Header Ads

Krayahan dan Ruang untuk Ulama Perempuan




*Kustiah- www.Konde.co

Hari Minggu, 9 Juli 2017 lalu tampaknya menjadi hari bahagia Fitri (22) dan keluarganya. Bayi perempuan dengan berat 2,5 Kilogram lahir dengan selamat.

Sebagai wujud syukur, sebagaimana tradisi yang sudah dilkukan turun temurun, keluarganya menggelar krayahan atau brokohan.

Krayahan atau brokohan adalah ungkapan syukur atas berkah kelahiran bayi dan keselamatan ibunya selama proses persalinan. Pemilik rumah biasanya mengundang para perempuan tetangga sekitar untuk datang bersama-sama membaca doa.

Doa akan dipimpin oleh seorang tokoh atau ulama yang juga perempuan. Sang ulama memberitahukan kepada para tamu tentang kondisi bayi dan nama bayi, selanjutnya membimbing tamu krayahan untuk berdoa bersama.

Menurut Muslimah, ulama perempuan yang saat itu memimpin doa, selain sebagai bentuk syukur krayahan dilakukan untuk memohon doa supaya anak diberikan sehat dan kelak bisa menjadi anak baik. 

"Semua orang tua pasti menginginkan dan berharap anaknya menjadi anak sehat dan menjadi anak soleh/solehah," ujarnya kepada penulis usai memimpin doa di rumah Fitri Minggu (9/7) di Desa Tanjung Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora Jawa Tengah.

Siang itu krayahan diikuti sekitar 17 perempuan. Berkat (nasi yang akan dibagikan kepada para undangan) terhidang di tengah-tengah tamu undangan. Biasanya menu berkat krayahan terdiri atas nasi, kuluban daun mengkudu yang sudah dibumbui kelapa, embel-embel (makanan yang terbuat dari campurang tepung jagung dan ketan yang dibungkus daun pisang), negosari (kue pisang), peyek, dan tempe. Bagi yang mampu biasanya akan menambahi menu ayam atau telur.

Dalam tradisi krayahan mengapa yang diundang perempuan? Padahal di setiap acara syukuran biasanya selalu laki-laki yang diundang.

Mus mengatakan setengah ragu, mungkin syukuran krayahan lebih bersifat intim. Perempuan dianggap lebih memahami proses persalinan dan sebagai bentuk empati dan simpati untuk memberikan dukungan mental kapada ibu yang baru saja melahirkan.

Di Jawa, krayahan atau brokohan sedikit berubah salah satunya dengan diikuti oleh para perempuan. Dan dengan dipimpin oleh ulama perempuan, ini tentu membuatku senang. Tradisi ini memberikan ruang bagi ulama perempuan untuk memimpin.


Kustiah, Mantan jurnalis Detik.com. Saat ini pengelola www.Konde.co dan Pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.