Pilkada 2018, Perempuan Harus Menjadi Pemilih Cerdas
Poedjiati Tan- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co- Dalam setiap proses pemilihan umum, feminisme mengajak perempuan untuk memberikan suaranya secara kritis.
Salah satu filsuf politik, Hannah Arendts memberikan pernyataan politik bahwa perempuan adalah warga yang mempunyai hak yang sama dalam ruang publik, maka penting untuk memperjuangkan perempuan selalu berada dalam ruang publik. Kegelisahan Hannah Arendts ini dilandasi atas berbagai peristiwa dimana perempuan tidak didengarkan hak politiknya di ruang publik.
Perempuan hanya dihargai sebagai obyek ketika Pemilu tiba, yaitu hanya dibutuhkan suaranya, diberikan janji-janji politik, namun dalam pelaksanaannya perempuan hanya menjadi obyektifikasi politik. Kondisi seperti ini banyak terjadi ketika Pemilu diwarnai dengan janji-janji kosong pada perempuan.
Ruang publik selama ini juga diidentifikasi sebagai milik laki-laki, keputusan laki-laki dan kebijakan untuk laki-laki. Dengan kondisi ini, perempuan menjadi warga kelas dua yang tidak diperhitungkan hak politiknya.
Maka dalam setiap proses pemilihan umum, penting untuk selalu mengedepankan suara-suara perempuan agar terakomodir dalam ruang politik.
Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada serentak yang dilakukan hari ini 27 Junu 2018 di 171 daerah, yaitu pada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten di Indonesia merupakan momentum penting bagaimana memilih kepala daerah yang serius memperjuangkan hak perempuan di ruang publik politik. Jika kepala daerah tersebut tidak serius memperjuangkan politik perempuan, maka ia tak layak untuk dipilih.
Perempuan Indonesia diajak untuk tidak takut dalam membuat pilihan yang benar dalam Pilkada atau pemilihan umum hari ini.
Lalu apa saja yang harus dilakukan perempuan? Jaringan Perempuan Anti Korupsi mengeluarkan statemen yang harus dilakukan perempuan yaitu: bahwa perempuan harus mengutamakan keterwakilan perempuan yang membangun daerah mereka.
Perempuan juga harus memilih wakil yang mengutamakan pembangunan yang bermartabat untuk daerah mereka.
Pemimpin yang terpilih juga harus memberikan ruang bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Hal lain, perempuan juga diajak untuk memahami bahwa suara perempuan, sekecil apapun tetap menjadi suara keterwakilan yang pentng dalam proses pemilihan umum yang akan menentukan pembangunan daerah hingga 5 tahun ke depan.
Jadi perempuan diajak untuk tidak menjual suara pada siapapun yang tidak berpihak pada kepentingan warga dan kepentingan perempuan. Maka perempuan harus waspada dengan jual beli suara yang biasa terjadi di bilik suara. Karena praktik politik uang akan menjerat siapa saja yang terlibat di dalamnya, baik pemberi uang maupun yang menerima uang
Perempuan juga diajak untuk tidak memilih calon yang terindikasi kasus korupsi atau yang kerap melakukan korupsi, karena calon-calon seperti ini pasti tidak akan peduli atas hak dan kewajibannya
Calon lain yang tidak boleh dipilih adalah calon yang melakukan pelecehan dan kekerasan seksual dan melakukan diskriminasi. Karena diskriminasi akan melakukan perpecah belahan dan memicu konflik panjang.
Hal ini penting dilakukan untuk memastikan suara perempuan di ruang publik dan kita harus kritis terhadap para pemimpin atau kepala daerah yang tidak berpihak pada perempuan.
Post a Comment