsip kesetaraan.

Hal lain museum ini juga menampilkan eksebisi tentang sejarah perkembangan perjuangan HAM di Indonesia, serta mengangkat kehidupan para pembela HAM Indonesia seperti Marsinah dan Munir. Museum juga menampilkan beberapa peristiwa pelanggaran HAM penting seperti di Aceh dan Timor Timur. Sejak dibuka pada tahun 2014 sampai Mei 2016, Museum Omah Munir telah dikunjungi sekitar 7500 pengunjung, terutama siswa dan kaum muda.

Pembunuhan Munir tidak hanya berdampak pada keluarga Munir, namun juga terhadap gerakan penegakan hak asasi manusia serta keadilan. Dalam kasus Munir, ada kesan kasus ini lamban dengan pernyataan hilangnya dokumen hasil tim pencari fakta sehingga cenderung negara telah melakukan praktik mal administrative.

“Negara ini masih menempatkan Munir secara tidak sepadan. Munir dianggap sebagai persoalan. Pekerjaan Munir masih dianggap ancaman,” Yati Andriyani mencoba merefleksikan kematian Munir.

Hendropriyono bagian dari pemerintahan Jokowi. Kita sedang bertarung dengan kekuasaan yang terus digunakan. Butuh pendekatan multipihak untuk menghapus barisan oligarki, tambah Yati.

23 September 2019 adalah tepat 15 tahun Munir dibunuh. Munir meninggal dalam perjalanannya ke Belanda untuk menempuh kuliah S2. Namun sejak kepergiannya di hari itu, Munir tak pernah kembali

Proses hukum sudah berjalan namun sampai dengan detik ini, belum juga bisa mengungkap siapa dibalik permufakatan jahat pembunuhan ini. Diskusi ini memaparkan bentuk permufakatan jahat untuk pembunuhan Munir sebab melibatkan peran aktor lapangan, aktor yang mempermudah pembunuhan dan aktor perencana.

“Yang Jelas ini bukan perorangan atau karena motif pribadi,” ungkap Usman Hamid, Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir pada era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono.

Bahkan upaya hukumpun belum bisa mengungkap aktor-aktor tersebut. Salah satu aktornya telah divonis bebas. Pembunuhan Munir merupakan suatu tindakan unlawfull killing. Amnesty International mendefinisikan tindakan tersebut sebagai pembunuhan di luar hukum yang disengaja berdasarkan perintah, atau melalui keterlibatan pemerintah. Deskripsi tersebut sesuai dengan deskripsi yang diberikan oleh ahli hukum internasional.

Eksekusi ekstra yudisial, ringkas-cepat, atau sewenang-wenang (extrajudicial, summary or arbitrary executions) juga termasuk pembunuhan di luar hukum oleh aparat dan kelompok non-negara serta individu yang tidak berhasil diinvestigasi dan dituntut oleh otoritas negara. Landasan hukum penyelidikan bisa menggunakan Minnesota Protocol on the Investigation of Potentially Unlawful Death (Protokol Minnesota Tentang Penyelidikan Terhadap Kemungkinan Kematian di luar hukum).

Menurut Usman Hamid, kasus unlawfull killing serupa juga pernah terjadi pada aktivis Papua, Theys Eluay pada masa kepresidenan Megawati. Uniknya, tim pencari fakta (TPF) terdiri dari aparatus kepolisian berbeda dengan TPF-nya Munir pada era kepresidenan SBY, dimana anggota tim pencar faktanya terdiri dari kelompok non sipil.

Kasus Munir juga mengalami kemandegan atau stagnan. Ada kewajiban yang tidak dipenuhi, artinya tidak terbuka dan tidak transparan. Hasil akhirnya tidak dijalankan, maka menjadi pemerintah tidak efektif dan tidak transparan.

Ada potensi penyimpangan prosedur juga ketika data-data kasus Munir ini dinyatakan hilang. Padahal dokumen ini penting sekali dalam pencarian fakta dan alat bukti sebagai sebuah kebenaran maka ini berpotensi akan ada keberulangan . Jadi hilangnya dokumen ini semakin menunjukkan prosedur yang tidak beres. Maka harus ada upaya untuk melakukan investigasi siapa yang bertanggungjawab, bagaimana bisa hilang dokumen ini.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.